#31

1.7K 100 4
                                    

✨🐝

Empat tahun berlalu,

"Dok,nih makan siangnya. Ada ada cemilannya juga tadi deh keknya." Ucap salah satu dokter di ruangan rumah sakit.

"Wah.. makasih ya. Dokter sendiri udah makan belum? Kalo belum,makan bareng bisa kali." Jawab dokter perempuan yang itu adalah Zee.

Beberapa bulan lalu setelah ia mendapat gelar sarjana kedokteran,tak lama Zee langsung mendapat panggilan kerja untuk menjadi dokter di salah satu rumah sakit ternama di Semarang. Ia dengan mudah mendapat pekerjaan ini karena,kemarin ia menjadi lulusan terbaik di kampusnya. Dengan berbagai rintangan yang ia lewati selama ia di Jakarta, dengan menjadi lulusan terbaik cukup membayar semua usaha-usaha Zee selama ini.

Tidak usah ditanya lagi,selama itu ia juga berusaha sekeras yang ia bisa untuk melupakan Gibran. Namun sepertinya tak bisa, kenangan-kenangan itu masih terpatri dalam hati Zee. Entahlah,ia membiarkan semua mengalir. Biar waktu saja yang berusaha menghapus semua itu.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Baru saja Zee dan dokter itu memakan satu suapan,dan-

Tok tok tok-
Suara ketukan pintu tiba-tiba terdengar di ruangan itu.

"Permisi..." Ucap sang pengetuk pintu itu yang ternyata adalah perawat di rumah sakit tersebut.

"Iya masuk aja,sus. Ngga di kunci kok."

"Waduh,maaf udah ganggu jam makan siangnya nih,tapi sebentar lagi ada pasien yang datang. Katanya sih dia tentara gitu dok. Dan dokter Zee disuruh nanganin ini-"

"Tentara ya? sakit apa emang?"

"Dokter tau kan tadi ada demo buat turunin harga BBM itu? nah tentara tadi tuh lagi ada tugas disana,dan ada orang nggak dikenal tiba-tiba nembak dia,udah gitu bukan cuma sekali nembaknya. Katanya sih gitu,tapi gatau deh bener apa nggak."

"Owalah... pasien luka tembak? Tapi biasanya yang nanganin masalah pasien seperti itu kan dokter Dante?"

"Dia kan lagi ambil cuti dok. Sampai satu mingguan keknya deh."

"Oh gitu? Yaudah kita kedepan sekarang,ya."

"Iya dok."

Selama kurang lebih lima menit setelah perawat tadi memberi tahu Zee, ambulans sampai tepat di depan pintu rumah sakit ternama itu.
Tidak menunggu lama,Zee dan dua perawat yang ada disana cepat-cepat menuju tempat ambulans itu berhenti,bermaksud untuk membantu menurunkan pasien tersebut.

Zee berjalan sedikit tergesa agar pasiennya mendapat pertolongan tepat waktu. Dengan sigap ia membuka pintu bagian belakang ambulans,dan-

"Hah?!" Ucapnya sambil menenggelamkan wajahnya diantara kedua telapak tangannya.

Seketika kakinya gemetar dan jantungnya berdegup tak beraturan saat melihat seseorang yang terkena luka tembak tadi ternyata adalah? Gibran.

Ia hanya diam, sedikit lesu. Melihat sesosok laki-laki yang pernah menempati salah satu orang terpenting bagi hidupnya itu tengah terbaring berlumuran darah ditubuhnya. Tak lama Zee mulai melangkahkan kakinya mengikuti arah Gibran dibawa ke suatu ruangan rumah sakit tersebut.

"Sepertinya pasien harus segera di operasi,karena mungkin ada peluru yang masih tertinggal dalam tubuhnya,dok." ucap salah satu suster.

"Iya,kita bawa ke ruangan operasi sekarang."

"Baik dok."

Tak lama kemudian, Zee beserta beberapa perawat memulai operasi siang itu. Sambil menahan tangis,ia berusaha menolong nyawa yang mungkin saja tak terselamatkan. Beberapa jam mereka berada di meja operasi. Mereka telah menyelesaikan proses operasi yang dilakukan sedari tadi. Namun, siapa sangka- tiba-tiba saja detak jantung Gibran tak beraturan dengan tekanan darah yang tak stabil pula. Hal ini membuat semua yang berada di ruang operasi itu berfikir bahwa Gibran tak mungkin bisa terselamatkan dengan keadaan yang sudah parah seperti saat ini. Namun tidak dengan Zee,ia adalah satu-satunya orang yang yakin bahwa Gibran bisa diselamatkan. Saat kondisi Gibran semakin tak stabil, dengan detak jantung yang semakin lemah- Zee tetap berusaha menyelamatkan seseorang yang pernah ada dihatinya itu.

Assalamualaikum CaptainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang