Bab 12 - Emily | First Date

3.4K 431 15
                                    

"Apa ada kaitannya dengan mantanmu itu?" Audrey bertanya sambil mencondongkan tubuhnya ke arahku.

"Apa maksudmu," desisku. "Apa kaitannya kami berpacaran dengan mantanku?"

Audrey mengangkat bahunya, tampak tak peduli bahwa pertanyaannya itu telah memancing amarahku. "Entahlah," sahutnya dengan nada tak suka. "Aku hanya merasa ada yang aneh. Kalian berpacaran setelah insiden mantanmu memergoki kalian makan berduaan. Rasanya kebetulan sekali."

"Audrey," tegur Rhy. "Kami berpacaran nggak ada kaitannya dengan mantan Emi. Tolong jangan provokasi dia. Kejadian di kafe itu sudah cukup membuatnya sakit hati."

Audrey menatap kami bergiliran lalu mendesah. "Maaf," gumamnya. "Aku hanya nggak ingin dia memanfaatkanmu untuk membalas mantannya," ujarnya sambil menatapku dengan sorot tak suka. Suasana berubah menjadi ketegangan yang mencekam. Tidak ada yang berani bersuara, terutama di saat aku menampakkan ekspresi tak terima.

"Aku nggak memanfaatkannya," semburku kesal. Justru aku yang dimanfaatkan! Ingin sekali aku meneriakannya kepada mereka semua. Sekarang aku mulai mengerti kenapa Rhy kurang suka dengan Audrey. Dia terlalu pencuriga. Aku yakin dia akan sering mencecoki Rhy dengan berbagai pertanyaan jika mereka berpacaran.

"Dia nggak manfaatkanku, Audrey." Suara Rhy sedingin es. Wajahnya tenang, namun agak menakutkan, "Aku yang memintanya jadi pacarku, bukan dia."

Ada keputusasaan, luka, dan kemarahan di wajah Audrey. "Aku percaya padamu," lirih Audrey. "Aku pergi duluan." Audrey pun beranjak dari kursinya tanpa memandang teman-temannya. Seketika itu juga, aku merasa iba padanya. Rhy meremas tanganku yang berada di bawah meja, seolah ingin menguatkanku agar tidak mengejar Audrey dan meminta maaf atas permainan yang kami mainkan.

Kevin berdeham, memecah keheningan canggung di antara kami. "Maklumi Audrey, Emi, " kata Kevin ramah. "Dia sudah lama menyukai Rhy. Beri dia waktu untuk menerima kenyataan."

"Aku mengerti," desahku.

"Oke," ujar Febby, berusaha terdengar ceria. "Ceritakan sedikit tentang diri lo, Emi."

"Apa yang ingin kalian ketahui?" tanyaku cemas.

"Mulai saja dari jurusan dan berapa umur kamu," Tony akhirnya membuka mulut.

"Sekarang aku berumur 19 tahun, dari jurusan Akuntansi," ungkapku.

"Apa lo anak rantau?" giliran  Dea yang bertanya.

Aku mengangguk lalu menjawab, "Aku dari Banjarmasin. Aku melanjutkan SMA ke Malang dan tinggal dengan adik mamaku. Pas kuliah semester dua, aku tinggal di kos karena jarak kampus dan rumah bibiku terlalu jauh."

"Apa nanti kau akan menetap di sini?" tanya Tony.

"Mungkin," jawabku singkat. "Kalau aku dapat tawaran pekerjaan di sini, aku akan menetap." Itulah tujuanku saat memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke Malang. Aku ingin menemukan dunia baru, jauh dari orang tua. Mereka terus mengajukan pertanyaan hingga Kevin mengalihkan topik. "Oke, cukup sudah perkenalannya." Kevin melayangkan cengiran nakal ke arah Rhy. "Sekarang, kita tagih pajak jadiannya," cetus Kevin. Mereka semua tersenyum penuh arti ke arahku dan Rhy.

Rhy terkekeh, "Silahkan pesan yang kalian mau. Masing-masing hanya boleh pesan 1 makanan dan 1 minuman."

Lalu mereka pun sibuk memilah menu. Febby mencatat pesanan mereka semua di kertas kecil. "Jadi ini tujuan utama mereka?" bisikku di telinga Rhy.

Rjy mengangguk singkat. "Ini sudah jadi tradisi di kelompok kami. Mereka sudah menunggu lama, kapan aku akan pacaran. Awalnya mereka memang mengharapkan hubunganku dengan Audrey berkembang. Tapi Audrey bukan tipeku. Dia lebih cocok jadi rekan kerja sekaligus temanku," Rhy balas berbisik.

Perfect Butterfly🦋Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang