Baik diluar belum tentu baik didalam. Itulah mengapa kita tak boleh memandang seseorang hanya dari sampulnya saja.
-Deivira Alzikra
•••
Flashback mode on.
Ketika baru pertama kali masuk gerbang sekolah tatapan dari para siswa dan siswi sudah membuatnya merasa tersinggung. Pasalnya mereka menatap dirinya dari atas sampai bawah dengan tatapan kurang mengenakan dan setelah itu mereka tertawa sambil bergidik ngeri seperti melihat sesuatu yang menjijikan. Ia harus terbiasa dengan sekolah baru, kelas baru dan hal-hal baru lainnya yang pasti tak akan mungkin sama dengan sekolahnya dahulu.
Rani menghela nafas gusar. Ia merasa tidak nyaman ditatap seperti itu mungkin dari sebagian banyak orang juga merasa begitu jika ditatap oleh orang tak dikenal. Namun apa daya semuanya harus ia jalani dengan lapang dada. Ia tetap berjalan meski banyak yang membicarakannya. Walaupun mereka berbicara dengan volume rendah tetap saja Rani bisa mendengar itu. Lalu ia pergi ke ruang guru untuk menanyakan kelasnya berada dimana. Dari awal ia masuk gerbang sampai ke ruang rugu pun orang-orang masih menatapnya seraya berbisik.
"Anak baru? Gayanya gitu banget haha."
"Masih jaman gitu pake sepatu kuno kayak gitu haha."
"Mukanya kusem banget, pasti dia miskin gak bisa beli skincare."
"Penampilannya gak oke banget, ngapain masuk ke sekolah kita yang jelas-jelas isinya good looking semua."
Dan masih banyak lagi yang berucap kata-kata kurang mengenakan untuk Rani. Kejam!
Kelas 11 IPS 1
"Anak-anak kita kedatangan murid baru nih pindahan dari Bandung. Silakan masuk... "
Semua murid mengalihkan pandangannya ke arah pintu tentu saja mereka penasaran lalu Rani mulai melangkahkan kakinya ke dalam ruangan atau lebih tepatnya kelas baru.
"Hai kenalain nama saya Arsinta Maharani biasa dipanggil Rani. Salam kenal semua..."
Seluruh murid yang ada didalam menahan tawa mereka karena melihat penampilan Rani yang sangat kumuh bagi mereka semua.
Murid yang bernama Ajeng mulai bersuara. "Satu kelas bersama orang burik, penampilan sangat jelek sangat menyebalkan. Yang ada gue makin males masuk ke ruangan ini. Udah lah Bu pindahin aja dia ke kelas khusus cewek ku te de cel KUCEL!"
Satu kelas tertawa karena bagi mereka apa yang dikatakan Ajeng memang benar alias fakta.
"Tau nih Bu, pindahin aja kali. Males lihatnya juga," timpal Wati teman sebangku Ajeng.
"Hei! Jaga ucapannya kalian. Ajeng! Pikirkan dulu nilaimu, dua tahun gak naik kelas mau jadi apa kamu? Terus kamu lagi Wati ngapain ikut-ikut ngomong kasar begitu."
"Saya? Mau jadi apa?" Ajeng menyeringai, "saya udah kaya raya, ngapain mikirin nanti gede mau jadi apa," sahutnya dengan wajah songong seraya menggelengkan tak percaya kalau guru itu menanyakan pertanyaan yang seharusnya sudah tahu apa jawabannya.
Guru berumur 40 tahun itu menggelengkan kepalanya. Tak habis pikir dengan jawaban dari Ajeng yang sangat bikin naik darah.
"Jangan didengar ya Rani, sudah kamu duduk saja cari bangku yang kosong, ya."
Rani mengangguk lalu ia mulai berjalan ketika ia melewati bangku Ajeng dia terjatuh karena Ajeng mencegat Rani menggunakan kaki yang membuat dirinya menjadi tersandung. Semuanya kembali tertawa padahal kalau dipikir-pikir lucu saja tidak.
"Aduh kasihan banget sih, udah diketawain dari awal masuk gerbang eh sekarang kesandung. Sial amat hidup lo." celetuk Ajeng.
Rani buru-buru bangkit dan duduk di bangku yang kosong. Pas banget bangku kosong itu cuma ada satu dan paling belakang. Jadi, dia gak ada teman sebangku.
Satu bulan kemudian
"Hei parasit udah satu bulan lo sekolah di sini dan selalu dibully emang gak capek? Kok lo gak pindah sih? Atau bunuh diri gitu? Keren ... Kuat juga mental lo," cibir Ajeng sambil menyilangkan tangan di dada.
Rani malas berdebat dengan Ajeng ketika ia mulai bangkit dari tempat duduknya dan melangkah Ajeng dan Wati langsung mencegatnya.
"Mau kemana lo? Beliin gue minum gih gua haus," titah Ajeng dengan cepat Rani mengangguk dan pergi ke kantin untuk membelikan minuman yang biasa dipesan oleh Ajeng dan Wati.
"Woy parasit dua, ya!" teriak Ajeng sambil tersenyum miring.
Wati tertawa seraya menggelengkan kepala, "gila lo keren bikin dia ketakutan dan patuh gitu sama lo," dan hanya dibalas senyuman konyol oleh Ajeng.
Kenapa tidak ada yang membantu Rani saat dirundung seperti itu? Karena semua murid tahu bahwa Ajeng dan Wati adalah anak dari orang berada. Semua takut padanya, tak ada yang berani mengusik.
•••
VOTE DAN KOMEN!
FOLLOW IG: @/deivirazkr
KAMU SEDANG MEMBACA
BIMO [END]
Dla nastolatków"Jika mencintai seseorang memiliki alasan, itu bukan cinta." Bimo Arbani, ia terus dipaksa agar mau dengan wanita yang paling dibencinya, Ajeng. Karena Ayahnya sangat berpengaruh besar pada keuangan keluarga Bimo. Tapi hatinya tetap tertuju pada gad...