Cukup lama mereka berada pada posisinya. Mata Yuki mengerjap berulang kali. Tangan Stefan masih erat memegangi tubuh Yuki yang limbung. Seperti ada sengatan listrik ditubuh Yuki. Tubuhnya tiba-tiba menegang. Entah berapa lama mereka akan bertahan pada posisi seperti itu kalau tidak ada Max yang menyadarkan mereka.
"Eheemm... Ada tontonan gratis nih," ujar Max sambil tertawa kecil seraya berjalan menuju kamarnya. Dengan cepat keduanya melepaskan pegangan masing-masing.
Pfuuhh... Yuki menghembuskan napasnya berat. Ia menunduk dalam. Malu melihat Stefan. Sedangkan Stefan, ia menggaruk pelan kepalanya yang tidak gatal. Siapa yang tahu kalau saat ini pipi keduanya memerah seperti tomat yang siap dipanen.
"Ehmm... Makanya lain kali hati-hati," ujar Stefan pelan. Yuki hanya mengangguk pelan. Stefan pun melangkah menaiki anak tangganya. Yuki melangkah pelan dibelakangnya.
"Kalian berdua..." Yuki dan Stefan menghentikan langkahnya. Lalu melihat Max menyembulkan kepalanya keluar kamar.
"Mau dilanjutin lagi ngga? Kalo iya, gue siapin popcorn sama softdrink dulu,hehe..." ujar Max sambil terkekeh geli.
Stefan menatap ke arah Max tajam. Yuki hanya meringis malu. Lagi-lagi wajah mereka merona, kali ini sudah seperti kepiting rebus. Stefan pun bergegas menuju kamarnya. Yuki dengan langkah cepat mengikuti Stefan. Akhirnya mereka tiba didepan kamar Stefan. Stefan membukanya dan mempersilahkan Yuki untuk masuk.
Yuki mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar. Bersih. Semuanya tertata rapi. Nuansa putih abu-abu gelap memberikan kesan hangat dan tenang. Terlihat sebuah double springbed dan wardrobe yang lumayan besar. Serta sebuah TV berlayar datar dan DVD player. Tidak lupa sebuah gitar bertengger disudut ruangan. Yuki ingat, gitar itu selalu dibawa Stefan ke sekolah. Memang luasnya kamar Stefan tidak sebanding dengan kamar Yuki, tapi ia merasa nyaman berada disana.
"Kalo ada apa-apa, gue ada dikamar Max." ujar Stefan dingin. Belum sempat Yuki mengucapkan terima kasih, lelaki itu sudah pergi. Tak lama kemudian Stefan datang lagi. Yuki menatap heran.
"Soal kejadian tadi, gue minta maaf. Itu kecelakaan," ujar Stefan terdengar gugup. Yuki tersenyum kecil.
"Iya, gue tahu kok." ujar Yuki pelan. Stefan pun berlalu pergi. Namun sedetik kemudian ia datang lagi. Ia berdiri tegak di depan pintu. Yuki agak terkejut.
"Ada apa lagi?" tanya Yuki pelan.
"Ehm... Good night," ujar Stefan dingin lalu berjalan cepat meninggalkan Yuki.
Yuki tertawa geli melihat tingkah Stefan. Dibawah, Stefan tersenyum kecil. Ia tidak menyangka akan melakukan hal konyol seperti itu. Yuki merebahkan tubuhnya ke tempat tidur. Matanya menerawang langit-langit kamar. Ia tersenyum sendiri mengingat insiden yang baru saja terjadi.
"My first kiss..." gumam Yuki sambil tersenyum kecil.
Aakkhh... Pekik Yuki tertahan. Ia menutupi wajahnya dengan bantal, menahan rasa bahagianya. Kini rasa lelah menghinggapi Yuki, hingga ia terlelap dalam tidurnya. Tok...Tok...Tok... Terdengar suara ketukan pintu dari luar.
"Yuki..." panggil Stefan. Tidak ada jawaban dari dalam.
Kreekk... Pintu kamar terbuka. Stefan masuk ke kamar, ia melihat Yuki sudah tertidur. Ia pun berjalan menuju lemari, mengambil baju ganti. Stefan melangkah mendekati tempat tidur Yuki. Ia memperhatikan posisi tidur Yuki yang berantakan. Stefan mendekati Yuki, mengangkat dan meletakkan tubuh Yuki ke posisi tidur yang nyaman. Dengan perlahan ia meletakkan kepala Yuki ke atas bantal. Lalu menarik selimut untuk menyelimuti tubuh Yuki.
Stefan duduk disebelah Yuki yang tertidur pulas. Lama Stefan memperhatikan wajah Yuki. Sebuah senyuman kecil tersungging dibibirnya. Stefan mengusap lembut kepala Yuki. Merapikan rambut-rambut yang menutupi wajah Yuki. Begitu damai. Begitu tenang. Wajah polos Yuki membuat Stefan merasakan ada sesuatu yang mengganggu hatinya. Perlahan Stefan mendekatkan wajahnya ke Yuki. Bayangan wajah Stefan menutup sempurna wajah Yuki. Melihat Yuki dengan jarak sedekat ini membuat jantung Stefan berdetak lebih kencang. Cuupp... Sebuah kecupan lembut mendarat di dahi Yuki.
"Have a nice dream," bisik Stefan. Suara Stefan membuat Yuki sedikit menggeliat. Stefan sempat terkejut dibuatnya. Namun ia kembali tenang saat melihat Yuki masih tertidur.
"My first kiss..." racau Yuki dalam tidurnya.
Stefan tercengang. Lalu ia tersenyum geli mendengar igauan Yuki. Ia tidak menyangka ciuman ketidaksengajaan tadi merupakan ciuman pertama bagi Yuki. Stefan kembali mengusap kepala Yuki lembut. Tak lama kemudian ia pun beranjak dari duduknya, lalu pergi keluar.
= * =
Cathy mondar-mandir menunggu telepon dari anak buahnya. Ia ingin tahu apa tugasnya mencelakai Yuki berjalan lancar. Karena sampai saat ini Yuki belum juga datang. Apakah ia berhasil menyingkirkan Yuki? Tak lama terdengar deringan telepon. Cathy tersenyum lebar.
"Bagaimana?" tanya Cathy.
"Maaf, bos. Dia ditolong seseorang,"
"Apa! Dasar bodoh kalian! Apa dia tahu kalau saya yang menyuruh kalian?" tanya Cathy kesal. Ia mengatur napasnya.
"Eng... Ngga, bos." jawab orang suruhan Cathy.
"Bagus. Lanjutkan saja rencananya," ujar Cathy.
"Baik, bos."
Cathy menutup ponselnya keras. Ia kesal karena rencananya untuk menyingkirkan Yuki gagal. Kalau gadis itu selamat, kemana dia pergi. Cathy berpikir sejenak. Ia menerka-nerka kemana Yuki pergi. Lalu senyuman licik tersungging dibibir Cathy.
"Anak bodoh! Kamu pikir, kamu bisa lari dariku," gumam Cathy yang terdengar seperti desisan ancaman. Cathy menatap tajam foto Yuki dibingkai besar yang menempel di dinding.
continue...
![](https://img.wattpad.com/cover/27308626-288-k2241.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Back in Time
FantasíaMasa lalu tetaplah masa lalu. Biarlah itu menjadi kenangan. Dan biarlah semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Karena apa yang telah kita dapatkan pastilah ada makna indah tertentu di dalamnya - Azura Stefkivers