Arian duduk di salah satu meja di coffee shop yang terletak disudut ruangan. Ia menyeruput kopinya sambil memperhatikan seorang lelaki yang baru masuk. Ia melambaikan tangannya pada lelaki itu. Lelaki yang melihat lambaian tangan itu pun segera menuju Arian.
"Apa kabar, mas?" ujar lelaki itu sambil berjabat tangan. Kemudian ia duduk.
"Seperti yang kamu lihat. Aku selalu baik." jawab Arian sambil tertawa pelan.
"Kamu sendiri apa kabarnya?" tanya Arian.
"Saya baik-baik saja." jawab lelaki itu sambil tersenyum.
"Ada yang perlu aku bicarakan sama kamu, Ndra. Ini menyangkut Yuki," ujar Arian. Lelaki yang duduk di hadapan Arian tampak terkejut saat Arian menyebut nama keponakannya, Yuki. Yah, Arian saat ini sedang berbicara dengan Indra.
"Mas mengenal Yuki?" tanya Indra pelan. Arian hanya mengangguk pelan.
"Yuki sama seperti kedua orangtuanya," ujar Arian kemudian. Indra tercekat. Ia menatap Arian tidak percaya.
"Maksud, Mas? Yuki bisa..." Indra menggantung kalimatnya.
"Iya, Yuki bisa melihat masa depan." jelas Arian.
Indra terduduk lemah. Sejenak kemudian ia teringat sekelebat kejadian di masa lalu bersama almarhum kakaknya, Rein. Rein menceritakan pada Indra kalau ia bisa melihat masa depan. Awalnya Indra tidak percaya, namun setelah kakaknya menunjukkan padanya barulah ia percaya.
"Bagaimana reaksi Yuki? Apa dia menerimanya?" tanya Indra penuh dengan cemas.
"Awalnya dia terkejut. Tapi sekarang dia terlihat menikmatinya," ujar Arian. Kecemasan di wajah Indra sedikit berkurang. Ia tidak menyangka Yuki akan mengalami hal yang sama seperti almarhum kedua orangtuanya.
= * =
Stefan dan Yuki sudah tiba di rumah. Mereka berjalan kaki dari ujung jalan. Karena bus tidak lewat area jalan rumah Stefan. Max yang sedang duduk sambil menonton TV terkejut dengan kedatangan mereka berdua.
"Kok ngga ada suara mobil lo?" tanya Max sambil mengunyah keripik kentang.
"Hai, Ki." sapa Max lembut. Yuki hanya tersenyum kecil. Stefan berjalan ke arah Max dan langsung duduk di sebelah Max.
"Gue mau mandi dulu ya," ujar Yuki seraya berjalan menuju kamar Stefan. Max menoleh pada Stefan. Menatap adiknya lekat.
"Kalian bertengkar?" tanya Max. Stefan langsung menggeleng tegas.
"Ngga. Cuma ada trouble sedikit di kampus," jelas Stefan sambil memasukkan keripik kentang kedalam mulutnya.
"Oh ya, mobil lo kemana?" tanya Max.
"Mobil gue hancur berantakan. Ngga berwujud." jawab Stefan. Max ternganga. Terkejut.
"Kok bisa! Siapa pelakunya?" pekik Max.
"Entahlah. Kalo gue tahu siapa pelakunya. Gue abisin tuh orang," desis Stefan geram.
Stefan menatap pintu kamarnya. Tiba-tiba ia merasa khawatir pada Yuki. Ia takut gadis itu melakukan tindakan yang aneh. Apalagi setelah ia tahu kalau dirinya bisa melihat masa lalu. Stefan pun bergegas menuju kamarnya. Tok...tok...tok... Tidak ada jawaban. Stefan mengetuk lagi. Tetap tidak ada jawaban. Ia mulai merasa panik.
"Yuki..." teriak Stefan. Masih tidak terbuka. Ia pun tidak sabar lagi. Dengan sekuat tenaga ia dobrak saja pintu kamarnya. Braakk... Pintu terbuka. Stefan terhuyung saat masuk ke dalam.
"Aaakkhhh...." pekik Yuki sekeras-kerasnya sambil memegang erat handuk yang melingkari tubuhnya. Refleks Stefan langsung berbalik badan.
"Kenapa masuk ngga ketuk pintu dulu sih!" kesal Yuki sambil mengambil bajunya dan kembali ke kamar mandi.
"Gue udah ketuk pintunya berulang kali. Tapi ngga ada jawaban." jelas Stefan. Yuki keluar dari kamar mandi dengan pakaian lengkap.
