Pagi-pagi sekali Yuki sudah bangun. Tapi ia enggan keluar dari kamar. Ia masih ingin menikmati suasana kamar Stefan. Saat mengamati setiap sisi ruangan, Yuki tertarik pada sebuah bingkai foto yang posisinya telungkup di atas meja belajar. Yuki berjalan pelan mendekati, tangannya sudah menyentuh bingkai tersebut. Ia penasaran ada apa dibalik bingkai tersebut. Tok...Tok...Tok... Sebuah ketukan pintu dari luar mengejutkan Yuki.
"Yuki..." panggil seseorang dari luar. Yuki berjalan ke arah pintu, lalu membukanya. Terlihat Stefan berdiri dihadapannya.
"Gue mau mandi," ujar Stefan seraya masuk ke dalam.
Yuki melongo. Lalu ia tersenyum kecil, ia baru ingat kalau sekarang ia berada di kamar Stefan. Yuki pun keluar setelah membereskan tempat tidur Stefan. Ia menuruni anak tangga dan mendapati Max sudah duduk di meja makan.
"Pagi, Yuki. Gimana tidurnya, nyenyak?" tanya Max sambil tersenyum menunjukkan lesung pipinya. Yuki mengangguk kecil.
"Pagi, Max. Ehm...nyenyak kok." jawab Yuki.
Bi Inah, pembantu rumah tangga keluarga Stefan sudah membuat nasi goreng untuk sarapan pagi ini. Tak lama kemudian Stefan turun dan langsung mengambil tempat di hadapan Yuki. Ia melihat Yuki sekilas. Lalu ia teringat akan kejadian semalam. Stefan tersenyum kecil.
"Kenapa lo? Kesambet?" tanya Max. Kontan Stefan menatap tajam ke arah Max. Max tertawa kecil. Lalu ia meletakkan telur mata sapi ke piring Stefan dan Yuki secara bergantian.
"Jadi, Yuki, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Max sambil memasukkan nasi goreng ke dalam mulutnya.
Sambil makan Yuki menceritakan semuanya. Kejadian malam yang mengerikan hingga menunggu kepulangan Om-nya dari Jepang. Max menghela napas panjang. Lalu memandang Stefan lekat.
"Gue sih setuju aja lo tinggal disini selama yang lo mau, tapi Stefan..." Max menggantung kalimatnya, menunggu reaksi dari Stefan. Stefan menyuap nasi gorengnya. Lalu terdiam sejenak. Yuki menunggu jawaban Stefan dengan perasaan gelisah.
"Harusnya lo tahu kenapa gue bawa lo kesini," ujar Stefan dingin. Yuki tersenyum senang.
"Makasih ya," ujar Yuki. Ia mengerti maksud perkataan Stefan. Lelaki itu menyetujuinya untuk tetap tinggal dirumahnya.
"Ayo cepat abisin makanan lo, emangnya lo ngga ada kelas pagi ini." ujar Stefan dingin.
Yuki mengangguk, lalu dengan lahapnya ia menghabiskan nasi gorengnya. Kini mereka tengah bersiap berangkat ke kampus. Yuki berdiri didepan mobil Stefan.
Stefan menatapnya bingung."Lo ngapain berdiri disitu?" tanya Stefan yang sudah berada didalam mobil. Yuki hanya tersenyum kecil sambil melirik ke arah jalan. Berharap ada taksi yang lewat. Ia tidak ingin merepotkan Stefan lagi.
"Ayo, masuk. Taksi ngga lewat sini," ujar Stefan.
Perlahan Yuki mendekat lalu masuk ke dalam mobil. Mereka berangkat berdua. Selama perjalanan mereka hanya diam. Larut dalam pikiran mereka masing-masing.
"Sejak kapan lo bisa ngelakuin itu," tanya Yuki memecah kesunyian. Stefan menoleh sekilas, lalu kembali menyetir.
"Maksud lo?" tanya Stefan balik. Yuki menghela napas pelan.
"Ngeliat masa depan," jelas Yuki. Stefan tersenyum kecil.
"Dua tahun yang lalu," ujar Stefan. Yuki terperangah sambil menatap Stefan tidak percaya.
"Gimana perasaan lo saat itu?" tanya Yuki lagi.
"Sedikit kaget. Tapi akhirnya gue enjoy ngejalaninnya," jelas Stefan sambil melihat Yuki sekilas. Yuki tersenyum kecil.
"Waktu itu, gue pernah ngeliat lo di masa depan gue." ujar Yuki. Deg-deg-deg! Jantung Stefan tiba-tiba berdetak lebih cepat.
"Apa yang lo liat?" tanya Stefan dingin. Yuki sedikit tercekat.
"Ngga banyak. Gue cuma liat lo ada disebelah gue," cerita Yuki sambil tersenyum kecil.
Mereka akhirnya tiba di kampus. Mobil Stefan terparkir di tempat biasa. Yuki bisa melihat para gadis-gadis centil itu menunggu idola mereka. Ia juga melihat Nina menunggunya. Yuki memegang handle pintu, membukanya lalu keluar. Betapa terkejutnya gadis-gadis centil itu, melihat sang idola turun bersama senrang gadis. Yuki tertunduk dalam. Hal itu membuat ia tidak sadar kalau Stefan sudah berdiri dihadapannya. Sehingga ia menabrak Stefan ketika hendak ingin berjalan ke depan.
"Selesai kuliah, lo tunggu aja gue di sini," ujar Stefan lalu pergi sebelum Yuki mengatakan iya.
Lalu ia berjalan ke arah Nina. Nina tersenyum penuh makna melihat Yuki berjalan ke arahnya. Nina sudah tidak sabar ingin tahu cerita dibalik kebersamaannya bersama Stefan pagi ini. Yuki berlari kecil, lalu memeluk Nina dengan erat.
"Nina...Lo harus tahu ini..." bisik Yuki kemudian. Mata Nina membulat sempurna mendengar apa yang dikatakan Yuki.
"Oh my God? Really?" tanya Nina tidak percaya.
Yuki mengangguk mantap sambil tersenyum bahagia. Mereka berdua tertawa sambil mendengarkan cerita dari Yuki. Tiba-tiba terdengar suara derap langkah. Nina melihat sekilas. Lalu membuang wajahnya.
"Kemana aja lo semalaman?" tanya Natasha yang sudah berdiri dihadapan Yuki dan Nina. Yuki sedikit terkejut melihat kehadiran Natasha bersama beberapa pengawal, lalu kembali untuk tetap tenang.
"Bukan urusan lo,"jawab Yuki sekenanya. Mendengar itu mata Natasha melotot kesal. Lalu ia mencengkram pergelangan tangan Yuki kuat. Aww... Jerit Yuki. Natasha makin erat menggenggamnya.
"Ikut gue, lo harus pulang sekarang."ujar Natasha.
"Ngga!"pekik Yuki sambil berusaha melepaskan diri.
Semua mata memandang ke arah mereka berdua. Penasaran apa yang sebenrnya terjadi. Nina berusaha membantu,tapi ia dihalangi oleh pengawal yang mengikuti Natasha.
"Lepasin gue!"pekik Yuki lagi.
"Lepasin dia,"ujar seseorang. Yuki sedikit kaget melihat siapa orang di depannya.
continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
Back in Time
FantasyMasa lalu tetaplah masa lalu. Biarlah itu menjadi kenangan. Dan biarlah semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Karena apa yang telah kita dapatkan pastilah ada makna indah tertentu di dalamnya - Azura Stefkivers