Langit saat ini berjalan di koridor. Bel pulang baru saja berbunyi. Ia berjalan dengan angkuh, satu tangan yang dimasukkan ke saku celana, dagu yang dinaikkan tinggi-tinggi, dan mata yang menatap setiap orang penuh intimidasi membuat mereka menyingkir perlahan, memberikan akses jalan untuk lelaki itu.
Ia berjalan menuju gerbang utama dan menunggu ayahnya menjemput. Tak lama terlihat mobil hitam milik ayahnya berjalan mendekatinya.
Langit langsung membuka pintu depan dan duduk di samping ayahnya. Ia melemparkan tas dan sepatunya ke belakang dengan asal dan menaikan kakinya ke dashboard. Leon menatap anaknya kesal.
"Bisa nggak sih Lang, sehari aja kamu teratur. Jangan seenaknya gitu, gimana kalo nggak ada cewek yang mau sama kamu?"
Langit mendengus jengah. "Yang penting banyak duit."
"Semua duit kamu itu datangnya dari mana? Dari Ayah 'kan? Pernah nggak kamu mikir, kalo Ayah sama Ibu udah nggak ada, gimana masa depan kamu kalo sikap kamu masih suka nyepelein sesuatu kaya gini?" Leon menggeleng. Pria itu melakukan mobilnya menuju ke rumah.
"Dasar sombong!"
"ANJING!" Langit spontan berteriak saat mendengar suara seorang gadis dari belakang mobilnya.
"Langit, kamu ngatain Ayah anjing? Kurang ajar kamu!" Leon yang kaget pun menghentikan mobilnya, ia menatap tajam pada Langit yang sekarang wajahnya sudah pias.
Lelaki itu melotot horor pada sosok gadis yang entah sejak kapan sudah nangkring di kursi belakang.
"LANGIT!!"
Langit terkesiap saat Leon menyentaknya. Ia mendengus kesal saat mendengar kekehan sosok gadis yang duduk di belakang.
"Bukan Ayah, tadi aku iseng panggil anjing lewat."
Mata Leon memicing, alasan tak masuk akal namun ia tak ingin memperpanjang masalah. Jadi lebih baik ia diam.
"Ngapain lo disini Kura?" Langit berbisik dengan suara rendah agar sang ayah tak mendengarnya. Matanya sesekali melirik ke belakang.
Gadis--atau bisa juga disebut arwah--yang sedang tidur dalam posisi tengkurap di jog belakang pun menatap malas pada Langit.
"Lo lupa? Sekarang kan gue bakal ikut kemanapun lo pergi."
"Berarti sekarang lo mau ikut gue ke rumah?" tanyanya sekali lagi.
Lura mengangguk malas. "Udahlah berisik lo, gue mau tidur." Arwah itu menguap lebar sebelum menutup matanya.
"Sejak kapan setan bisa ngantuk?" gumamnya. Langit menatap lempeng arwah itu dari spion.
Leon yang sedari tadi samar samar mendengar putranya berbicara sendiri pun dibuat bergidik.
'Kayaknya anak saya beneran stres setelah sekolah di sana.' batin Leon.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐥𝐨𝐨𝐝𝐲 𝐒𝐦𝐢𝐥𝐞 [END]
Teen FictionTembok putih bagian pojok kantin sekolah penuh dengan warna merah. Banyak coretan abstrak di sana. Langit si murid badung yang suka membolos, melihat seorang gadis mengenakan seragam, berdiri di pojok kantin dan tersenyum padanya. Namun temannya me...