Part 2

2K 169 0
                                    

Yuki tercekat. Ia menatap wanita itu lekat. Wajahnya begitu tidak asing untuknya. Tapi, ketika ia berusaha mengingatnya seorang anak laki-laki kecil datang mencubit tangannya. Ia tersentak dan membuatnya meringis kesakitan.

"Aww..." pekik Yuki sambil mengusap tangannya.

Ia menatap tajam anak itu. Baru ia akan berkata, namun tiba-tiba terdengar suara deringan ponsel. Yuki menyadari kalau itu suara ponsel miliknya. Yuki kembali menatap orang-orang yang ada dihadapannya. Ia masih belum mengerti kenapa ia bisa berada di tempat ini. Sesaat sebelum Yuki bertanya, sebuah tepukan keras mendarat di pundaknya. Yuki terkejut. Itu membuatnya membuka mata dan kembali menatap ke sekeliling. Aneh. Saat ini ia sudah berada di kamarnya.

"Ini benar-benar kamar gue. Terus, orang tadi..." gumam Yuki. Ponselnya kembali berdering. Ia segera mengambilnya. Kemudian sebuah senyuman tercipta di bibir Yuki ketika ia melihat nama si penelepon.

"Halo, Om."

"Happy birthday, honey." ujar suara seorang lelaki.

"Makasih, Om. Kenapa Om ngga pulang sih? Aku kan kangen," rengek Yuki.

"Maaf. Om terlalu sibuk, Yuki. Oh iya, apa kamu sudah menerima hadiah dari Om. Mereka bilang, hadiahnya sudah tiba di sana."

"Hadiah?" tanya Yuki kaget.

"Iya, cobalah turun ke bawah. Dan keluar." ujar Om Indra.

Yah, dia adalah adik bungsu dari papa Yuki. Dia saat ini sedang berada di luar negeri. Yuki berlari pelan keluar. Ia bergegas membuka pintu. Dan betapa terkejutnya ia, melihat Lamborghini Veneno terparkir manis di halaman rumahnya. Yuki ternganga sambil berteriak dalam hati, Oh My God!

"Om, come on! I never want it." ujar Yuki terdengar kaget.

"I know, honey. But I want." terdengar tawa gembira dari Om Indra. Itu membuat Yuki frustasi. Kenapa tidak, meskipun gadis itu hidup dengan kemewahan, tapi ia tidak sama sekali menyukai kemewahan. Dan Om tersayangnya itu memberikan hadiah paling mewah di hari ulang tahunnya.

"Om dengar kamu sudah mendapatkan SIM. Jadi, pergunakanlah SIM itu dengan baik." perintah Om Indra.

"Tapi, Om..."

"Om ngga mau tahu. Kamu harus selalu gunain pemberian Om kali ini. Ingat, honey, Om akan selalu tahu kamu menggunakannya atau tidak," ujar Om Indra sambil tertawa kecil. Yuki pun ikut tertawa. Ia tahu keinginan Om nya itu tidak bisa ia tolak.

"Makasih ya, Om. I Love You," ujar Yuki senang.

"I Love You too, honey." Klik. Komunikasi terputus. Yuki segera masuk ke dalam. Dari kejauhan, dua pasang mata menatapnya tajam. Tante Cindy dan putrinya, menatap benci ke arah Yuki.

"Mami, aku mau itu..." rengek Natasha. Tante Cathy hanya tersenyum licik dan mengangguk.

"Nanti akan Mami belikan buat kamu, sayang." ujar Tante Cathy.

= * =

Hari ini Yuki berhasil menjadi pusat perhatian. Karena dia datang menggunakan Lamborghini Veneno-nya. Semua mata tidak berhenti menatap dan berdecak kagum. Yuki dengan keramahtamahan yang ia miliki tersenyum pada semua orang yang menatapnya iri. Ia pun keluar dari mobil dan segera berjalan meninggalkan area parkiran.

"Yuki..." pekik seseorang.

Yuki kenal siapa pemilik suara itu. Nina Rayns. Sahabat terbaik yang dimiliki Yuki. Satu-satunya sahabat yang mengenal baik Yuki. Yuki tersenyum dan merentangkan kedua tangannya. Bersiap-siap menerima pelukan dari Nina. Keduanya berpelukan.

"Happy birthday, sweety." pekik Nina dalam pelukannya.

"Makasih ya. Tapi gue kecewa sama lo. Kenapa lo ngga datang," tanya Yuki kecewa.

"Wanita tua dan anak centilnya itu berhasil ngancam gue." jawab Nina sambil manyun. Yuki tertawa geli melihatnya.

"Eh, gue pengen cerita sesuatu sama lo," ujar Nina.

"Apaan?" tanya Yuki antusias.

Nina pun mulai bercerita. Mereka memilih duduk di kursi bawah pohon. Sesekali terdengar tawa dari keduanya. Namun sesaat kemudian Yuki mulai kehilangan konsentrasinya menjadi pendengar yang baik bagi Nina. Matanya terfokus pada satu arah. Lelaki yang baru turun dari motor sportnya. Mata Yuki tak lepas dari objeknya. Sesekali tersenyum geli melihat lelaki itu dikelilingi para wanita seumurannya. Banyak dari mereka yang mengajak foto bersama atau memberikan kue atau bekal untuk makan siang.

Stefan Azof, meskipun dia bukan seorang selebriti, tapi reputasi sebagai senior terfavorit dan paling keren berhasil membuatnya menjadi selebriti kampus. Yuki masih menatap lekat ke arah Stefan. Nina merasa ada yang aneh. Karena pembicaraannya sama sekali tidak dikomentari oleh Yuki. Nina mengikuti arah pandangan Yuki. Dan terlihatlah sosok Stefan yang dikelilingi banyak wanita.

"Ohh...Pantesan aja gue berasa ngomong sendiri. Ternyata ada orang yang lagi fokus." ejek Nina. Yuki melirik Nina geli.

"Apaan sih?" tanya Yuki tersipu malu. Nina menatap Yuki.

"Sampe kapan lo akan jadi pengagum jarak jauh Stefan, heh? Udah 3 tahun lebih, apa lo ngga capek kayak gini terus. Come on, sweety." ujar Nina.

"Kayaknya sulit deh, Nin. Lo liat aja, penggemarnya makin banyak aja. Perbandingannya 1 berbanding 10.000. Kebayang ngga kalo gue harus bersaing sama mereka," ujar Yuki sambil menunjuk ke arah para wanita itu. Nina menggeleng pelan.

"Terus, apa yang akan lo lakuin."

"Let it flow." jawab Yuki pendek.

"Eh, semalem gue ngalamin hal yang aneh. Gue berasa mimpi, tapi semuanya kelihatan nyata. Gue ketemu orang yang mirip banget sama gue. Dan anehnya lagi, ada Stefan disana." cerita Yuki. Nina menatapnya geli. Ditatapnya Yuki sambil tertawa kecil dan tersenyum kecil.

"Gue serius, Nin." ujar Yuki seolah-olah mengerti maksud tatapan geli sahabatnya itu. Seorang pria mendengar dengan baik pembicaraan kedua gadis itu.

continue...

Back in TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang