Sunwoo melangkahkan kakinya menuju kamar Jie, tadi dia sudah mendapatkan persetujuan dari orang tua Jie.
Tangan besarnya secara perlahan membuka pintu kamar Jie, matanya menatap pada seorang gadis yang kini mendudukkan dirinya di atas kasur sambil memeluk kedua lututnya.
"Jie" panggilnya, Sunwoo memilih untuk mendekat ke arah Jie. Tangan besarnya mengusap kepala belakang Jie, ia tahu gadis itu masih syok dengan apa yang di lihatnya kemarin.
"Gak papa, gue di sini" gumamnya sambil mengusap punggung Jie.
Jie mulai menaikan kepala, kenapa rasanya tubuh Jie tidak berhenti bergetar sedari tadi, padahal dirinya sendiri sudah berusaha untuk menenangkannya. Usapan lembut di punggung tangan Jie membuat gadis itu sepontan memejamkan matanya.
"Udah makan?" Jie menganggukkan kepalanya.
"Minum obat?" Jie kembali menganggukkan kepalanya, rasanya susah sekali membuka mulutnya untuk berbicara karena tubuhnya yang bergetar. Dokter bilang, Jie mengalami trauma ringan, butuh beberapakali hari untuk membuatnya menjadi stabil seperti biasa. Dokter tersebut juga tidak lupa memberikan obatan pada Jie untuk mengurangi rasa takutnya.
"Sekolah di liburin 3 hari, karena ada tahap penelitian" jelas Sunwoo pada Jie.
"A-aku saksinya kak," gumamnya sambil menatap Sunwoo dengan tatapan sendu, pria itu menggelengkan kepalanya sambil tersenyum pada Jie.
"Lo gak perlu datang buat jadi saksi, biar gue aja"
"T-tapi----"
"Istirahat yang cukup, pokoknya setelah masuk sekolah gue gak mau liat muka pucat sama air mata lo."
"Apa-apaan ini? Cengeng" gumamnya sambil menghapus jejak air mata yang tiba-tiba saja keluar dari pipinya.
Tentang yang di lakukan Sunwoo untuk menghapus jejak Jie adalah salah satu tujuannya, dia tidak ingin Jie menjadi saksi karena dia tau gadis itu akan mengalami syok. Jadi Sunwoo berfikiran untuk menggantikan posisi Jie dengan cara melaporkan diri bahwa dialah yang menemukan mayat seseorang pada pihak sekolah.
Tidak ada orang yang melakukan sesuatu tanpa alasan. Entah itu alasan baik atau buruk.
"Kak Sunwoo."
"Hmm"
"Kak Sunwoo baru aja senyum sama aku." Gumamnya sambil mengigit bibir bawahnya. Baru kali ini Jie melihat senyum Sunwoo tanpa beban, biasanya Jie selalu melihat Sunwoo yang memaksa tersenyum di depannya, namun kali ini berbeda. Pria itu melakukannya dengan tulus.
"Gue pulang dulu" pamitnya.
"Se-secepat itu?" Tanya Jie dengan suara gugupnya.
"Lo mau gue nginep?"
"N-nggak kok." Sunwoo hanya bisa terkekeh sambil menatap Jie yang kini mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Pria itu kembali melangkahkan kakinya keluar dari kamar Jie, namun lagi-lagi Jie menghambat niatnya untuk pulang.
"Kak Sunwoo."
"Apa lagi? Mau nyuruh gue jauhin lo?"
"Lakuin yang lo mau, Jie. Lo berhak ngelakuin semuanya." Lanjutnya, lalu pria itu benar-benar pergi meninggalkan kamar Jie dengan sang pemilik kamar yang sangat kebingungan, padahal tadi Jie ingin mengucapkan terimakasih karena pria itu sudah menyempatkan diri untuk menjenguknya.
Boleh tidak Jie egois?
Dia sebenernya masih sayang dengan Sunwoo, namun kedatangan Hyunjae membuat dirinya menaruh rasa lebih pada Hyunjae. Keduanya memiliki tempat masing-masing di hati Jie, apa semua ini yang di namakan mencintai 2 orang secara bersamaan?
____
"Jiseul." Panggil Leana, gadis kecil itu melambaikan tangan ke arah Leana dengan senyum di wajahnya.
"Kak Jie tidak datang lagi?"
"Maaf Jiseul, tapi Jie tiba-tiba sakit. Jadi dia harus pulang."
Jiseul memanyunkan bibirnya dengan helaan nafas panjang, hal itu membuat Leana bergerak untuk mendekat gadis kecil itu dan memeluknya.
Leana tahu seberapa dekat Jiseul dengan Jie, bahkan keduanya saling memahami satu sama lain. Terkadang Leana suka memperhatikan Jie dan Jiseul dari kejauhan, dia memperhatikan bagaimana Jie memperlakukan Jiseul dengan baik layaknya seperti anak-anak kecil di luar sana.
Jie pernah berkata bahwa semuanya sama. Selagi semua bisa berjalan dengan baik, pasti ada kesempatan yang akan datang pada orang tersebut.
Jiseul pernah memberikan isyarat pada Jie bahwa gadis kecil itu tidak akan bisa berbicara hingga dirinya besar, namun Jie dengan senyumannya berkata bahwa apa yang di pikirkan seseorang bukanlah takdir yang tepat dari tuhan. Itu hanya perkiraan manusia, bukan takdir tuhan.
"Sepertinya aku harus pulang, paman Park sudah menunggu di depan sana." Jiseul melepaskan pelukannya Leana secara perlahan, tangan kecilnya menunjuk ke arah luar toko yang memperlihatkan seorang pria paruh baya yang kini melambaikan tangan ke arahnya.
"Mau aku antar?"
"Tidak perlu, cukup menetap di sini atau Kak Leana bisa bantu Kak Jaemin mengerjakan tugasnya." Jiseul menunjuk Jaemin yang duduk di pojok ruangan sambil membolak-balik halaman bukunnya.
"Hati-hati." Gumam Leana pada Jiseul, gadis itu tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Lalu pergi keluar toko bibi Shin dengan langkah kecilnya menuju paman Park.
"Jiseul bertahan hal buruk yang kamu dapatkan selama ini akan segera berakhir."
KAMU SEDANG MEMBACA
After Hidden
FanfictionMenyukai seseorang hanyalah hal semata yang tidak bisa bertahan lama, namun kenapa jika membenci dapat bertahan lama dan meninggalkan bekas yang tidak bisa terlupakan. Walaupun berakhir memaafkan, namun tidak ada kata tulus yang meliputi. Apa itu ad...