"Jika mencintai seseorang memiliki alasan, itu bukan cinta."
Bimo Arbani, ia terus dipaksa agar mau dengan wanita yang paling dibencinya, Ajeng. Karena Ayahnya sangat berpengaruh besar pada keuangan keluarga Bimo. Tapi hatinya tetap tertuju pada gad...
Perusahaan yang dimiliki Rifal Pradipta yaitu Ayah Bimo hari ini adalah ulang tahun yang ke sepuluh. Papanya mengundang banyak rekan bisnis dan luar rekan bisnis. Tak lupa ia mengundang keluarga Farhan Buana. Bimo tak mengundang Rani dikarenakan ini bukan pesta yang sembarang bisa mengundang orang. Terlebih lagi, Rifal mungkin tak akan suka dengan kehadiran Rani.
Ajeng sedang bersiap diri ia mengenakan gaun berwarna merah maroon yang indah dan mewah. Tak lupa ia mengenakan per hiasan seperti anting, cincin, gelang dan bando. Ia juga berdandan dengan natural tapi elegan.
Bimo menjemput gadis itu mengenakan mobil sport hitam dan jas berwarna hitam.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ketika Bimo sampai, Ajeng langsung menghampirinya dan menggandeng tangan lelaki itu dengan wajah penuh ceria. Padahal beberapa hari yang lalu mereka sempat ribut. Untungnya, Ajeng tidak mengadu pada Ayahnya atas perlakuan Bimo kala itu yang memarahinya.
"Malam ini lo cantik," puji Bimo. Bukan tanpa alasan ia mengatakkan itu, ia hanya ingin membuat keluarga Ajeng merasa senang. Jauh dari lubuk hatinya, ia seakan ingin muntah ia benar-benar tak menyukai gadis itu sama sekali.
"Kamu juga ganteng malam ini, Bim." Jawab Ajeng seraya tersenyum lebar.
"Om-Tante saya duluan, ya, ditunggu kehadirannya..." kata Bimo berpamitan.
Farhan dan Nia tersenyum dan menerima salim dari Bimo.
"Hati-hati, ya, kita ketemu di pesta nanti malam," ujar Nia-Mama Ajeng.
Dari ruang tamu sampai depan gerbang Bimo dan Ajeng terlihat sangat romantis dan baik-baik saja. Tapi, ketika sudah memasuki mobil sikap Bimo kembali seperti semula, dingin kepadanya.
"Jangan geer, tadi cuma biar orangtua lo seneng aja," ketus Bimo dan Ajeng mengangguk paham. Baru saja dibuat terbang eh sudah dijatuhkan lagi, kasihan.
"Rencananya kamu bakal kuliah dimana?" tanya Ajeng.
"Kalau gue kasih tahu ke elo, lo bakal ngikutin gue dan bertingkah lagi seakan-akan gue ini hanya milik lo," sahut Bimo.
"Aku cuma nanya doang, Bimo..."
"Gue gak pengen ditanya." Ajeng terdiam, lalu menghela napas gusar. Memang, Bimo selalu bersikap seperti itu kepadanya.
Hening, berapa menit kemudian Ajeng memberanikkan diri untuk bersuara lagi menayakan hal-hal yang sangat unfaedah pada Bimo.
"Bim... Menurut kamu aku cocok gak pakai make up yang kayak gini, bakal tambah cantik enggak?"
"Urusin tuh nilai sama sikap lo, rubah. Percuma cantik kalau otak sama tingkah laku buruk."
Lagi-lagi, perkataan Bimo mampu membuat hati Ajeng terasa sakit, ia benar-benar tak kuat mendengarnya. Gadis itu seketika terdiam.
Mobil Bimo sampai di rumahnya, ia parkirkan di depan gerbang dan akan diurus oleh asisten rumah tangga. Ajeng menggandeng tangan Bimo dan berusaha tetap tersenyum meski dipikirannya masih terngiang-ngiang ucapan Bimo barusan.
Bimo pun memperlihatkan senyumannya dan berjalan bergandengan dengan Ajeng layaknya tuan putri dan pangeran. Para fotografer memotret mereka tak lupa wartawan pun merekam mereka berdua. Bimo tampak risi tapi mau bagaimana lagi, ia terpaksa.
Acara inti belum dimulai semua orang masih asyik memakan hidangan yang disiapkan dan beberapa berdansa.
Rifal memghampiri Bimo dan Ajeng ia meminta agar mereka berdansa. Bimo meng-iyakan, meski terpaksa. Kini, mereka mulai berdansa di tengah-tengah keramaian dan itu membuat para tamu undangan senang dan memuji mereka berdua.
Cocok ya, mereka.
Enggak kebayang gimana entar anaknya.
Pasti kalau nikahan, mewah banget.
Dan lain-lain, kini, banyak yang membicarakan keduanya tetapi bukan tentang hal buruk.
Ajeng merasa bahagia bisa berdansa lagi dengan Bimo terakhir kali tahun lalu.
"Bimo aku senang deh bisa dansa lagi sama kamu, jantung aku berdebar kencang..." ucap Ajeng seraya menatap mata Bimo dengan dalam.
"Gue enggak tuh, karena apa? Karena gue enggak ada rasa sama sekali ke elo,"
"Aku yakin sebentar lagi kamu akan jatuh cinta sama aku, percaya, deh."
"Emang lo Tuhan yang bisa tahu kapan manusia bisa jatuh cinta sama orang?"
"Nggak gitu maksud aku, aku bakal buat kamu tertarik sama aku."
"Lo enggak menarik jadi jangan paksa gue untuk tertarik."
"Mau bagaimana pun kamu tetap milik aku selamanya." ujar Ajeng dengan percaya dirinya.
"Sejak kapan gue jadi milik lo?"
"Sejak lima tahun lalu."
"Gue enggak pernah nyatain perasaan ke lo, gak usah aneh-aneh."
Meski bertengkar keduanya tetap berdansa agar orang-orang tak curiga. Terlebih lagi, banyak kamera disini. Tanpa Bimo sadari ponselnya banyak menerima pesan dari Rani, gadis yang dicintainya.
"Kemana Bimo? Aku bener-bener butuh dia sekarang," gumam Rani gadis itu terlihat sedang ketakutan dan air matanya pun berderai.
Yang Rani butuhkan detik ini hanyalah Bimo, siapalagi jika bukan lelaki itu.