Bimo sudah tidak kuat melihat Rani dan Rey terus bermesraan apalagi di depannya. Tentu saja itu membuat perasaannya hancur sehancurnya hanya karena melihat kedua orang itu.
Contohnya sekarang, Bimo yang sedang berjalan menuju kelas tak sengaja melihat Rani dan Rey berduaan di tangga lalu ia memerhatikkan dari jauh.
"Rey, kamu tahu kan aku pinter masak," ujar Rani.
"Iya, kenapa?"
"Aku bikinin sarapan lhoo buat kamu, spesial."
"Wah, seriusan?"
Rani mengangguk cepat dan terlihat sangat ceria, "aku bikin nasi goreng telur ceplok."
Rey menerima kotak tempat makan yang diberi Rani lalu membukanya lalu ia memakannya dengan lahap.
"Gimana rasanya?" tanya Rani, penasaran.
"Enak,"
"Jelas enak dong kan buatan pacar kamu," kata Rani lalu keduanya tersenyum lebar. Bimo yang melihat itu perasaannya sedikit nyesak lalu ia pura-pura tersenyum padahal sebenarnya rapuh.
Bimo memberanikan diri untuk menaiki tangga yang juga sedang di duduki oleh Rani dan Rey. Meski menyakitkan, ia tetap melewati kedua orang itu yang sedang tertawa bersama.
Kevin yang melihat itu dari lantai tiga langsung bergegas menghampiri Bimo agar tidak terjadi peperangan.
"Woy bro, sendiri aja nih," ucap Kevin.
"Apa si, Vin..."
"Gue ngerti apa yang lo rasain sekarang. Nih denger ya, hidup ini penuh dengan kejutan. Bisa aja, orang yang kamu bangga-banggakan hari ini mengecewakanmu di kemudian hari." lalu Kevin merangkul Bimo.
"Emang gue kenapa?"
"Kita duduk dulu, deh," ujar Kevin lalu mereka duduk di bangku terdekat.
"Lo ditinggalin sama cewek bukan hanya sekali 'kan? Seharusnya lo gak terkejut dengan apa yang lo rasakan baru-baru ini,"
"Lagipula gue bukan ditinggalkan, Rani itu lupa ingatan jadi gue maklumin."
"Lo boleh pinter dalam pelajaran, Bim. Tapi soal cinta? Lo itu bodoh."
"Iya gue memang bodoh."
"Seharusnya kejadian beberapa tahun lalu yang Keira ninggalin lo gitu aja jadi pelajaran buat lo,"
"Udah-lah, gak usah sok puitis gitu gue geli dengernya." Bimo meninggalkan Kevin dan pergi ke kelasnya.
Baru saja Bimo pergi, Rani dan Rey melewati Kevin dan bahkan mereka berdua pegangan tangan. Untung saja cowok itu sudah pergi.
"Gaya amat pegangan tangan mau nyebrang lu," Rani dan Rey menoleh ke arah sumber suara lalu Kevin dengan segera memiringkan ponselnya, pura-pura sedang menonton film.
***
Rani sedang bercanda di depan kelas bersama Lala dan Ikke lalu datang Bimo memberikan es thai tea pada Rani. Lala dan Ikke sedikit terkejut melihat itu.
"Ambil, ini buat lo."
Rani terdiam lalu mengamati es thai tea tersebut dan menoleh ke arah Bimo lalu diambil.
"Makasih, Kak Bimo."
"Kak Bimo, biasanya juga manggilnya Yayang."
Ikke terkejut lalu ia menepuk paha Lala, "yayang pala lo peyang, Rani manggil sayang atau yayang pun gak pernah gimana ceritanya."
Bimo dan Rani menoleh ke arah Lala.
"Eh enggak, maksudnya ini nih gue lagi nonton series dan kebetulan namanya Bimo, gitu hehe."
Bimo dan Rani mengernyit sedangkan Ikke memukul-mukul kepalanya, frustasi.
"Alasan lo gak jelas dan gak berkelas," ucap Ikke gregetan.
Lalu Lala langsung berpura-pura tertawa cengengesan, "ngomong-ngomong itu minumannya nganggur aja, buat kita bukan?"
Ikke menutup wajahnya menahan malu karena perbuatan Lala ini.
"Ah iya, ini buat kalian." Bimo memberikan dua es yang dipegangnya pada Lala dan Ikke.
"Wah, rezeki gak kemana memang. Makasih lhoo," ujar Lala lalu ia mengajak pergi Rani dan Ikke ke tempat lain.
"Makasih!" teriak Ikke.
Mereka bertiga berhenti di koridor utama dan Rani bertanya.
"Kita ngapain lari?"
"Lah iya juga ngapain kita lari?" Lala malah bertanya balik.
Ikke mengerutkan kening wajahnya kembali menjadi Ikke yang seperti biasanya, jutek. "Orang elo yang ngajak kita lari."
Lala nyengir lalu menatap satu-satu temannya itu.
"Kalian pasti haus, ya? Udah minum aja cepet anggap aja dari gue," ucap Lala lalu ia menyeruput minumannya.
"Gini amat sih punya temen," kata Ikke lalu menepuk kepalanya.
"Dih gue kan sahabat lo bukan temen lo," koreksi Lala.
"Sama aja," sahut Ikke dengan wajah yang datar.
"Beda, Ke."
"Anggep aja sama."
"Astagfirullah," Rani beristigfar dan keduanya langsung menoleh kepadanya.
"Kenapa?"
"Kalian kenapa ribut mulu sih, masalah sepele doang juga digede-gede in."
"Dia duluan nih,"
"Dih elo duluan,"
"Elo."
"Elo, Ikke!"
"Stop-stop! Gue yang tadinya sakit tambah sakit, mending gue pergi mau..." Rani menoleh ke kanan-kiri dan depan-belakang. "Mau ketemu Rey," tambahnya dengan volume rendah alias bisik-bisik.
"Paling kalau dia udah sembuh ingatannya bakal nangis-nangis merasa malu dengan apa yang dia lakuin dua minggu lebih ini," cetus Lala.
VOTE & KOMEN!
instagram: @/deiviraelzikra

KAMU SEDANG MEMBACA
BIMO [END]
Teen Fiction"Jika mencintai seseorang memiliki alasan, itu bukan cinta." Bimo Arbani, ia terus dipaksa agar mau dengan wanita yang paling dibencinya, Ajeng. Karena Ayahnya sangat berpengaruh besar pada keuangan keluarga Bimo. Tapi hatinya tetap tertuju pada gad...