"Yuki..." panggil seseorang. Suara seorang lelaki. Yuki menoleh ke belakang. Ia sedikit terkejut melihat kehadiran orang itu.
"Max..." ucap Yuki pelan. Ia pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Sekarang ia sudah kembali ke dapur. Max berjalan mendekati Yuki.
"Lo kenapa, Ki?" tanya Max yang kemudian duduk didepan Yuki. Yuki hanya tersenyum kecil. Ia mengusap pipinya perlahan.
"Gue tiba-tiba kangen sama orangtua gue," ujar Yuki pelan. Max tersenyum kecil.
"Gue ngerti gimana perasaan lo." ujar Max pelan. Yuki tampak terkejut mendengar ucapan Max. Ia menatap Max lekat.
"Gue sama Stefan kehilangan orangtua waktu kita kecil. Waktu itu Stefan baru umur 10 bulan. Orangtua kita meninggal karena dibunuh orang. Untung gue sama Stefan bisa lari." cerita Max. Yuki terlihat terkejut mendengar cerita Max.
"Jadi Stefan ngga tahu gimana wajah orangtuanya," ujar Yuki pelan. Max mengangguk.
"Gue dan Stefan lari ke tempat Bi Inah, pembantu keluarga. Ngga ada kenangan yang tersisa. Rumah kami yang dulu dibakar. Sejak saat itu gue harus berjuang untuk merawat Stefan." ujar Max.
Yuki tidak melepaskan pandangannya dari Max. Ia tidak tahu ternyata hidup Stefan begitu sulit. Ia masih ingat Stefan pernah mengatakan kalau kenangan sudah terekam dihati dan pikiran. Bagaimana bisa Stefan mengatakan hal demikian, sedangkan ia tidak pernah melihat orangtuanya. Yuki menarik napas pelan. Max berdiri dari duduknya lalu mengambil air minum dan meneguknya.
"Cepatlah istirahat, oke?" ujar Max sambil tersenyum. Ia pun pergi meninggalkan Yuki.
Yuki memikirkan hal yang baru saja terjadi. Bagaimana bisa? Apa tadi hanya mimpi? Tapi semuanya terlihat begitu nyata. Yuki menggaruk kepalanya frustasi. Ia sekarang bingung dengan apa yang telah terjadi.
= * =
Yuki tidak melepaskan pandanganya dari Stefan. Stefan sedang fokus dengan menyetirnya. Tapi ia tahu kalau Yuki saat ini sedang memandanginya.
"Ada apa?" tanya Stefan dingin. Yuki gelagapan. Ia ketahuan sedang memperhatikan Stefan.
"Ngga. Ngga ada apa-apa kok," jawab Yuki cepat. Ia pun segera mengalihkan pandangannya ke depan.
"Ehm...makasih ya, lo udah kasih bingkai foto orangtua gue," ujar Yuki sambil tersenyum.
"Hmm..." gumam Stefan.
Tak berapa lama kemudian mereka telah sampai di kampus. Di parkiran Gio, Kevin, Kimmy dan Nasya sudah menunggu mereka disana. Stefan tampak bingung dengan kehadiran mereka.
"Kenapa anak kecil itu ada disini," gumam Stefan. Ia pun memarkirkan mobilnya. Lalu keduanya keluar dan berjalan mendekati Gio dan lainnya.
"Ada apa nih?" tanya Yuki.
"Hanya untuk berjaga-jaga," jawab Kevin. Gio berjalan mendekati Yuki. Ia memegang tangan Yuki. Lalu memperhatikan perban yang membalut lukanya.
"Semua baik-baik aja kan?" tanya Gio lembut.
Yuki memandang Gio bingung. Ada apa dengan lelaki ini? Kenapa tiba-tiba jadi perhatian? Yuki hanya mengangguk kecil sambil tersenyum menanggapi pertanyaan Gio.
"Stefan..." Nasya berlari ke arah Stefan dan langsung memeluk Stefan. Stefan hanya diam. Tanpa ekspresi. Tanpa perlawanan. Yuki memandang syok keduanya.
