25

25 6 0
                                    

Keesokan harinya, Jie memilih untuk keluar rumah seorang diri. Gadis itu memilih untuk pergi ke salah satu swalayan.

Saat hendak memasuki swalayan, mata Jie menatap seorang wanita paruh baya yang sedang kesulitan mengambil buah yang berserakan di jalan. Sepertinya plastik yang wanita paruh baya itu gunakan sudah memiliki lubang.

Dengan gerakan cepat Jie menghampirinya, namun tiba-tiba saja ada pria tidak di kenal menabrak punggungnya. Untung saja Jie bisa menyeimbangkan tubuhnya agar tidak terjatuh.

Bukannya meminta maaf, pria itu malah pergi begitu saja meninggalkan Jie.

"Aku bantu." Gumam Jie saat dirinya berada di depan wanita paruh baya tersebut.

Wanita paruh baya itu tersenyum sambil memperhatikan gerak gerik Jie yang membantu mengambilkan buah-buah yang berserakan di jalan.

"Tunggu sini dulu," pintah Jie. Gadis itu melangkahkan kakinya memasuki swalayan.

Wanita paruh baya yang Jie suruh menunggu kini hanya mengukirkan senyumnya sambil menatap punggung Jie.

Tidak lama Jie kembali dengan membawa tas belajar berukuran sedang di tangannya.

"Masukan di sini" pintahnya, wanita paruh baya itu langsung memasukkan buah-buah tersebut ke dalam tas yang Jie bawa.

"Aku saranin bibi bawa tas sendiri saja kalau pergi ke swalayan. Apalagi belanjannya banyak kayak gini."

"Kamu baik banget."

"Makasih." Jie membungkukkan badannya sambil tersenyum ke arah wanita paruh baya yang kini berada di depannya.

"Sebagai ucapan terimakasih, saya mau traktir kamu di cafe sana." Wanita paruh baya itu menunjuk sebuah cafe yang berada di seberang jalan, lalu tangannya langsung menggenggam pergelangan tangan Jie.

"Gak perlu kok," gumamnya sambil menggelengkan kepalanya, namun wanita paruh baya itu malah ikut menggelengkan kepalanya sambil menarik pergelangan tangan Jie menuju cafe yang di maksudnya.

Jie hanya bisa menghela nafasnya, padahal gadis itu ingin membeli susu pisang di swalayan, setelah itu pulang ke rumahnya untuk menikmati hari liburnya.

Setelah keduanya duduk, wanita paruh baya yang berada di depan Jie tidak berhenti-henti menatap Jie sambil tersenyum. Hal itu membuat Jie ikut tersenyum.

"Nama kamu siapa?"

"Seo YoonJie, panggil aku Jie aja"

"Jie" gumam wanita paruh baya itu sambil tersenyum.

"Kamu lebih muda dari anak saya."

"Dia anak yang nakal, tapi dia baik."

"Saya boleh cerita sedikit tentang anak saya?" Ucapnya yang di anggukki oleh Jie.

Sudah lama sekali Jie tidak mendengar cerita dari orang lain.

"Kamu pernah dengar pengorbanan anak untuk orang tua?" Tanyanya, Jie hanya bisa mengangguk samar. Karena yang Jie sering dengar adalah orangtua yang berkorban demi anaknya, ucapan wanita paruh baya yang berada di depannya terdengar asing, namun menarik bagi Jie.

"Dia gak mau saya dan suami saya berpisah."

"Kenapa bisa pisah?"

"Masalah keluarga, dimana ada dua orang yang bahagia, pasti ada aja orang ketiga yang mau merusak kebagian."

"Anak bibi ngelakuin apa?"

"Dia mengorbankan perasaannya, namun semuanya sia-sia karena suami saya memilih opsi pertama untuk tetap bercerai." Jelasnya sambil menghela nafasnya. Terlihat jelas raut wajah sedih, namun Jie tidak bisa berbuat apa-apa selain mengusap punggung wanita paruh baya tersebut.

After HiddenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang