Tembok putih bagian pojok kantin sekolah penuh dengan warna merah. Banyak coretan abstrak di sana. Langit si murid badung yang suka membolos, melihat seorang gadis mengenakan seragam, berdiri di pojok kantin dan tersenyum padanya.
Namun temannya me...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Langit sampai di rumahnya dengan kondisi tubuh basah keringat. Napas lelaki itu terdengar tak teratur. Ia merebahkan tubuhnya diatas sofa dengan nyaman.
Yuna datang dari dapur, wanita itu berkacak pinggang sambil menatap Langit.
"Heh, bangun bangun!" Yuna mengguncang bahu Langit sedikit keras. Lelaki itu menggeram seraya membuka matanya.
"Ganti baju sana! Jangan tidur di sofa, kamu keringetan gitu." Yuna mengusap dahi putranya yang berkeringat.
Ia heran, apakah Langit berkeringat karena joging, atau dikejar orang gila? Pasalnya napas lelaki itu seperti habis lari maraton yang lintasannya sepuluh kilometer.
"Ck, iya iya." Langit bangkit dari rebahan nya. Ia melangkah gontai seraya menggaruk keteknya yang gatal.
Yuna duduk di sofa, matanya menatap sebuah kantong kresek di meja. "Kamu yang bawa apa ini Lang?"
Tangan Yuna mulai mengambil kresek itu. Langit yang belum jauh pun menjawab tanpa berbalik.
"Bubur, tadi beli di depan komplek," balas Langit dengan sedikit keras, karena jaraknya yang lumayan jauh.
Yuna melebarkan senyumnya, ia segera membuka plastik itu. Mengeluarkan sebuah styrofoam yang berisi bubur. Namun Yuna mengernyit saat tak sengaja menemukan sebuah gumpalan berwarna putih.
Mata Yuna membulat saat membuka gumpalan itu. Matanya memanas, bulir bulir bening mulai menetes deras di pipinya.
"LANGIT!!" Yuna berteriak keras. Matanya masih terpaku pada gumpalan tisu di genggamannya.
Langit terlihat berlari tergopoh-gopoh, rautnya jelas panik, saat mendengar sang ibu memekik. Apalagi ditambah ia melihat ibunya menangis tersedu. Langit segera mendekat pada wanita itu.
"Kenapa Bu?" Langit sudah duduk di samping Yuna, tangannya menggenggam tangan ibunya.
Mata Yuna masih terfokus pada tangannya. Langit mengikuti arah pandang Yuna, ia melotot terkejut melihat sebuah gumpalan tisu yang terdapat jejak darah membentuk sebuah kalimat singkat.
Tolong.
Langit langsung merebut tisu itu dan membuangnya ke tempat sampah. Setelahnya, lelaki itu mendekap Yuna yang masih bergetar dengan suara isakan yang berusaha ditahan mati matian oleh sang empu.
"Lang, t-tadi---"
"Ssttt ... tadibukan apa apa Bu, itu cuma spidol merah. Pasti kerjaan bocah iseng."
Bohong.
Langit jelas mencium bau amis dari tisu tadi. Hanya untuk tidak membuat Yuna makin kalap, ia terpaksa berbohong.