Semua mata memandang ke arah Yuki dan Nina. Pekikan Nina berhasil menarik perhatian seluruh penghuni kelas, tidak terkecuali dosen yang sedang berdiri menatap mereka dengan dingin. Yuki tersenyum meringis. Ia menyenggol bahu Nina, memberi isyarat agar gadis itu menjelaskan apa yang terjadi.
"Maaf, Pak. Kaki saya kejepit meja," ujar Nina sekenanya. Semua tertawa mendengar penjelasan Nina.
"Kalau kamu tidak menyukai materi saya, silahkan keluar." ujar dosen itu dingin.
"Ngga, Pak." kata Nina pelan sambil menunduk minta maaf. Nina melirik ke arah Yuki.
"Ini gara-gara lo. Pokoknya lo harus ceritain semuanya ke gue, titik." bisik Nina. Yuki hanya mengangguk sambil tersenyum. Kelas pertama berakhir. Yuki dan Nina masih duduk di dalam kelas. Padahal beberapa dari mereka ada yang sudah keluar.
"Lo harus ceritain sekarang ke gue. Semuanya." ujar Nina sambil duduk menghadap Yuki.
"Kelompok seni itu..." Yuki menggantung kalimatnya.
Tiba-tiba ia teringat pesan Arian. Tidak seorang pun ada yang boleh mengetahui keistimewaan yang dimilikinya. Ini demi keselamatan dirinya dan teman-temannya yang lain. Yuki menarik napas pelan.
"Kelompok seninya kenapa?" tanya Nina penasaran.
"Ngga kenapa-napa sih. Cuma gue ngga nyangka aja disana bisa ada Stefan. Menurut lo, gue mesti gimana. Ikut gabung atau ngga?" tanya Yuki meminta saran pada Nina.
"Yaa, lo harus ikutan lah. Secara lo kan suka banget sama Stefan. Ini tuh akses buat lo lebih dekat sama dia. Dan gue rasa, kesempatan ini ngga boleh lo sia-siain. Oh ya, bukannya Stefan anak Hukum. Kok bisa ikutan gabung sih," tanya Nina.
"Ehm...Stefan kan suka main piano. Piano kan termasuk seni. Seni musik," jelas Yuki sambil tersenyum kecil. Nina hanya mengangguk pelan. Kemudian dia melirik jam dipergelangan tangannya.
"Keluar yuk, kita cari makan." ajak Nina. Yuki diam, memikirkan sesuatu. Kemudian ia berdiri.
"Ehm, lo cari sendiri aja ya. Gue mau pergi ke Sekretariat dulu. Gue akan ikut gabung sama mereka," ujar Yuki.
"Oke, kalau gitu. Good luck ya, sweety." ujar Nina sambil tersenyum. Yuki hanya mengangguk.
Kemudian ia pun pergi menuju Sekretariat Seni. Dari kejauhan ia melihat Stefan masuk ke dalam. Jantung Yuki jadi berdebar. Pipinya bersemu merah. Huh... Yuki menghembuskan napasnya pelan. Ia masih berdiri mematung di depan pintu Sekretariat. Ia masih ragu, tapi apa yang di katakan Nina ada benarnya juga. Kesempatannya untuk mendekati Stefan jauh lebih besar. Tiba-tiba seseorang menyentuh bahu Yuki. Yuki hampir teriak karena kaget kalau tidak melihat siapa yang menyentuhnya. Gio tersenyum manis ke arah Yuki.
"Kenapa ngga masuk?" tanya Gio.
"Eng..itu.. Gue...Eh...Eh.." Belum sempat menjelaskan, Gio sudah menarik tangan Yuki masuk ke dalam. Disana, mereka sudah berkumpul. Tersungging sebuah senyuman dari Arian ketika dia melihat Yuki berdiri disebelah Gio.
"Dia berdiri didepan pintu. Jadi gue tarik masuk aja dia kesini," ujar Gio sambil terkekeh.
"Bisa kita mulai, karena gue ada kelas setelah ini." ujar Kevin.
"Oke. Yuki, kemari." ajak Arian. Yuki berjalan mendekat.
"Kamu akan mulai belajar bagaimana caranya pergi dan kembali dari masa depan." ujar Arian. Yuki terdiam sejenak. Kemudian ia mengangguk pelan. Mereka berlima berkumpul dan membentuk sebuah lingkaran.
"Gue akan disebelah lo, supaya lo ngga nyasar," ujar Kimmy. Lalu ia menggenggam tangan Yuki. Kevin berdiri sebelah Kimmy.
"Aku rasa sebaiknya Stefan di sebelah Yuki. Untuk berjaga-jaga." ujar Arian.
Stefan pun berjalan ke arah Yuki, lalu menggenggam tangan Yuki. Jantung Yuki hampir meloncat keluar karena merasakan debaran yang begitu hebat. Ia tidak menyangka akan berpegangan tangan dengan Stefan. Bukan dipegang, tapi digenggam oleh Stefan. Ia tidak bisa menyembunyikan perasaannya yang tidak karuan. Terlihat dari raut wajahnya yang bersemu merah.
"Gue harap lo bisa fokus," ujar Stefan dingin.
Deg... Kalimat itu sebagai peringatan atau kekhawatiran. Yuki hanya mengangguk pelan. Lalu Gio berdiri disebelah Stefan. Mereka saling bergenggaman tangan.
"Karena ini hanya latihan, kita akan pergi ke 10 tahun yang akan datang. Tepatnya disini, Sekretariat Seni. Oke," ujar Kimmy. Semuanya mengangguk.
"Yuki, lo harus fokus memikirkan tempat ini 10 tahun yang akan datang. Gue akan bantu lo," ujar Kimmy sembari tersenyum.
Yuki mengangguk pelan. Ia semakin mengeratkan genggaman tangannya pada Stefan dan Kimmy. Kemudian mereka memejamkan mata, memikirkan apa yang akan terjadi ditempat ini 10 tahun yang akan datang. Dalam hitungan detik mereka menghilang. Arian menuju sofa dan duduk sambil membaca koran.
Mereka membuka mata perlahan. Dan seketika suasana berbeda dari tempat yang semula. Disini terlihat agak berantakan. Letak gitar dan piano tidak beraturan. Yuki memandang dengan takjub.
"Apa kita berada di Sekretariat dimasa depan?" tanya Yuki. Semuanya mengangguk serempak.
Yuki mengedarkan pandangannya. Memang terlihat berbeda dari tempat semula."Lain kali jangan menggenggam terlalu kuat, lo udah bikin tangan gue sakit." ujar Stefan dingin. Yuki tercengang. Ia tidak tahu kalau genggamannya yang erat itu menyakiti Stefan.
"Udahlah, lagian juga ngga parah. Selamat ya, Ki. Elo berhasil. Kuncinya cuma satu, lo harus fokus memikirkan tempat yang akan lo tuju," jelas Kimmy.
"Gimana cara kita kembali?" tanya Yuki. Ia tiba-tiba merasa takut tidak bisa kembali.
"Sama dengan sebelumnya, lo harus fokus." jelas Gio. Yuki mengangguk mengerti.
"Kalo berhasil, kita akan bersiap menjalankan sebuah misi." ujar Kevin kemudian.
"Misi?"
continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
Back in Time
FantasyMasa lalu tetaplah masa lalu. Biarlah itu menjadi kenangan. Dan biarlah semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Karena apa yang telah kita dapatkan pastilah ada makna indah tertentu di dalamnya - Azura Stefkivers