21. Orang Gila

12.1K 1.5K 94
                                    

Hari ini adalah hari Minggu, tepatnya pukul 06

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ini adalah hari Minggu, tepatnya pukul 06.00, Langit terlihat tengah bersiap. Lelaki itu menyisir rambutnya dengan rapi. Pakaian berbahan kaos sudah melekat di tubuhnya, lengkap dengan handuk kecil yang tersampir pada bahu kokoh sang empu.

"Tumben kamu pagi pagi udah wangi?" tanya Yuna, yang saat ini sedang duduk di kursi dapur, seraya mengoles beberapa lembar roti dengan selai.

Langit berjalan mendekati sang ibu. Ia mengambil satu lembar roti dan memasukannya ke dalam mulut dalam kondisi utuh. Yuna hanya menggeleng.

"Mau olahraga Bu, biar sehat," ucap Langit, dengan alis yang dinaikturunkan.

Yuna mengangguk angguk. "Ya udah sana, mumpung Ayah kamu udah ke kantor."

Masih ingat hukuman yang Leon berikan pada Langit? Tentang lelaki itu yang tidak boleh keluar rumah selain ke sekolah.

Langit tentu tidak semudah itu menuruti perkataan ayahnya. Alih alih jera, dia tidak kapok melanggar peraturan yang ditetapkan oleh ayahnya.

Setelahnya mendapatkan ijin dari sang ibu, lelaki itu bergegas keluar rumah. Melihat punggung sang putra yang sudah menjauh, Yuna kembali pada kesibukannya mengoles selai pada roti.

"Nggak apa apalah, lagian dia nggak macem-macem," gumam Yuna.

Wanita itu memang cenderung membebaskan Langit, jikalau pun ia marah, maka itu tidak bertahan lama, tipikal ibu yang benar-benar tidak bisa melihat anaknya tertekan. Berbeda dengan Leon yang tetap tegas dengan aturannya.

Sedangkan di sisi Langit, saat ini ia tengah berlari kecil menyusuri komplek. Sesekali ia menyeka keringat yang mulai bercucuran dari tubuhnya.

"Oi!" Seorang gadis menyeru tepat di telinga Langit, membuat sang empu spontan menghentikan langkahnya.

"Ck, lo ngintilin gue mulu. Dimana-mana ketemu lo lagi, lo lagi, heran." Langit menggeleng, ia melanjutkan larinya, diikuti sosok arwah yang ikut melayang di sampingnya.

Lura mengibaskan rambut panjangnya sebelum menjawab, "takdir Lang. Lagian muka gue nggak ngebosenin buat diliat juga, harusnya lo bersyukur."

Langit tak menjawab, ia sedikit mempercepat larinya. Setelah beberapa kali memutari komplek, Langit memilih beristirahat di taman yang letaknya di ujung komplek.

"Capek Lang?" tanya Lura, ia melihat Langit yang meneguk air mineral dengan rakus sampai tumpah tumpah.

Langit mengusap air yang menetes di lehernya dengan handuk kecil. Ia mengibaskan handuk itu pada wajahnya untuk menghilangkan rasa gerah.

"Lumayan," balas Langit seadanya. Ia melempar botol plastik bekas air mineralnya dengan sembarangan.

Lura membulatkan matanya. "Heh! Jangan buang sampah sembarangan!"

𝐁𝐥𝐨𝐨𝐝𝐲 𝐒𝐦𝐢𝐥𝐞 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang