Part 10

1.4K 154 1
                                    

Stefan mengambil kotak obat dari mobilnya. Dengan cekatan ia membersihkan luka dilengan Yuki. Sesekali Yuki meringis merasakan perih dilengannya. Yuki memandang Stefan lekat.

"Makasih ya, lo udah nolongin gue," ujar Yuki pelan.

"Iya," jawab Stefan pendek tanpa melihat Yuki karena ia sibuk memerban lengan Yuki. Hening. Tidak ada suara dari keduanya. Yuki masih merasa syok atas kejadian tadi.

"Udah," ujar Stefan seraya berdiri. Yuki tersenyum kecil.

"Gue anter lo pulang. Pake mobil gue, ntar mobil lo biar dibawa sama tukang derek untuk dibawa ke bengkel," ujar Stefan.

Yuki mengangguk pelan sambil tersenyum kecil. Ia merasa geli dengan Stefan, lelaki itu meskipun bicara panjang lebar, tapi ekspresi wajahnya tetap saja datar. Tanpa ekspresi. Yuki segera pindah ke mobil Stefan. Keduanya pun pergi meninggalkan tempat itu. Dalam perjalanan keduanya hanya diam. Larut dalam pikirannya masing-masing. Yuki membuang pandangannya keluar. Gelap. Malam memang sudah hampir larut. Yuki masih merasakan ngeri atas kejadian yang menimpanya hari ini.

"Sekarang lo harus lebih berhati-hati lagi. Orang suruhan yang lainnya mungkin akan nyelakain lo lagi," ujar Stefan memecah kesunyian. Yuki hanya diam.

"Orang itu...Tante Cathy, dia adik almarhum bokap gue." ujar Yuki kemudian. Stefan tercengang. Kaget. Ia memandang Yuki lekat.

"Kalo gitu, lo harus cari orang yang bisa ngelindungin lo," ujar Stefan kemudian.

Yuki menatap Stefan. Terlihat jelas ada kekhawatiran diwajahnya. Yuki berpikir sejenak. Benar kata Stefan, ia harus mencari seseorang untuk melindunginya. Yuki pun mengambil ponselnya. Ia menekan beberapa angka dilayar ponselnya.

"Halo, Sweety..." terdengar suara lembut dari seorang lelaki disana.

"Om Indra harus segera pulang ke Jakarta," ujar Yuki.

"Ada apa? Kamu baik-baik aja kan?" tanya Indra panik. Yuki melirik ke arah Stefan.

"Aku baik-baik aja, Om. Aku cuma mau Om segera pulang. Ada sesuatu yang barus aku omongin. Dan ngga bisa lewat telepon." jelas Yuki. Indra diam.

"Om," panggil Yuki.

"Om akan segera pulang. Mungkin 2 minggu lagi. Karena sekarang Om lagi ada perjalanan bisnis ke Jepang." jelas Indra.

"Iya deh. Tapi Om harus segera pulang. Titik."

"Iya. Kamu hati-hati ya, Sweety."

Yuki menutup ponselnya. Ada kelegaan disana. Ia sudah menemukan orang yang bisa melindunginya. Yuki tahu Om-nya itu sangat menyayanginya. Mobil Stefan berhenti tepat didepan rumah mewah. Kediaman keluarga Rein. Yuki terlihat enggan untuk keluar dari mobil. Stefan mematikan mesin mobilnya.

"Ada apa?" tanya Stefan. Yuki terlihat takut.

"Gue selama ini tinggal bersama Tante Cathy," ujar Yuki pelan. Stefan tercekat. Kaget.

"Itu artinya lo harus cari tempat berlindung," ujar Stefan.

"Kemana? Rumah Nina? Ngga mungkin. Nanti dia bisa celaka gara-gara gue. Gue ngga tahu harus kemana lagi," ujar Yuki.

Stefan tampak berpikir sejenak. Kemudian ia menghidupkan mesin mobilnya. Mereka pun pergi meninggalkan rumah Yuki.

"Kita mau kemana?" tanya Yuki pelan. Bingung.

"Lo ikut aja," jawab Stefan.

Yuki hanya diam. Mobil Stefan terus melaju dijalanan. Suasana jalan mulai sepi. Malam benar-benar telah larut. Anginnya berhembus dingin menusuk kulit. Sambil menyetir, Stefan melepaskan jaket yang dikenakannya. Lalu memberikannya pada Yuki. Yuki sedikit terkejut.

"Nih, biar ngga dingin." ujar Stefan.

Yuki menerimanya dengan pipi merona. Ia tersipu malu. Ia tidak menyangka Stefan akan melakukan hal kecil yang dianggapnya sangat romantis. Seorang lelaki rela kedinginan demi seorang gadis, bukankah itu hal paling romantis. Mobil Stefan berhenti didepan sebuah rumah bercat cokelat. Rumah bergaya modern classic. Stefan membunyikan klakson mobilnya. Pintu pagar terbuka. Stefan memasukkan mobilnya ke parkiran. Kemudian ia keluar dari mobil lalu disusul oleh Yuki. Yuki berdiri mematung. Kagum akan keindahan rumah yang ada didepannya. Stefan menyentuh bahu Yuki. Yuki sedikit kaget.

"Ayo, masuk." ajak Stefan.

"Ini dimana?" tanya Yuki.

"Rumah gue," jawab Stefan pendek seraya berjalan mendahului Yuki.

Yuki tercekat. Kaget. Ia tidak menyangka Stefan akan membawanya kerumah miliknya. Stefan menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke belakang dan melihat Yuki masih berdiri mematung di tempatnya.

"Sampe kapan lo akan berdiri disitu," tanya Stefan dingin yang membuat Yuki tersadar. Ia pun berlari kecil mendekati Stefan. Mereka tiba didepan pintu. Stefan mengetuk pintu pelan. Lalu keluar seorang wanita paruh baya dan tersenyum.

"Max udah pulang, Bi?" tanya Stefan seraya berjalan masuk. Yuki mengikutinya dari belakang.

"Den Max ada dikamarnya, Den." jawab wanita itu.

"Lo tunggu sebentar disini," ujar Stefan kemudian pergi menuju kamar yang tidak jauh dari ruang tengah. Sesaat kemudian, Stefan keluar bersama seorang lelaki. Lelaki itu tersenyum ke arah Yuki.

"Hai, gue Max. Kakak Stefan," ujar Max seraya mengulurkan tangannya. Yuki menerima uluran tangan Max dan tersenyum kecil.

"Yuki," ujar Yuki pelan.

"Sebaiknya lo istirahat. Besok baru kita membicarakan masalah ini," ujar Max.

Yuki memandang Stefan. Stefan hanya mengangguk memberi isyarat pada Yuki agar mengikutinya. Yuki mengikuti Stefan dari belakang. Entah karena pusing atau apa, tiba-tiba Yuki merasa kehilangan keseimbangan hingga membuatnya hampir jatuh dari anak tangga. Dengan cepat Stefan menarik tubuh Yuki. Karena gerakan reflesk yang begitu cepat, tanpa sengaja bibir keduanya bersentuhan. Itu membuat mata Yuki membulat sempurna. Begitu juga dengan Stefan. Terdengar detakan jantung yang berdegup kencang.

continue...

Back in TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang