Di rumah Gio. Nasya mondar-mandir tidak jelas. Wajahnya terlihat begitu kesal. Bagaimana tidak, ia melihat lelaki yang ia puja pergi bersama gadis lain.
"Siapa sih tuh cewek. Wajahnya ngga cantik, kelihatan pucat, persis orang sakit." ketus Nasya. Nina menatap Nasya kesal.
"Dia sahabat gue. Namanya Yuki Azzahra Rein," ujar Nina tegas.
Nasya tampak terkejut mendengar nama gadis itu. Nina tersenyum kecil. Ia berhasil membuat gadis menyebalkan itu terdiam. Nasya menatap Nina tidak percaya.
"Jadi..."
"Ya, dia putri tunggal dari keluarga Rein." potong Nina cepat. Ia seolah tahu kalimat apa yang diucapkan Nasya. Nasya menelan ludahnya.
"Gue ngga tahu kalo Yuki dari keluarga Rein." ujar Max.
"Memang ada apa dengan keluarga Rein?" tanya Gio.
"Rein adalah keluarga adidaya. Ya, begitu kebanyakan orang menyebutnya." ujar Kevin.
"Keluarga paling berkuasa karena memiliki banyak perusahaan hampir disegala bidang. Kalo diliat dari silsilah keluarganya, Yuki adalah pewaris tunggal keluarga Rein." jelas Kimmy kemudian. Gio tampak takjub mendengar penjelasan Kevin dan Kimmy. Nasya semakin terlihat kesal. Max memandang geli tingkah Nasya, bagaimana reaksinya kalau ia menceritakan insiden kiss in the stairs.
"Max, anterin gue pulang ya." ujar Kimmy. Max tersenyum senang. Dengan semangat ia mengangguk. Kevin mendelik kesal. Kimmy memandang Kevin bingung sekaligus geli.
"Kenapa?" tanya Kimmy.
"Harusnya lo pulang sama gue. Max kan harus nganterin Nina." ujar Kevin. Kimmy tersenyum.
"Ada yang cemburu nih," celetuk Gio yang disertai tawa gelinya. Kevin menatap Max santai. Lalu ia beranjak pergi.
"Kevin, tunggu..." pekik Kimmy sambil berlari mengejar Kevin. Max pun mengajak Nina pulang. Gio hanya tertawa kecil melihat tingkah teman-temannya yang saling cemburu itu.
= * =
Yuki meniup-niup pelan luka Stefan. Sedangkan Stefan berusaha menahan tawanya karena melihat tingkah Yuki yang begitu sangat khawatir.
"Lebih baik kita ke rumah sakit." ujar Stefan dingin seraya membelokkan arah mobilnya menuju rumah sakit. Setelah sampai, keduanya kemudian disuruh masuk ke ruang perawatan. Stefan segera ditangani oleh dokter.
"Sepertinya saya harus memberi beberapa jahitan dikepala Anda," ujar Dokter.
Stefan hanya mengangguk pelan. Yuki yang mendengar itu hanya meringis ketakutan. Proses penjahitan sudah dimulai. Stefan tak melepas pandangannya dari Yuki. Ia melihat Yuki begitu cemas.
"Suster, tolong periksa luka ditangannya." ujar Stefan sambil menatap Yuki.
Yuki tampak terkejut mendengar ucapan Stefan. Suster pun menghampiri Yuki, lalu memeriksa lukanya. Dengan cekatan suster membersihkan luka Yuki. Tiba-tiba terdengar deringan ponsel dari dalam tas Yuki.
"Sebentar ya, sus." ujar Yuki seraya mengambil ponselnya, lalu ia tampak terkejut karena melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Tante Cathy. Stefan yang tidak melepaskan pandangannya dari Yuki pun melihat jelas perubahan wajah Yuki.
"Halo," ujar Yuki pelan.
"Kalau kamu tidak pulang sekarang. Aku akan menghanguskan seluruh isi gudang." ujar Cathy tajam. Yuki tercekat. Ia menahan napasnya sesaat. Menarik napas pelan.
"Jangan sentuh apapun. Aku akan segera pulang." ujar Yuki dengan suaranya yang terdengar sedikit serak. Lalu Yuki menatap Stefan nanar.
"Gue harus pergi sekarang," ujar Yuki seraya berdiri dan pergi. Padalah lukanya belum selesai diobati. Stefan terkejut melihat Yuki yang tiba-tiba pergi.
"Dokter, bisa lebih cepat sedikit." ujar Stefan cepat.
Dokter pun dengan cepat dan cekatnya menjahit luka Stefan. Setelah selesai ia segera menyusul Yuki. Namun ia tidak menemukan Yuki disekitar rumah sakit. Stefan pun mengambil ponselnya dan menghubungi Yuki.
"Lo dimana?" tanya Stefan.
"Gue harus pulang sekarang," jawab Yuki pelan.
"Kenapa lo ngga tunggu gue," ujar Stefan kesal.
"Gue takut terlambat,"
Klik. Yuki menutup ponselnya. Stefan tampak kesal. Ia menendang ban mobilnya untuk melampiaskan kekesalannya. Ia pun segera masuk ke mobil dan menyusul Yuki. Taksi yang ditumpangi Yuki sudah tiba dihalaman rumahnya. Yuki bergegas lari ke dalam. Dengan napas yang terengah-engah ia mengedarkan pandangannya kesekeliling rumah. Matanya membulat sempurna saat melihat Cathy berada halaman belakang rumah. Yuki berlari cepat.
"Tante, jangan..." pekik Yuki.
Cathy menoleh sekilas lalu tersenyum sinis. Lalu dengan cepat ia melemparkan sebatang korek api ke dalam sebuah tong besi yang berisi barang-barang peninggalan orang tua Yuki. Yuki tercekat. Matanya memerah melihat api yang mulai membakar isi tong tersebut.
"Tante..." lirih Yuki.
Hahaha... Gelak tawa terdengar dari Cathy. Ia berjalan pelan mendekati Yuki yang berdiri mematung.
"Itu akibatnya kalau kamu melawan aku." ujar Cathy tajam. Yuki tidak bisa menahan tangisnya. Ia terduduk ditanah. Cathy mengambil selembar foto dari sakunya.
"Ini yang terakhir," ujar Cathy hendak menyobek foto tersebut. Yuki menatap memelas.
"Aku mohon, jangan tante..." lirih Yuki.
Di luar, Stefan telah tiba dirumah Yuki pun segera masuk. Stefan terkejut mendengar teriakan Yuki. Ia pun berlari ke arah sumber suara. Tiba-tiba Stefan menghentikan langkahnya. Ia melihat Yuki terduduk ditanah sambil menangis. Ia juga melihat Cathy yang dengan mudahnya menyobek sebuah foto. Yuki semakin menangis. Foto kedua orang tua Yuki hancur. Ia hanya bisa melihat sobekan kecil yang melayang di udara lalu jatuh ke tanah. Yuki menangis sesunggukan sambil memunguti sobekan foto tersebut.
"Papa...Mama..." lirih Yuki. Stefan berjalan mendekat lalu menyentuh bahu Yuki pelan.
continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
Back in Time
FantasíaMasa lalu tetaplah masa lalu. Biarlah itu menjadi kenangan. Dan biarlah semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Karena apa yang telah kita dapatkan pastilah ada makna indah tertentu di dalamnya - Azura Stefkivers