"Apa-apaan dia!" pekik batin Yuki. Yuki membuang pandangannya.
"Stef, temenin aku ya. Aku mau ke toko buku." ujar Nasya manja.
"Lo ngga sekolah?" tanya Stefan. Nasya menggeleng cepat. Ia bergelayut manja di lengan Stefan. Mata Stefan memandang ke arah Yuki yang saat ini sedang menunduk dalam.
"Gue bener-bener ngga tahan. Gerah banget disini," gumam batin Yuki. Kevin dan Kimmy saling berpandangan. Mereka tersenyum geli melihat tingkah Yuki dan Stefan. Cemburu dalam diam.
"Gue ke kelas dulu," ujar Yuki seraya berlalu.
"Yuki...tunggu..." pekik Gio yang berlari mengejar Yuki. Stefan memandang tidak senang keduanya.
"Makanya, jangan ngelakuin yang macem-macem." ujar Kimmy geli. Kevin tertawa kecil. Stefan segera melepaskan tangan Nasya.
"Lain kali aja, Nas. Gue ada kelas." ujar Stefan seraya berlalu pergi. Nasya memandang Stefan kesal. Kimmy dan Kevin pun pergi meninggalkan Nasya yang semakin kesal karena ditinggal sendiri.
Yuki dan Gio jalan beriringan. Tiba-tiba Gio menggenggam tangan Yuki. Yuki memandang Gio bingung. Gio hanya tersenyum. Semua mata memandang ke arah mereka.
"Ini terasa aneh," ujar Yuki. Aww... Pekik Yuki karena tiba-tiba Stefan hadir diantara Yuki dan Gio. Itu membuat genggaman tangan mereka berdua. Gio mengangkat sebelah alisnya bingung.
"Sorry, gue buru-buru." ujar Stefan dingin seraya pergi tanpa merasa bersalah. Yuki dan Gio saling berpandangan.
"Aneh..." ucap mereka serempak.
Gio mengantarkan Yuki sampai dikelasnya. Yuki sedikit bingung dengan apa yang terjadi. Kenapa Gio tiba-tiba berubah menjadi sosok yang sangat dikagumi kaum cewek. Yuki menarik napas panjang.
"Gio, lo kenapa sih hari ini?" tanya Yuki penasaran.
"Hah? Apa? Gue baik-baik aja kok." jawab Gio sambil tersenyum manis. Yuki mengerutkan keningnya.
"Cara bicara lo, perhatian lo, sikap lo, dan...semuanya beda dari lo yang biasanya. Dimana Gio yang berantakan dan sok kegantengan yang gue kenal?" ujar Yuki panjang lebar. Gio menatap Yuki lekat sambil tersenyum kecil. Ia memegang kedua bahu Yuki dan menatapnya lebih dalam.
"Gue suka sama lo, Ki." ujar Gio tegas, mantap, dan jelas. Yuki tercengang. Ia mengerjapkan kedua matanya berulangkali. Meyakinkan kalau yang ia dengar ini hanyalah mimpi. Gio tersenyum geli melihat ekspresi Yuki.
"Gue mau lo jadi cewek gue," ujar Gio kemudian. Kali ini mata Yuki tidak berkedip. Ia menelan ludahnya pelan. Gio mencubit pelan pipi kanan Yuki. Meyakinkan kalau semua ini bukanlah mimpi.
"Gue..." Yuki menggantung kalimatnya. Matanya tertuju pada orang yang berada di belakang Gio. Orang itu menatapnya tajam. Tangannya mengepal keras. Yuki menatap Gio dan kembali menatap orang itu bergantian.
"Yuki..." panggil orang yang berada di belakang Gio. Gio melepaskan pegangan tangannya di bahu dan menoleh ke belakang.
"Elo..."
continue...

KAMU SEDANG MEMBACA
Back in Time
FantasyMasa lalu tetaplah masa lalu. Biarlah itu menjadi kenangan. Dan biarlah semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Karena apa yang telah kita dapatkan pastilah ada makna indah tertentu di dalamnya - Azura Stefkivers