"Kalau gitu, selagi kami pergi tolong kamu awasi gadis tadi. Saya merasa, dia ada sangkut pautnya dengan penyebab cucu saya terbaring di sini."
Berkat ucapan itu, Langit sekarang diam diam selalu memantau pergerakan Cindy dari jauh. Bahkan saat di kelas seperti sekarang, mata Langit tak henti mengawasi setiap gerakan gadis itu.
Ia memicing saat melihat tangan Cindy merogoh sesuatu pada kolong meja, sebuah ponsel. Sepertinya gadis itu tengah mengirimkan pesan pada seseorang, terbukti dengan gerakan kedua tangannya yang lincah seperti tengah mengetik sesuatu.
Kringgg!
Bel istirahat berbunyi, semua murid mulai berkemas dan pergi ke luar kelas setelah guru pengajar menutup materinya. Begitu juga dengan Langit yang masih melakukan kegiatan menguntit-nya.
'Mau ngapain tuh cewek ke belakang toilet lama?'
Langit memepetkan tubuhnya di balik tembok agar tidak terlihat oleh target. Dapat ia lihat dari kejauhan, sosok Cindy tengah menelpon seseorang, suaranya terdengar samar di telinga Langit.
"Buruan ke sini, ada hal penting yang mau gue omongin!"
Langit mulai menduga-duga siapa seseorang yang dihubungi Cindy. Mimik gadis itu terlihat gusar, sesekali berdecak sambil memandangi layar ponselnya.
Tak berapa lama, seorang lelaki yang sangat Langit kenali datang menghampiri Cindy dengan tergopoh-gopoh. Napasnya tak beraturan karena berlari.
Otak Langit saat ini tengah berfungsi dengan semestinya. Instingnya menyuruh untuk merekam percakapan mereka. Langit mengeluarkan ponselnya dan mulai merekam dari tempat persembunyiannya.
"Ada apaan sih?" tanya sosok lelaki di depan Cindy, yang tak lain adalah Yoga.
Sebelum menjawab, Cindy sempat melihat sekelilingnya, memastikan tidak ada orang yang menguping pembicaraan mereka. Langit langsung menarik ponselnya, setelah dirasa Cindy sudah tidak mengawasi sekeliling, ia kembali menyembulkan benda pipih itu.
"Gawat! Cewek itu ternyata masih hidup, Ga!" seru Cindy.
Yoga mengernyit. "Cewek itu, siapa sih?"
Cindy berdecak sebal sebelum menjawab, "Ratu, dia masih hidup."
Yoga masih mengernyit, ia mencoba mengingat siapa gadis yang disebutkan namanya oleh Cindy barusan. Dari balik tembok, Langit makin menajamkan pendengarannya.
"Ratu Alura Berliana, cewek yang lo—" Cindy menggantung kalimatnya. Mata Yoga spontan membelalak saat mendengar nama itu.
"Jangan ngada-ngada lo! Bukannya waktu itu dia udah mati?" Yoga menekan setiap katanya. Cindy menggeleng dengan dahi berkerut sebal.
"Lo bego atau tolol? Waktu itu belum dipastiin kalau dia bener-bener mati kan? Kalian malah langsung ngacir. Dasar ceroboh!" Cindy memukul pundak Yoga, sebagai bentuk menghakimi.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐥𝐨𝐨𝐝𝐲 𝐒𝐦𝐢𝐥𝐞 [END]
Teen FictionTembok putih bagian pojok kantin sekolah penuh dengan warna merah. Banyak coretan abstrak di sana. Langit si murid badung yang suka membolos, melihat seorang gadis mengenakan seragam, berdiri di pojok kantin dan tersenyum padanya. Namun temannya me...