"Stefaaaan..." teriak Yuki sekerasnya.
Bukk...bukk... Terdengar lari kecil menghampirinya.
"Kakak udah sadar?" tanya sang adik.
"Hah?" Yuki bingung.
"Kakak juga manggil nama aku," ujar sang adik senang.
"Apa?"
Yuki semakin bingung. Ia memperhatikan anak kecil dihadapannya dengan seksama. Ia tidak mengenal anak itu. Aww... Yuki meringis pelan sambil memegangi kepalanya yang diperban. Yuki mengedarkan pandangannya. Lalu memandang anak kecil yang berdiri sambil tersenyum ke arahnya.
"Saya ada dimana?" tanya Yuki pelan seraya berusaha untuk duduk.
"Kakak dirumah aku. Beberapa hari ini kakak tidak sadarkan diri. Aku dan kakakku menemukan kakak hanyut di laut." cerita sang adik.
Yuki tampak berpikir. Ia berusaha mengingat semua kejadian yang ia alami. Yuki tersentak. Ia ingat mobilnya tercebur ke laut. Yuki tercekat. Itu artinya ia masih berada di masa lalu. Yuki memandang anak kecil itu lekat. Lalu tersenyum kecil.
"Nama kamu siapa?" tanya Yuki lembut.
"Aku Stefan. Dan kakakku, Max." jawab Stefan kecil seraya menunjuk Max kecil yang baru datang.
"Kamu Stefan?" tanya Yuki tak percaya.
Stefan kecil mengangguk. Yuki terdiam. Apa ini? Apa yang baru saja terjadi? Dua anak kecil ini adalah Stefan dan Max. Tidak hanya di masa depan, bahkan di masa lalu pun dua kakak beradik itu menolong Yuki. Takdir seperti apa yang sedang mereka jalani?
= * =
Stefan melangkahkan kakinya pelan menuju kamarnya yang beberapa hari ini sudah menjadi kamar Yuki. Ia menatap seisi ruang. Sejenak ia hanya berdiri mematung. Kemudian ia berjalan ke arah laci meja belajarnya. Membuka laci itu dan mengambil sebuah bingkai foto. Mata Stefan membulat sempurna melihat bingkai tersebut. Kosong. Tidak ada gambar siapa-siapa kecuali sebuah gitar.
"Kemana? Kenapa Yuki..."
Stefan tercekat. Ia menelan ludahnya pelan. Matanya hampir tidak berkedip sedikit pun. Ia masih ingat di bingkai itu ada gambar Yuki yang sedang memegang gitar. Hari itu Stefan sengaja menitipkan gitarnya pada Yuki. Betapa bahagianya Yuki saat itu, karena dapat memegang gitar orang yang ia sukai. Dari kejauhan, Stefan melihat itu. Ia tidak tahan ingin mengabadikan senyuman manis milik gadis yang ia sukai diam-diam itu. Stefan pun memotret Yuki diam-diam. Lalu mencucinya dan memasangnya pada sebuah bingkai yang diletakkannya di atas meja belajar. Karena setiap kali Stefan merindukan gadis itu, ia akan melihat gambar itu. Namun untuk sementara waktu ia menyembunyikan bingkai tersebut agar tidak ketahuan oleh si model yang ada di foto tersebut. Tapi sekarang gambar Yuki tidak ada. Hilang. Lenyap. Drrtt...drrtt... Ponsel Stefan berdering. Nama Kimmy tertera di layar ponselnya.
"Halo,"
"Stefan, Yuki hilang... ehmm...maksud gue, aduh... gimana sih ngejelasinnya," Kimmy mendesah kesal. Stefan merasakan firasat hal yang sama terjadi juga pada Kimmy. Kimmy menarik napas pelan. Tegang.
"Kami pernah berfoto berdua. Gue sama Yuki. Dan foto itu gue jadiin wallpaper laptop gue. Tapi tadi barusan gue buka laptop gue, yang ada cuma gue sendiri. Yuki ngga ada." cerita Kimmy. Stefan duduk diam mendengarkan ucapan Kimmy. Ia juga tidak mengerti kenapa hal ini bisa terjadi.
"Stefan," panggil Kimmy pelan.
