Sudah siap membaca ending?
Untuk salam perpisahan mari vote dan komen sebanyak-banyaknya. Hargai usaha author pemula sepertiku.
Vote dan komen yuk:')
Mungkin, BAB ini akan lumayan panjang. Jadi, jangan terlalu terburu-buru membacanya. Kalian bisa baca ketika senggang. Dan, akan ada tokoh baru di sini akan tetapi hanya figuran saja. Terimakasih
***
Jika semesta mengatakan bahwa kamu dengannya berjodoh ya mau gimana lagi. Mau kamu lari kemana pun, pada akhirnya akan tetap bersama dia.
(✿ ♡‿♡)
Tiga tahun kemudian.
Bimo sedang berjalan seraya memainkan ponselnya tiba-tiba ia tak sengaja menubruk seorang gadis yang sedang membawa tumpukan buku.
Ketika gadis itu ingin membereskan buku-buku yang berserakan dimana-mana lalu ia tak sengaja melihat sebuah foto yang membuatnya mengernyitkan dahi.
Dengan cepat, Rani mengambil foto itu dan menoleh ke arah lelaki yang sedang berhadapan dengannya.
Ketika saling tatap dengan bersamaan keduanya saling terkejut. Namun, dering ponsel mengecohkan semuanya.
"Duluan, ya." kata Bimo pada gadis itu. Tampaknya ia sedang terburu-buru.
Rani hanya diam mematung ia rasa ini bukan kenyataan alias mimpi. Lalu ia mencubit pipinya untuk memastikan dan ternyata sakit. Yang itu artinya kejadian ini adalah nyata.
Di sepanjang jalan gadis itu memerhatikan foto polaroid yang ia genggam saat ini.
"Kak Bimo masih nyimpen foto ini? Apa dia..." Rani langsung menggelengkan kepalanya dan menghilangkan pikirannya itu yang beranggapan bahwa Bimo masih menaruh rasa.
Dua puluh menit kemudian.
Baru saja Rani sampai di depan kampus Lala dan Ikke langsung menghampirinya dan memberinya banyak pertanyaan. Padahal mereka tahu bahwa semalam Rani habis mengejar tugasnya yang menumpuk.
"Lo abis ketemu sama Bimo, kan? Iya kan?"
"Hah?" spontan, Rani merasa aneh saja kok bisa mereka tahu bahwa dirinya habis bertemu dengan Bimo lebih tepatnya tidak sengaja.
"Pas lo ketemu sama dia ada bumbu-bumbu perasaan yang masih tersimpan gak?" goda Lala.
"Ish, apaan sih."
"Aelah, lo gak inget setiap hari nangisin Bimo karena kangen dan gak pernah di kasih kabar?"
"Udah ah, La. Kasian jangan di godain terus pipinya jadi merah noh." ujar Ikke dan mereka pun tertawa lalu merangkul Rani sembari berjalan menuju kelas.
"Kalau masih ada rasa jangan di pendem. Sampai-in aja, gak akan di tolak juga."
"Udah dong jangan ngeledek terus." ketus Rani. Lalu mereka bertiga segera pergi ke kelas masing-masing.
Sedangkan Bimo kini sedang menuju perjalanan ke kantor.
"Setelah sekian lama, akhirnya bisa lihat wajahnya yang gemesin itu." ucap Bimo seraya senyum-senyum sendiri.
"Ada apa nih mas senyum-senyum aja, abis ketemu cewek cantik, ya?" goda supir.
"Ini mah lebih dari kata cantik." jawab Bimo lalu supir itu tersenyum mendengarnya karena sudah lama ia tak melihat wajah Bimo se-bahagia ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
BIMO [END]
Teen Fiction"Jika mencintai seseorang memiliki alasan, itu bukan cinta." Bimo Arbani, ia terus dipaksa agar mau dengan wanita yang paling dibencinya, Ajeng. Karena Ayahnya sangat berpengaruh besar pada keuangan keluarga Bimo. Tapi hatinya tetap tertuju pada gad...