"Dia ... bukan siapa-siapa." Cindy mengalihkan pandangannya, dengan kilah mengambil kapas yang baru ia jatuhkan.
Langit tentu saja tidak percaya. Sosok di foto itu pasti mempunyai hubungan kerabat dengan Cindy. Jika memang bukan siapa-siapa, kenapa juga fotonya terpajang di sini.
"Udah Lang, emm ... aku antar kamu ke depan ya?" Setelah mengemasi kotak obat itu, Cindy mengantarkan Langit ke depan rumahnya.
Dalam diamnya, Langit masih memikirkan siapa sosok dalam foto itu. Bahkan saat sampai di depan pintu keluar, Langit kembali menoleh pada bingkai tadi. Matanya menyipit, seperti mencoba mengingat dimana ia pernah melihat wajah itu.
"Kamu hati-hati ya Lang, di sini emang rawan begal."
Berkata demikian dengan mata yang menyiratkan pengusiran secara halus, Langit langsung paham. Lelaki itu mengangguk, tanpa mengucapkan apapun, ia melenggang pergi. Meninggalkan motornya di rumah Cindy.
Langit bukan orang yang mau diajak mampir atau berbasa basi dengan orang asing. Jika Cindy tidak menjanjikan akan membantu membawakan motornya ke bengkel, mana mau ia ikut ke rumah gadis itu.
"Sekarang apa?" Langit terduduk di trotoar sendirian seperti orang hilang. Dengan wajah penuh lebam, seragam kusut, rambut berantakan, dan tas yang di sampirkan asal di bahunya, sungguh memprihatinkan.
Namun siapa peduli. Ia memutar mutar telunjuknya di tanah, membentuk gambar abstrak, sesekali menghitung semut yang lewat.
"Nunggu siapa Den?" Seorang tukang ojek yang merasa iba melihat Langit pun bertanya. Lelaki itu mendongak dengan mata menyipit karena sinar matahari.
"Nunggu taxi," jawab Langit. Ia kembali menunduk karena silau.
Si tukang ojek itu menatap Langit intens, seperti menilai tampilan lelaki itu. Melihat gayanya yang cukup berantakan, si tukang ojek pun menggeleng.
"Waduhh, mending naik ojek saya aja Den. Soalnya nyari taxi di sini susah, apalagi penampilan Aden ...." Si tukang ojek tidak melanjutkan kalimatnya.
Langit bangkit dari selonjoran nya, menyugar rambutnya yang basah karena keringat. Menatap tukang ojek di depannya dengan penuh pertimbangan, tak ada pilihan lain.
"Ya udah, bayarnya kalo udah nyampe ya Bang."
"Siap Den." Si tukang ojek memberikan helm pada Langit, diterima oleh sang empu.
Langit naik ke boncengan belakang. Menepuk bahu si tukang ojek, mengisyaratkan untuk segera jalan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐥𝐨𝐨𝐝𝐲 𝐒𝐦𝐢𝐥𝐞 [END]
Teen FictionTembok putih bagian pojok kantin sekolah penuh dengan warna merah. Banyak coretan abstrak di sana. Langit si murid badung yang suka membolos, melihat seorang gadis mengenakan seragam, berdiri di pojok kantin dan tersenyum padanya. Namun temannya me...