Tasha kembali menatap Tristan yang saat ini sedang menjelaskan siapa dirinya, yang merupakan adik satu-satunya. Namun tetap saja seberapa kali ia mengingat, tetap saja ia tidak mengingat Tristan.
"mungkin kamu salah orang.." ujar Elias tegas
Elias mengajak Tasha pergi dari sana dan meninggalkan Tristan yang masih meneriaki namanya.
"mama, Tasha mau ikut pergi juga.."
Seorang anak perempuan berlari mendekati seorang wanita dewasa
Dengan acuhnya, ia mengabaikan anak perempuan itu yang menangis merengek untuk ikut masuk ke dalam mobil."ngapain kamu ikut, hah?? Mendingan kamu ke dapur sana bantuin bibik.." teriak wanita itu dengan marah
Bruuukk
Dengan kasar seorang pria dewasa mendorong gadis kecil itu, tanpa menghiraukan tangisan anak tersebut pria itu tetap masuk ke dalam mobil serta menggendong seorang anak laki-laki.
"pergilah anak sialan, menganggu pemandangan saja" ucap pria itu
Tasha memegang kepalanya yang cukup pusing, akibat beberapa memori itu muncul kembali. Ringisan pun lolos dari bibir kecilnya, membuat Elias yang berjalan disebelahnya menghentikan langkahnya.
"kamu kenapa Tasha?? " tanyanya panik
Tasha meredam pusing yang masih berdentam keras di kepalanya, rasanya cukup sakit seperti kejadian ditaman waktu itu.
"om.. Kepalaku sakit.." lirihnya
Dengan sigap Elias memapah Tasha agar tidak terjatuh, ia pun mendudukannya disalah saru kursi depan cafe. Jika saja tangannya tidak terluka, ia bisa dengan mudah membawa Tasha menuju ke mobilnya. Diraihnya ponsel disaku jasnya, menghubungi sopir pribadinya untuk segera menjemput mereka didepan cafe.
"masih pusing??"
Tasha menggeleng pelan saat melihat Elias yang memijat pelan kepalanya, seolah bisa mengurangi rasa sakit yang mendera kepalanya.
"makasih om.." ujarnya tulus
Elias tersenyum hangat ke arahnya dan kembali memijat kepalanya dengan lembut.
"permisi pak, mobilnya sudah siap.."
Elias memapah Tasha yang nampak lemas menuju ke mobilnya.
"kita langsung pulang ya pak.." ujarnya
"pekerjaan o'om gimana??" tanya Tasha panik
"nggak usah dipikirkan. Sekarang kamu butuh istirahat, aku juga nggak ada jadwal meeting. Aku juga lelah, mau istirahat.." ucapnya membungkam protes Tasha
Tanpa berdebat lagi, Tasha memilih untuk memejamkan matanya berusaha mengurangi rasa pusingnya.
"eh..om.."
Elias merebahkan kepala Tasha ke pangkuannya, membuatnya cukup nyaman dengan berbantalkan kedua paha Elias.
"diamlah, aku tahu kamu masih pusing. Istirahatlah, nanti sampai rumah aku bangunin.." ucap Elias tak terbantahkan
Tasha merilekskan tubuhnya dan kembali memejamkan mata, menikmati pijatan lembut Elias dikepalanya. Elias yang melihat hal itu pun kembali menyunggingkan senyum, masih dengan setianya ia memijat pelan kepala Tasha.
Ucapan dokter yang pernah menangani Tasha saat pingsan dulu, kembali terngiang di telinganya. Ia tahu jika saat ini Tasha sedang mengingat memori masa lalunya. Entah gambaran seperti apa, namun cukup membuat Elias penasaran. Apalagi setelah kejadian beberapa saat lalu, dimana Tristan Evander yang merupakan anak Darius datang dengan mengaku sebagai adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tasha ( Sayangi Aku Mama) (END)
Romantizm"om.." "dasar bocah, sejak kapan gue nikah sama tante Lo??" geram Elias Pria tampan, dewasa, dan sedang menikmati hasil kerja kerasnya. Ia selalu kesal dengan Tasha yang selalu memanggilnya dengan sebutan om, padahal umurnya baru tiga puluh tiga. T...