25. Kutukan

11.7K 1.6K 75
                                    

"Lura, apa bener lo masih hidup?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lura, apa bener lo masih hidup?"

Yang ditanya tampak terkejut. Wajahnya yang memang pucat pun makin pias. Matanya mengedar, menghindari manik Langit.

"O-oh itu ...."

"Jawab yang jujur!" tekan Langit. Lelaki itu harap-harap cemas menanti jawaban Lura.

Sosok arwah di depannya terdiam beberapa saat sebelum akhirnya mengangguk kaku.

"G-gue masih hidup."

Meskipun dalam hati Langit menyimpan harapan serupa, namun saat mendapat pengakuan langsung dari sang empu, rasanya berbeda. Debaran hebat dalam dadanya tak dapat dikontrol.

"Kok bisa jiwa lo keluar dari raga lo?" tanya Langit pelan, masih berusaha menetralkan debaran berlebihan dalam dada.

Lura tampak tak nyaman saat mendengar pertanyaan Langit. Tubuh transparannya bergerak gelisah.

Melihat gelagat gadis itu, Langit langsung mengerti. "Kalo lo nggak mau ngasih tau, nggak papa--"

"Nggak! Gue bakal kasih tau lo, tapi bukan di sini," sambar Lura cepat. Langit mengangguk sambil menggaruk tengkuknya.

Tiba-tiba suasana menjadi canggung. Langit yang biasanya tak begitu peduli dengan atensi arwah di depannya, sekarang justru bingung harus mengucapkan apa untuk mencairkan suasana.

Mulut Langit sempat terbuka, sebelum akhirnya kembali tertutup kala melihat Lura yang tengah melamun.

"Lura," panggil Langit pelan. Si empu tersentak, ia menatap Langit dengan alis dinaikkan.

"Mikirin apa?"

Lura menggeleng. "Nanti pulang sekolah, tunggu gue di kantin waktu itu, ya?"

Lelaki di depannya mengangguk. "Oke."

Interaksi keduanya tampak kaku. Tanpa ejekan, tanpa kata makian, tanpa dengusan atau tatapan sinis Langit.

"Kalo gitu, gue ke kelas dulu."

Satu lagi, Langit tidak pernah menyusahkan diri dengan berpamitan pada Lura.

Arwah gadis itu tersenyum, menatap punggung kokoh Langit yang mulai mengecil saat jaraknya semakin jauh.

***

"Lo liat kan coretan merah di tembok itu?"

Lura menunjuk tepat pada bagian pojok tembok kantin. Langit mengangguk kaku, ia membenarkan letak tasnya yang melorot dari bahu.

Keduanya saat ini duduk di meja kantin. Bel pulang sudah berbunyi satu jam yang lalu, sekolah sudah sepi, hanya ada beberapa siswa yang memang mengikuti ekstrakurikuler, itu pun mereka ada di lapangan.

𝐁𝐥𝐨𝐨𝐝𝐲 𝐒𝐦𝐢𝐥𝐞 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang