Hujan tiba-tiba saja turun padahal baru saja Rani keluar dari sekolah, ia langsung berlari mencari tempat teduh untuk berdiam diri menunggu hujan reda. Mengapa Rani tidak bersama 2 temannya? Karena, tadi Rani izin untuk tidak pulang bareng ada sesuatu yang ia ingin beli di toko aksesoris dan kedua temannya menunggu di tempat kafe biasa karena Rani hanya ingin sendiri.
Sudah dua puluh menit menunggu namun hujan belum juga reda, terpaksa gadis itu berlari agar bisa cepat-cepat sampai di toko aksesoris. Tiba-tiba saja ada sebuah payung yang memayungi kepalanya. Rani menoleh ke arah orang yang memayunginya dan ternyata orang itu adalah Bimo. Mereka berdua saling tatap beberapa detik lalu Bimo memberikan senyuman kepadanya hingga membuang dirinya salah tingkah.
"Kok kamu ada disini?" tanya Rani.
"Harusnya aku yang tanya, kenapa jam segini belum sampe rumah?" jawab Bimo sembari menaikkan satu halisnya.
"Mau ke toko aksesoris,"
"Yaudah aku anterin." Ajak Bimo
"H-hah? Eh, enggak usah, Kak."
"Enggak usah manggil Kakak, kan dulu udah pernah diingetin jangan manggil Kakak. Berasa tua gue."
"Eh iya, ma-maaf, Bim."
***
Lala dan Ikke terus-terusan melihat ke arah jam tangan, mereka khawatir jika Rani terjadi apa-apa. Pasalnya, telfon dan chatnya belum dibalas-balas bahkan handphonenya aktif empat jam yang lalu.
Setelah selesai membeli sesuatu di toko aksesoris dan Bimo menunggunya, mereka berdua langsung pulang dan Bimo mengantarkan Rani.
"Bim, sebentar, ya. Mau hubungin temen-temen aku dulu, takut mereka nunggu lama." Bimo mengangguk sembari memakai helm-nya.
Rani menelfon salah satu temannya, Ikke.
"Ke, gue gak bisa kesana deh, ada urusan. Have fun, ya, kalian! Bye." lalu Rani mematikan telfonnya dan langsung menaiki motor Bimo yang katanya belum pernah diduduki oleh wanita lain.
Sepanjang perjalanan tetap hening, mereka tak saling bicara. Keheningan hancur ketika kendaraan lewat atau suara-suara orang-orang yang sedang mengobrol. Bimo tak pandai membuka topik begitu pula Rani.
Hujan kembali turun, membuat Bimo membelokkan motornya pada sebuah gerbang menuju perumahan.
"Eh mau kemana, Bim?"
"Mending ke rumah gue aja dulu, ini hujan pasti bakal awet takut lo sakit." motor Bimo berhenti di depan rumahnya dan langsung mengajak Rani masuk ke dalam.
Vio-Mama Bimo mengerutkan kening karena ia baru pertama kali melihat Rani dan Bimo baru berani lagi membawa perempuan ke rumahnya terakhir lima tahun, mantan pacarnya yang dahulu tiba-tiba meninggalkannya ke luar negeri.
"Ini siapa, Bim?" tanya Vio.
"Ahiya, bun, kenalin ini adik kelas Bimo namanya Rani," Rani tersenyum dan bersalaman dengan Vio.
"Nama yang manis, kayak orangnya." Puji Vio pada Rani.
"Bimo ajak kesini dulu karena diluar hujan besar."
Lisa-Adik Bimo yang baru saja turun dari kamarnya langsung menyapa Rani.
"Hallo Kak! Kenalin nama aku Lisa, Lisa Zeskia Arbani. Panggil aja Lisa,"
"Hallo, cantik..."
"Rani, kamu ganti baju dulu gih takut masuk angin, pinjam baju Lisa aja, ya, Tante mau buatkan teh hangat dulu." Lisa langsung mengajak Rani ke kamarnya dan Bimo pergi ke kamar mandi untuk mandi menggunakan air hangat.
Rani tiba di kamar Lisa yang bernuansa serba pink itu.
"Kak, sekalian mandi aja, ya, tuh disana kamar mandinya. Jangan lupa pakai air hangat!" ujar Lisa pada Rani dan gadis itu mengangguk seraya tersenyum.
"Kak, mau pakai baju yang mana?" tanya Lisa sembari membukakan pintu lemarinya yang besar itu.
"Yang oversize aja, kalau aku pakai baju kamu yang pas banget di kamu gak akan muat,"
Lisa nyengir, "iya juga, ya,"
Setelah Rani mengganti baju mereka berdua keluar untuk ke ruang tamu, namun dengan sialnya, Rani tak sengaja melihat Bimo tak memakai baju hanya memakai celana saja. Matanya tak sengaja melihat keindahan perut Bimo yang sixpack dan tangan Bimo yang berotot itu.
Ketika Bimo menoleh dan mereka saling tatap beberapa detik lalu ia langsung kabur terbirit-birit merasa malu.
Rani berteriak, "Aku enggak lihat, kok!"
Lisa menahan tawanya lalu seketika tawanya meledak karena tak bisa mengontrolnya.
"Ngakak!"
"Ke-kenapa?" tanya Rani, gugup.
"Lucu lihat pipi Kakak yang merah itu gara-gara lihat perut Bang Bimo!"
"Ha-hah? Eng-enggak lihat, kok."
"Iya Kak, percaya. Udah yuk kita turun ke bawah kita minum teh hangat," ajak Lisa dan Rani masih merasa gugup.
"Ada apa rame banget nih," tanya Vio.
Lisa tertawa sebentar, "enggak Mi, haha."
Rani menemani Lisa menggambar dan malam pun tiba, Bimo menawarkan Rani untuk diantarkan olehnya tapi ia tolak.
"Ayo," ucap Bimo.
"Enggak usah, aku bisa pulang sendiri."
"Canggung amat sih, udah Kak, yang tadi jangan dipikirin, ayo sana dianterin aja sama Bang Bimo," ledek Lisa.
Vio menatap Lisa memberi kode untuk tidak menggoda Abangnya itu dan Rani.
"Iya Bunda, bercanda doang astaga."
•••
VOTE & KOMEN!
FOLLOW IG: @/deiviraelzikra

KAMU SEDANG MEMBACA
BIMO [END]
Fiksi Remaja"Jika mencintai seseorang memiliki alasan, itu bukan cinta." Bimo Arbani, ia terus dipaksa agar mau dengan wanita yang paling dibencinya, Ajeng. Karena Ayahnya sangat berpengaruh besar pada keuangan keluarga Bimo. Tapi hatinya tetap tertuju pada gad...