Hati-hati dengan marahnya seorang pendiam. Sekali emosi, semua tak terkendalikan.
-Deivira Alzikra
•••
Hari ini adalah hari ulang tahun Rani yang ke 17 tahun. Lala dan Ikke sudah menyiapkan kado untuknya, mereka mengetahui bahwa Rani ulang tahun karena beberapa waktu lalu ia pernah memberitahu keduanya.
Happy Birthday Rani
Happy Birthday Rani
Happy Birthday
Happy Birthday
Happy Birthday too you! Yeay!Lalu Rani, Lala dan Ikke yang sebelumnya tertawa bahagia. Raut wajahnya menjadi datar karena Ajeng dan Wati menghampiri meja mereka.
"Kenapa pada cemberut gitu sih, mukanya?" goda Ajeng.
"Kita enggak ngejelasin pun lo udah tahu kali, kita kan jijik lihat muka kalian," sembur Lala.
"Gue juga jijik kali, emang kalian doang? Apalagi sama si cewek rendahan ini, muak gue," terang Ajeng dan dibalas anggukan oleh Wati.
"Denger-denger ada yang ulang tahun nih. Jadi, gue mau kasih hadiah, yeay! Tepuk tangannya dong temen-temen," teriak Ajeng dan seluruh isi kantin bertepuk tangan sembari berteriak tak jelas.
Wati mengulurkan sebuah mangkuk berisi kuah bakso yang sangat pedas dan sudah dicampuri oleh bumbu-bumbu lainnya kepada Ajeng. Lalu ia melemparkan tepat pada wajah Rani. Seluruh isi kantin tertawa melihatnya.
"Surprise ... Happy gak?" tanya Ajeng dan Wati. Lala ingin membalas perbuatan mereka namun ditahan oleh Ikke. Bukan tanpa alasan ia seperti itu. Rani mengepalkan tangannya kuat ia tak bisa terus menerus diam seperti ini lalu dirinya engambil gelas berisi susu coklat dan menumpahkannya ke seragam Ajeng lalu menamparnya. Sontak semua terkejut melihat pemandangan itu, karena baru pertama kali Rani berani melawan kepada seorang Ajeng.
"Kalian berdua, selalu menghinaku, membullyku, seolah-olah diriku ini sampah. Kalian pikir dengan melakukan hal keji seperti itu keren? Oh, atau jangan-jangan kalian punya gangguan mental?" Rani tersenyum miring dan menggelengkan kepala, "terlihat sekali bahwa kalian itu rendah."
"Udah berani lo sama gue?!"
Rani mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut Kantin lalu tertawa sambil menggelengkan kepala.
"Seseorang menjelek-jelekkan saya tanpa mengetahui perasaan saya yang sebenarnya dan juga menghasut orang lain untuk membenci saya, tak apa biar Tuhan yang membalas," ucapnya lalu ia melirik ke arah Ajeng dan Wati.
"Apa maksud lo nyindir-nyindir gue?!" Sahut Ajeng dengan tatapan yang sangat tajam.
"Ini bukan nyindir, tapi fakta!" bentak Rani.
"Hanya orang rendahan seperti lo yang membalas perbuatan menggunakan kejahatan lagi. Sorry, gue gak semenyedihkan itu."
"Apa lo bilang? Gue menyedihkan?!
"Iya. Menyedihkan. Sekali."
Bimo, Kevin, Lala dan Ikke tersenyum bangga. Karena Rani sudah mulai bisa berani melawan kepada orang yang selalu merundungnya. Lalu Rani pergi meninggalkan Kantin seraya mengibaskan rambutnya dan menatap sinis orang-orang yang menatapnya. Dan Bimo mengejar cewek itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIMO [END]
Подростковая литература"Jika mencintai seseorang memiliki alasan, itu bukan cinta." Bimo Arbani, ia terus dipaksa agar mau dengan wanita yang paling dibencinya, Ajeng. Karena Ayahnya sangat berpengaruh besar pada keuangan keluarga Bimo. Tapi hatinya tetap tertuju pada gad...