Bimo mengetahui perihal Ajeng yang menculik Rani kala itu. Ia tahu karena sudah menyelidikinya. Pas banget malam ini Keluarga Ajeng datang ke rumah Bimo untuk makan malam dan membicarakan tentang pertunangan setelah lulus nanti.
Ketika sedang asyik rebahan ponsel Bimo berdering ia sudah tahu siapa orang yang menelfonnya, siapa lagi kalau bukan Ajeng.
"Jangan lupa bawain aku sesuatu, ya! Dan jangan lupa datang kesini pakai baju hitam biar sama-an."
"Iya gue juga tahu,"
"Aku tunggu kehadiran kamu sama Papa Mama kamu!" telfon terputus secara sepihak.
Bimo sebenarnya malas datang kesana, namun, jika tidak datang dan tak menuruti apa yang di mau oleh Ajeng bisa-bisa gadis itu akan mengadu ke Papanya dan itu akan menjadi masalah besar, Bimo malas meladeninya.
Bimo menggunakan mobil sendiri sedangkan orangtuanya di mobil yang berbeda.
Baru saja sampai gerbang, keluarga Bimo sudah disambut dengan ramah oleh orang-orang yang bekerja disana. Keluarga Bimo mulai menginjakkan rumah Farhan Buana-Papa Ajeng. Keluarga Ajeng mempersilakan untuk masuk dan duduk di meja makan. Sebelum duduk, Bimo memberikan bunga mawar untuk Ajeng tanpa ekspresi dan tak sepatah kata apapun yang keluar dari mulut Bimo.
Ajeng tersenyum lalu menggandeng tangan Bimo, "makasih, ya, kamu perhatian banget, deh."
Orangtua Bimo dan Ajeng tersenyum lebar senang melihat keduanya tampak dekat dan baik-baik saja. Lalu Nia-Mama Ajeng mengajak semuanya untuk segera makan.
Setelah makan malam selesai dan berbincang-bincang perihal tunangan nanti ketika mereka sudah lulus, Ajeng mengajak Bimo keluar untuk melihat indahnya bulan dan bintang dilangit.
"Kamu jangan deket-deket sama Rani terus, ya." Ucap Ajeng lalu mengenggam tangan Bimo.
"Urusan sama lo apa? Lo emang siapa gue?"
"Kita kan mau tunangan,"
"Jangan mimpi."
Ajeng langsung memeluk Bimo dengan erat.
"Aku cinta sama kamu, jangan bikin aku sakit hati."
Bimo melepaskan pelukan Ajeng darinya dan menatap gadis itu dengan tatapan benci.
"Yang namanya cinta, enggak bisa dipaksa."
"Kamu bisa kok cinta sama aku asal kamu buka hati kamu untuk aku."
"Ya enggak bisa-lah, Jeng. Dihati gue udah ada orang lain."
"Rani maksud kamu?!"
"Itu lo udah tahu." Ajeng menghentakkan kaki dan memasang wajah marah.
Bimo mendekat dan berbisik ke telinga Ajeng. "Sekali lagi lo ganggu kehidupan Rani, gue bakal bener-bener nyebarin video lo waktu ngebully Rani dulu ke sekolah lo,"
Ajeng tersenyum miring, "coba aja kalau berani."
"Oke, kalau sampe temen-temen di sekolah baru lo ngebully lo balik karena kasus ini jangan nyalahin gue,"
Ajeng membantingkan ponselnya dan berteriak lalu berkata, "Kenapa sih kamu selalu ngebela dia? Kamu tahu kan aku sama si Rani itu beda, bagaikan langit dan bumi!"
"Oh tentu jelas lo sama Rani beda. Lo licik, jahat dan tukang onar sedangkan Rani baik luar dalem. Semua orang juga bisa menyimpulkan mana orang baik, mana yang buruk."
"Tega ya, kamu! Kamu lupa atas semua yang keluarga aku kasih ke keluarga kamu, hah?!"
Bimo tersenyum kecut dan berdecih, "gue juga tahu kali keluarga lo baik karena lo ngebet pengen jadi cewek gue,"
Ajeng mulai meneteskan air matanya, perkataan Bimo memang benar. Tapi, siapa coba yang tidak merasakan sakit hati ketika lelaki yang ditaksir selama 5 tahun mengucapkan kata-kata kasar kepada kita?
"Intinya gini deh, gue enggak suka sama lo, jangan maksa orangtua gue untuk memohon ke gue biar pacaran sama lo, itu gak akan terjadi, gak semua hal yang lo mau bakal terwujud dengan uang lo itu." Lalu Bimo pergi. Ajeng mengepal tangannya kuat dan emosinya mulai menaik.
"Bimo!" Pekiknya. Namun sayang, lelaki itu tidak menoleh sama sekali. Gadis itu benar-benar tersulut emosi lagi-lagi Bimo meninggalkannya demi perempuan lain.
•••
VOTE DAN KOMEN JANGAN LUPA!!!
FOLLOW IG: @/deiviraelzikra
KAMU SEDANG MEMBACA
BIMO [END]
Teen Fiction"Jika mencintai seseorang memiliki alasan, itu bukan cinta." Bimo Arbani, ia terus dipaksa agar mau dengan wanita yang paling dibencinya, Ajeng. Karena Ayahnya sangat berpengaruh besar pada keuangan keluarga Bimo. Tapi hatinya tetap tertuju pada gad...