Karena kesan pertama Langit dimata teman sekelasnya buruk, menyebabkan ia tak punya teman. Tak ada yang berani mendekatinya, bahkan untuk melirik saja mereka berpikir dua kali.
Namun tidak dengan Sean, lelaki itu bersikeras mendekati Langit yang terang-terangan menolak atensinya. Tampaknya tolakan tadi pagi tak mempan bagi Sean.
"Mau ke kantin bareng, Lang?" tawar Sean. Langit menoleh malas, perutnya keroncongan, membuatnya mau tak mau mengikuti ajakan Sean.
Mendapat anggukan Langit, membuat Sean senang. Mereka akhirnya berjalan menuju kantin. Di tengah perjalanan, Sean mencoba mengajak Langit berbicara agar suasana tidak canggung.
"Lo pindahan dari mana Lang?"
Langit meliriknya, lelaki itu berjalan tenang dengan salah satu tangannya masuk ke saku celana. Wajahnya lempeng tanpa menunjukan ekspresi.
"SMA Merah Putih." Langit menjawab seadanya.
Sean semakin senang saat Langit mau menjawab pertanyaannya. Ia berinisiatif bertanya kembali.
"Kok lo pindah ke sini, kenapa? Bukannya di sana enak ya, katanya fasilitas nya lengkap terus muridnya pinter-pinter, lulusan sana juga banyak yang masuk Universitas luar yang seleksinya ketat." Sean mengoceh sepanjang koridor.
Dengan malas Langit menjawab, "gue dikeluarin."
Sean menatap Langit tak percaya. "Hah? Kok bisa? Sayang banget, emang lo buat masalah apa sampe dikeluarin? Setahu gue ya----"
"Bacot lo Setan!" Langit kesal mendengar cerocosan Sean. Kupingnya panas, entahlah akhir akhir ini kupingnya sering terasa panas.
"Gue diem aja ya dari tadi! Kenapa lo nyalahin gue?!"
Bisikan itu lagi. Kali ini Langit benar-benar tak menghiraukan suara yang entah dari mana asalnya itu. Keduanya sama-sama terdiam sampai mereka tiba di kantin.
"Kita duduk di pojok, nggak papa kan Lang? Soalnya meja lainnya udah penuh," ucap Sean hati-hati, takut Langit tidak nyaman. Langit mengangguk.
"Santai." Lelaki itu tak mempermasalahkan tempat duduknya.
Bahkan dia terima-terima saja saat mendapatkan tempat duduk buangan di kelas tadi, asalkan suasana tenang dan tidak ada makhluk berisik sejenis Sean.
"Gue pesenin makanan yang paling enak di sini ya?" Sean langsung menawarkan Langit dengan antusias. Langit mengangguk saja, kali ini Sean sedikit berguna untuknya yang sedang malas bergerak.
Selagi menunggu Sean memesan makanan, Langit mengamati sekitarnya, jarinya mengetuk pelan pada meja.
Semua meja di kantin terisi penuh oleh murid-murid kelaparan, satu meja terdiri dari dua kursi panjang yang saling berhadapan.
Pandangan Langit menyipit saat melihat sosok gadis yang mengenakan seragam sama sepertinya, berdiri si pojok kantin yang letaknya tepat di sampingnya. Gadis itu melambaikan tangan dan tersenyum padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐥𝐨𝐨𝐝𝐲 𝐒𝐦𝐢𝐥𝐞 [END]
Teen FictionTembok putih bagian pojok kantin sekolah penuh dengan warna merah. Banyak coretan abstrak di sana. Langit si murid badung yang suka membolos, melihat seorang gadis mengenakan seragam, berdiri di pojok kantin dan tersenyum padanya. Namun temannya me...