Bimo baru saja keluar dari toko buku dan mendapati Rani yang sedang berjalan disebrangnya. Gadis itu juga terlihat sedang telfonan dengan orang lain sepertinya Rey.
Bimo memberanikan diri untuk mengikuti gadis itu sembari mengawasi dari kejauhan. Sudah tiga minggu tak bertukar cerita dan mereka seperti orang yang kembali asing. Jujur saja, Bimo sangat merindukan gadis itu. Rindu semua hal akan dirinya, tentu saja.
Rani merasakkan ada yang mengikutinya dan ia pun menghentikkan langkah kakinya lalu berbalik badan Bimo langsung sesegera mungkin mengumpat agar tidak ketahuan oleh Rani kalau dia sedang mengikutinya.
Halusinasi gue doang kali, ya. Batin Rani lalu ia melanjutkan jalan kaki lalu berlari.
Bimo mempercepat langkahnya agar jejak Rani tak tertinggal. Ia juga penasaran gadis itu sebenarnya ingin pergi kemana dan bersama siapa? Apakah hanya sendiri atau bahkan bersama sang kekasih? Jika sendiri, itu adalah peluang besar bagi Bimo untuk berbicara sesuatu padanya.
Tiba-tiba kepala Rani ada yang memukul gadis itu merasa kesakitan.
"Aw, sakit! Siapa, sih?" Rani menoleh ke belakang mendapati Bimo yang sedang berdiri dengan tatapan sendu.
"Kamu bener-bener enggak inget sama sekali?"
"Inget apa?" sahut Rani, bingung. Bimo mengetuk-ngetuk kepala Rani dengan kuat gadis itu mengernyit lalu mendesis. Setelah itu Bimo menatap Rani dengan penuh selidik gadis itu menaikkan salah satu halisnya dan melirik kesana kemari.
"Ada apa sih, Kak? Jangan buat aku bingung," akhirnya Rani mengeluarkan suara. Sedangkan Bimo langsung mengenggam tangan Rani dan membawanya pergi.
Ketika sudah beberapa menit kemudian, Rani melepas paksa tangan yang Bimo genggam.
"Kakak gak sopan, ngapain pegang-pegang. Kita gak se-deket itu, bahkan aku ngelihat muka kakak aja takut. Nyeremin!" ucap Rani lalu ia mengalihkan tatapannya ke arah lain.
"Kita bahkan lebih dari 'dekat'."
Rani mengamati wajah Bimo dengan tajam lalu ia tertawa.
"Ada-ada aja nih, terus kalau kita lebih dari sekedar dekat, kita apaan?" Rani terlihat sedang bepikir.
"Oh atau kita sodaraan? Tapi gak mungkin juga sih,"
Bimo hanya diam tak berbicara apapun lagi. Ia menatap wajah gadis itu dengan penuh rasa sakit. Bagaimana tidak? Wanita yang sangat ia cintai tak mengingatnya sama sekali hingga saat ini.
Ponsel Rani bergetar ada pesan masuk. Lalu gadis itu pamit pada Bimo.
"Kak, aku pergi dulu, ya. Bye!" Rani melambaikan tangan seraya tersenyum lebar. Namun, tiba-tiba kakinya tersandung dan ia nyaris jatuh dan ia berteriak karena replek.
"Kak Bimo, seharusnya jangan tangkep aku. Gak enak, gimana kalau tiba-tiba ada yang foto kita terus tersebar di grup sekolah? Gawat banget entar."
"Gak masalah," jawab Bimo.
"Iya tapi nanti yang kena masalah aku, denger-denger kan kakak punya fans banyak sembilan puluh persen koma sembilan-sembilan persen kan cewek doang!"
"Udah ngocehnya?"
"Dih, nyebelin!" lalu Rani pergi meninggalkan dan dijalan pun gadis itu terus mengoceh karena merasa kesal dengan Bimo.
***
Ketika Rani sedang senyum-senyum menatap layar ponselnya tiba-tiba ada yang merebut benda pipih itu dengan kasar. Rani pun menoleh dan memeluk orang itu beberapa detik kemudian ia langsung melepaskan pelukkannya karena itu bukan Rey, tapi Bimo.
"Kak Bimo? Maaf aku malah maen peluk-peluk aja. Kirain aku siapa, hehe." Rani meng-gigit bawah bibirnya, panik.
Bimo bukannya menjawab ucapan Rani dahulu ia malah memeluk gadis itu dengan sangat erat. Rani terkejut seketika tubuhnya seperti terbawa ke waktu lain alias deja vu. Kepala gadis itu tiba-tiba pusing lalu pada akhirnya pun ia jatuh pinsan dalam pelukkan Bimo.
"Ran, kamu kenapa?!" Bimo panik, ia berusaha menyadarkan gadis itu. Dan membawanya ke rumah sakit terdekat.
Dan kini, Rani sudah tiba di rumah sakit dan ia pun sudah sadarkan diri. Kata dokter, ia hanya kelelahan karena terlalu keras berpikir. Dan juga, ingatannya sepertinya mulai kembali sedikit demi sedikit.
"Gue mimpi, gue tuh sama cowok yang ada di mimpi gue terlihat seneng banget, ketawa-ketiwi dan saling bertukar cerita. Random banget intinya. Tapi anehnya, kejadian itu terasa nyata seperti memang pernah terjadi," jelas Rani pada Lala dan Ikke."Maksud cowok yang lo omongin itu Bimo?" tanya Lala seraya mengupas apel.
"Hah? Bimo?"
"Orang lo sama dia itu deket banget nempel terus gak mau dipisahin."
"Ah, masa sih?"
"Lo gak capek lupa ingatan terus? Kalau kita capek lihatnya, sampe-sampe kita dilupain dan lo sibuk terus sama Rey."
Rani nyengir lalu mengenggam tangan Lala dan Rey. "Maaf, ya, nanti gue gak akan kayak gitu lagi."
VOTE & KOMEN!
instagram: @/deiviraelzikra
![](https://img.wattpad.com/cover/241649229-288-k343419.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BIMO [END]
Teen Fiction"Jika mencintai seseorang memiliki alasan, itu bukan cinta." Bimo Arbani, ia terus dipaksa agar mau dengan wanita yang paling dibencinya, Ajeng. Karena Ayahnya sangat berpengaruh besar pada keuangan keluarga Bimo. Tapi hatinya tetap tertuju pada gad...