"Gue lagi mandi jadi ngga kedengeran." ujar Yuki. Ia berjalan mendekati Stefan dan menatap tajam cowok itu.
"Lo sengaja mau ngintipin gue ya," bisik Yuki. Kontan mata Stefan membulat sempurna.
"Jangan mimpi. Siapa juga yang mau ngintipin lo." ujar Stefan. Yuki mendekatkan wajahnya. Hanya beberapa centi jarak di antara mereka.
"Yakin?" tanya Yuki dengan tatapan menggoda.
Jantung Stefan berdetak cepat. Stefan memasang wajah dinginnya. Lalu menatap Yuki lekat. Kedua manik mata mereka beradu. Sedetik kemudian satu kecupan singkat mendarat di bibir Yuki. Yuki terperangah kaget.
"Hei..." ucap Yuki tertahan.
"Gue cuma mau bilang sama lo. Jangan ngelakuin hal bodoh yang akan ngerugiin diri lo sendiri." ucap Stefan dingin. Kemudian ia berlalu, sebelumnya ia berhenti di depan pintu lalu memeriksanya.
"Tsk...Max, lo punya gembok ngga?" teriak Stefan.
"Ngga ada! Emang buat apaan?" teriak Max tak mau kalah.
"Gue mau gembok pintunya supaya orang yang di dalamnya ngga macem-macem," teriak Stefan.
Hahaha... Tawa pecah Yuki tidak bisa ia tahan lagi. Mendengar ucapan Stefan ditambah lagi ekspresi wajahnya yang kesal membuat kesan lucu bagi Yuki. Dengan kesal Stefan meninggalkan kamarnya. Masih didengarnya cekikikan Yuki. Ia hanya bisa tersenyum geli mendengar itu. Di bawah, Max menggeleng-geleng melihat tingkah adik semata wayangnya itu.
Malam telah larut. Hanya terdengar suara-suara kecil di gelapnya malam. Di kamar, Yuki masih terjaga. Ia sulit memejamkan kedua matanya.
"Apa yang harus gue lakuin..." gumam Yuki sambil menatap langit kamar.
Sejenak ia teringat akan ucapan tante Cathy yang berencana membunuh kedua orang tuanya. Namun kemudian ia teringat kata-kata Stefan yang mengatakan segala sesuatunya bisa berubah kalau dia salah melakukan sesuatu. Yuki mengacak rambutnya dengan frustasi. Sesaat Yuki terdiam dalam pikirannya. Berulang kali ia berusaha mengingat wajah kedua orangtuanya lagi. Tawa bahagia mereka berdua membuat satu tekad yang kuat di hati Yuki. Ia harus melihat tawa bahagia itu lagi. Harus! Itu artinya ia harus pergi ke masa lalu. Yuki telah mengambil keputusan, ia akan menyelamatkan kedua orang tuanya.
Apapun yang terjadi, ia ingin melihat kedua orang tuanya lagi. Perlahan Yuki memejamkan kedua matanya. Membayangkan kejadian terakhir yang ia alami bersama Stefan. Sejenak pikiran Yuki berhenti membayangkan, karena ia tiba-tiba teringat akan wajah Stefan yang memperingatinya mati-matian untuk tidak melakukan tindakan bodoh yang akan merugikan dirinya sendiri. Yuki menarik napasnya pelan.
"Maaf..." lirih Yuki.
Tak lama kemudian Yuki telah menghilang dari kamar Stefan. Perlahan ia membuka kedua matanya, ia telah berada di masa lalu. Yuki berjalan mengendap-endap saat melewati depan rumahnya. Kepalanya sesekali mendongak ke dalam, melihat situasi yang terjadi. Masih sepi. Mata Yuki menatap ke sekitar rumah. Mobil. Yuki tidak melepas pandangannya dari mobil kedua orangtuanya.
"Itu dia! Gue harus bawa mobilnya sebelum mereka," gumam Yuki.
Ketika ia akan melangkahkan kakinya. Tiba-tiba ada yang membekap mulut Yuki dari belakang. Yuki menahan napasnya sejenak. Lalu berusaha untuk melihat siapa yang telah membekapnya. Mata Yuki membulat sempurna saat melihat seseorang di belakangnya.
continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
Back in Time
FantasyMasa lalu tetaplah masa lalu. Biarlah itu menjadi kenangan. Dan biarlah semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Karena apa yang telah kita dapatkan pastilah ada makna indah tertentu di dalamnya - Azura Stefkivers