"Gue tahu, Kim." ujar Stefan pelan.
"Apa?" tanya Kimmy kaget.
"Kita bicarain ini besok aja," ujar Stefan seraya memutuskan komunikasi itu. Ia pun merebahkan tubuhnya ke ranjang. Menghirup dalam aroma tubuh Yuki yang membekas.
= * =
"Nama kakak siapa?" tanya Stefan kecil.
"Yuki," jawab Yuki pelan. Ia memperhatikan lekat wajah kedua kakak beradik itu. Keduanya tersenyum senang. Akhirnya orang yang mereka selamatkan baik-baik saja.
"Stefan, cepat kamu telepon Om Arian. Bilang kakaknya udah sadar," perintah Max. Stefan mengangguk semangat lalu berlari keluar.
"Om Arian!" pekik batin Yuki.
"Jangan bilang Om Arian juga..." Kepala Yuki berdenyut mengingat tentang masa depannya.
"Ehmm...Max, sudah berapa lama saya disini?" tanya Yuki pelan. Max tampak berpikir, ia menghitung jemarinya.
"Kira-kira 2 minggu ngga sadarkan diri," jawab Max.
"Hah! 2 minggu?" pekik Yuki. Selama itu? Bagaimana dengan masa depannya? Ia menghilang selama 2 minggu. Yuki memijit pelan kepalanya yang semakin terasa pusing.
"Kak Yuki baik-baik aja kan?" tanya Max cemas.
Yuki mengangguk pelan. Tak berapa lama kemudian Stefan datang bersama seorang lelaki dan seorang dokter. Yuki memperhatikan wajah Arian lekat. Masih muda. Bahkan sangat muda. Ia tidak salah lagi, Om Arian yang sekarang adalah Om Arian yang sama seperti yang ada di masa depan. Dokter pun menghampiri Yuki dan memeriksa kondisi Yuki.
"Semua baik-baik saja. Hanya butuh beberapa hari saja untuk memulihkan tenaganya." ujar Dokter.
"Terima kasih, dokter." ucap Om Arian seraya mengantar dokter keluar. Sesaat kemudian ia masuk dan mendekati Yuki.
"Jadi, kamu ini siapa? Dan kenapa kamu bisa hanyut di laut?" tanya Om Arian.
Yuki menarik napas. Ia pun menceritakan semuanya. Kecelakaan dan rencana percobaan pembunuhan terhadap orang tuanya. Namun Yuki tidak menceritakan bagian ia datang dari masa depan.
"Berarti kamu dalam bahaya. Orang-orang itu tidak akan melepaskan kamu begitu saja," ujar Om Arian. Yuki mengangguk setuju.
"Itu artinya kita harus menjaga kak Yuki. Iya kan, kak?" ujar Stefan kecil sembari bertanya pada kakaknya, Max. Max mengangguk semangat. Yuki tersenyum geli melihat tingkah kakak beradik itu.
= * =
Stefan dan lainnya sudah menunggu di basecamp. Kimmy tidak henti-hentinya memperhatikan wajah Stefan. Lelaki itu terlihat tidak semangat. Sepertinya ia kurang tidur semalam. Gio tidak mengalihkan pandangannya dari laptop Kimmy. Sedangkan Kevin mengetuk-ngetukkan jarinya ke sisi meja.
"Jadi apa maksudnya ini? Apa yang sebenarnya terjadi pada Yuki?" tanya Gio pelan.
"Gue ngga tahu. Yang gue tahu, dia pergi ke masa lalu dan..."
Stefan menghentikan kalimatnya. Kedua rahangnya mengatup keras. Menahan amarah yang tidak tahu untuk siapa amarah itu dilampiaskan. Sesaat kemudian Arian datang. Dan menatap mereka satu per satu. Ia sudah mendengar cerita tentang Yuki dari Kevin semalam.
"Mungkin Yuki sudah mati..." ujar Arian kemudian.
continue...

KAMU SEDANG MEMBACA
Back in Time
FantasyMasa lalu tetaplah masa lalu. Biarlah itu menjadi kenangan. Dan biarlah semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Karena apa yang telah kita dapatkan pastilah ada makna indah tertentu di dalamnya - Azura Stefkivers