"Nggak! Aku nggak mau putus. Kalo kamu tetep mau putus, tau kan konsekuensinya?" Cindy memasang senyum manisnya.
Masuk penjara, apalagi? Langit mengerutkan dahi, memikirkan terakhir kali dirinya terseret ke jeruji besi itu karena kasus berkelahi. Bukan masalah berkelahinya, tapi saat dia tak sengaja memutuskan salah satu telunjuk lawan kelahinya.
Langit mendengkus geli. "Emang lo punya bukti?"
Katakanlah Langit pengecut, bukannya mengakui perbuatannya, ia malah menantang si lawan bicara.
Cindy tetap tersenyum, seolah bibirnya tak merasa kaku. Langit sendiri heran, apa yang ada di pikiran gadis ini. Tersenyum sepanjang menjawab pertanyaannya, bukankah itu aneh?
"Aku emang nggak punya bukti, tapi aku punya cukup banyak saksi yang lebih dari cukup buat jeblosin kamu ke penjara. Kepala sekolah, guru-guru, bahkan satu sekolah SMA Merah Putih, pasti bakal gempar karena salah satu mantan siswanya jadi narapidana."
"Jadi, masih mau putus?" lanjut Cindy tanpa melunturkan senyum manisnya.
"DASAR LICIK LO!!"
Bukan Langit yang memaki, melainkan sosok arwah yang entah sejak kapan sudah ada di sana. Langit menatap sosok itu tak percaya, dalam hati tak lupa tuk memaki karena Lura baru muncul sekarang, setelah ia melewati dua singa di ruangan sebelumnya.
"Terserah, gue nggak peduli kalo lo mau laporin ke polisi," balas Langit tak acuh.
Ia kemudian melenggang pergi, meninggalkan Cindy yang terbengong, menatap punggung kokohnya dengan mata menyipit kesal. Di tempatnya, Lura tersenyum puas melihat raut Cindy.
"Mampus!" ejek Lura, yang tentunya tak di dengar Cindy. Sebelum akhirnya arwah itu mengikuti Langit yang sudah tak terlihat.
Cindy yang masih di depan pintu pun mengepalkan tangannya. Ia meradang, merasa ancamannya tak dianggap serius oleh lelaki pujaannya.
"Awas aja, liat nanti Lang. Kamu pikir aku main-main?" Senyum manis Cindy luntur, berganti dengan bibir menipis ke dalam, menahan gejolak api kemarahan.
****
"Jadi nama lo Ratu? Berarti benar kalo tadi itu keluarga lo?"
Langit merebahkan tubuhnya ke kasur dengan nyaman. Malam ini, ia cukup lelah karena sepulang sekolah tadi tak sempat istirahat dan langsung ke rumah sakit.
Lura yang ditanya pun menjawab, "nggak tau."
Melihat respon gelengan dari lawan bicaranya, Langit menghela napas. Teringat pertemuan awal keduanya, kala gadis itu hanya mengenalkan nama tengahnya, kala gadis itu tak pernah sedikitpun meminta bantuannya untuk menemui keluarganya.
Yang Lura cari hanya tubuhnya, seakan gadis itu tak pernah memiliki keluarga, padahal jelas-jelas tadi Langit melihat pria paruh baya dan lelaki remaja yang berstatus keluarga gadis itu.
"Lo anemia?" tanya Langit dengan wajah seriusnya. Lura mengernyit.
"Enggak, gue sehat," jawabnya.
Langit mengetukkan kedua giginya, mengerutkan alis seolah tengah berpikir keras.
"Tapi lo nggak inget sama nama panjang dan keluarga lo," cetus Langit.
"Goblok, itu amnesia!" Lura terkekeh paksa. Lelaki di depannya berdecak tak suka.
"Mulut lo kasar!"
![](https://img.wattpad.com/cover/240544867-288-k232650.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐥𝐨𝐨𝐝𝐲 𝐒𝐦𝐢𝐥𝐞 [END]
Teen FictionTembok putih bagian pojok kantin sekolah penuh dengan warna merah. Banyak coretan abstrak di sana. Langit si murid badung yang suka membolos, melihat seorang gadis mengenakan seragam, berdiri di pojok kantin dan tersenyum padanya. Namun temannya me...