Bab 5 - Emily | Azalea Cafe

4.8K 576 5
                                    

Tiga minggu terakhir ini, aku dan Rhy semakin dekat. Kami sering makan bersama saat jam istirahat. Hari ini, sebagian jurusan di kampusku memasuki minggu tenang karena sebentar lagi akan ada ujian akhir semester ganjil. Salah satunya adalah jurusanku. Bukannya menghabiskan waktu hari libur dengan belajar, aku justru malah sibuk chatting dengan Rhy dan membaca buku yang dia belikan untukku (oke buka-bukaan saja, aku masih baru membaca 2 bab).

Pagi ini, aku akan menemani Rhy membuat video. Rhy ingin mempromosikan menu baru Azalea Cafe melalui channel YouTubenya. Dia ingin aku makan bersamanya sambil memberikan komentar. Terus terang saja, aku sangat tidak percaya diri di hadapan kamera. Tidak peduli secantik apa pun diriku ini, aku tidak pernah merasa percaya diri dengan penampilanku.

Aku masih menunggu Rhy memposisikan kamera. Bahkan di saat seperti ini, aku hanya mengenakan kaos tosca berlengan pendek dengan celana jins biru. Riasan wajahku sangat natural. Rambutku diikat seperti ekor kuda. Tidak ada kesan menarik dari penampilanku. 

Berbeda dengan Rhy, dia mengenakan kaos abu-abu muda dengan kemeja hitam polos. Kancing-kancing kemejanya dibiarkan terbuka. Otot-otot biseps sedikit menonjol dari balik kain itu. Aku berusaha menahan mataku agar tidak terlalu memperhatikannya. Tidak kusangka, Rhy memiliki fisik yang menganggumkan. Pantas saja dia memiliki banyak fans.

"Siap?" tanya Rhy sambil berjalan ke arahku. Aku hanya mengangguk dengan kikuk sambil meremas kedua tanganku dengan gugup. "Nggak perlu segugup itu," ujar Rhy lembut. Dia menggenggam tangan kananku dengan lembut, seolah-olah ingin menyerap kegugupanku. "Kau nggak perlu memaksakan diri untuk bicara. Cukup respon apa yang kukatakan padamu," jelas Rhy. Seketika itu juga, kegugupan dalam diriku mulai berkurang seperti salju yang perlahan mencair.

Entah bagaimana, Rhy membuatku nyaman. Kata-katanya menenangkan jiwaku yang rapuh. Kecuali di saat dia mengatakan kebenaran tentang diriku yang menjaga jarak dari orang lain. Kusadari, dia benar. Itulah sebabnya aku merasa tidak nyaman saat dia mengatakannya.

Setelah selesai membuat video saat kami memasuki kafe yang tidak terlalu ramai, kami memesan menu baru yang sebenarnya diajukan oleh Rhy sendiri. Omelet mie sosis dan singkong ala Thailand. Setelah itu, kami menaiki anak tangga. Kali ini Rhy ingin membuat video di atap gedung kafe yang sudah didesain seperti tempat makan di taman terbuka.

Gedung ini hanya memiliki dua lantai. Luasnya tidak besar namun juga tidak kecil. Lantai kayunya bersih seperti baru dipoles. Di beberapa sudut juga ada pot bunga azalea dan mawar yang terbuat dari plastik. Lalu juga ada tanaman asli Peace Lily, Lili Paris, Lidah Mertua, Monstera, dan Asparagus Fern. Tanaman ini cocok di dalam ruangan karena tidak membutuhkan banyak air maupun sinar matahari. Mereka semua disusun dalam pot putih marmer dan diletakkan dalam kotak balok kayu yang disusun seperti rak puzzle.

Ada lumayan banyak remaja hingga orang dewasa yang makan dan nongkrong di atap ini. Aku dan Rhy mengambil meja di dekat pagar balkon. Ada kanopi berwarna bening buram berbentuk sedikit melekung yang dibuat supaya pengunjung tidak kepanasan maupun kehujanan. Beberapa kelopak bunga azalea berhamburan di lantai. Ada papan kecil yang ditempel di pagar balkon dengan tulisan Tidak boleh memetik bunga.

Sepertinya kebanyakan pengunjung menurutinya. Buktinya masih banyak bunga yang tumbuh subur di tiap sudut. Tempat ini cocok untuk berkencan, pikirku begitu saja. Pikiran itu membuatku sedikit malu. Aku berusaha mengingatkan diriku sendiri bahwa ini bukan kencan. Kami hanya makan berdua untuk mempromosikan menu baru kafe ini. Tidak lebih. Namun tetap saja jantungku berdetak tak karuan.

Ditambah lagi, beberapa pengunjung menatap kami, seolah-olah kami pacaran. Beberapa dari mereka yang mengenali Rhy menyapa, meminta tanda tangan, dan berfoto. Bahkan ada gadis remaja yang bertanya apakah aku ini pacar Rhy! Bukannya menyangkal, Rhy justru hanya tertawa santai. Aku tidak memiliki kekuatan untuk membuka mulut. Pandangan sebagian para pengunjung tampak tertarik kepada kami. Mungkin karena Rhy memegang kamera. Atau mungkin karena wajah tampannya.

Perfect Butterfly🦋Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang