Sebuah Pembicaraan

158 25 6
                                    

Lyn benar soal memar yang ada di tubuh Nic. Dokter mengatakan hal yang sama soal itu dan menyarankan untuk meredakannya dengan air dingin untuk meminimalisir peradangan. Nic berbaring dengan tubuh terlentang di atas futon.

“Dokter bilang dia akan sadar dengan sendirinya ketika kejut akibat benturannya berkurang.” Zac menepuk bahuku “Kau tenang saja.” Ia mengalihkan pandangan kepada El, “Kau yakin suhumu tidak terlalu rendah, kan?” El melepaskan tangannya dari pergelangan kaki Lyn. Lelaki itu menyentuh sekilas lengan bawah Zac, “Tidak, bukan?”

“Sudah cukup. Hal seperti ini tidak boleh dilakukan lebih dari 20 menit.” Lyn menjauhkan lengan El, “Satu lagi, sarafku hanya mati terhadap perasaan dan sakit dengan ajaibnya. Indra perabaku masih normal.” Lyn kembali pada El setelah selesai dengan Zac, “Sekarang gunakan pada memarnya.”

Lyn menatap Nic, “Proporsi tubuhnya lebih baik dari dugaanku.”

“Mungkin saraf malumu juga mati, Lyn.” sindir Val yang berada di sebelahku sejak tadi.

“Kenapa aku harus menyentuh tubuhnya?” El menggeram kesal, “Aku akan menyesali ini seumur hidupku.” El menyentuh rusuk dan lengan Nic terlebih dahulu, masih dengan suhu dinginnya.

“Salahkan saja soal 'menyentuh tubuh' pada Raymond.” Lyn menanggapi.

“Jika saja aku bukan manusia, sudah kubunuh lelaki itu.” Kale mendudukkan diri di bangku pembimbing. El berdecih, aku rasa itu untuk Raymond pula. Aku juga begitu. Dalam hati aku sangat ingin membunuh lelaki yang membuat Nic terbaring seperti ini.

Dapat kulihat banyak dari kami menatap Nic yang masih menutup matanya. “Dia benar akan baik-baik saja, kan?” Lyn mengiyakan pertanyaanku. Aku cemas entah kenapa, rasa cemas itu semakin besar setiap aku melihat memar dan matanya yang tertutup. Kenapa denganku sebenarnya?

“Tubuhku terasa remuk. Ujian ini tidak masuk akal. Rasanya seperti mereka berniat menyiksa kita.” Kale memijat bahunya dan mematahkan lehernya ke kanan dan kiri.

“Remuk?” Zac menatap Flo seketika, “Bagaimana dengan punggungmu, Flo?”

Flo yang bersandar di pintu masuk menegakkan tubuhnya seketika. Ia menggerakkan tubuhnya ke kanan dan kiri, bahkan mencoba menyentuhkan tangannya sendiri ke punggungnya, “Sudah tidak terasa. Kurasa itu hanya rasa sakit sesaat.”

“Kau yakin?” Zac menatap Flo, “Kau tidak kehilangan rasa sakit seperti Lyn, bukan?”

“Hey, memang kau sekuat apa, ketua kelas?!”

Val berkata seperti itu karena kami telah menceritakan semuanya kepada SPE-1 yang tinggal di kelas ini, “Mau kubantu memeriksa punggungmu?” Ve mendekat kepada Flo, tanpa berkata apapun menarik gadis periang itu keluar SPE-1. Aku yakin mereka menuju toilet.

“Berapa dari kita yang tersisa?”

Lyn bertanya dan ketegangan kembali tercipta. “Kurasa,” Aku mencoba untuk mengingat, “Lyn, El, Kale, Zac, Ve, Val, dan Jeff. Apa aku benar?”

Zac menimpaliku, “Kau pikir tidak ada yang mengganggu saat kami mencari dokter?”

“Kami gugur.” tegas Jeff.

“Soal dokter itu, dimana kau menemukannya?” Ken bertanya dari sudut tempat kami menggantung kembali jaket survival yang sudah kusut dan berkerut.

“Aku memaksa masuk ke dalam ruang kesehatan.” Zac menjelaskan, “Di dalamnya terdapat beberapa dokter. Kubilang ada keadaan darurat dan salah satunya pergi bersama kami.”

“Kami berlari sangat cepat,” Jeff menambahkan. “Tapi bukannya ada sesuatu yang aneh?”

“Apa itu?” tanya Lyn.

The GeneticsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang