Gravi mendekat, telapaknya mencekal pergelangan Ily kemudian membalik punggung mungil itu. Dua pasang manik hitam mereka saling bertabrakan. Sampai suara kalkson mobil memutus kontaknya. Gravi menangkup wajah Ily, mengusap cairan yang membasahi pipi gadisnya dengan ibu jari.
“Denger, Ly. Aku ke apotik ngajak Bianca, minta tolong sama dia buat pilihin testpack yang bagus.”
Menyingkirkan tangan Gravi, Ily mundur selangkah ke belakang. “Testpack, mau buat apa?”
“Aku mau kamu mengeceknya sekali lagi.”
Ily ternganga tak percaya, matanya beredar ke arah lain. Dia pikir Ily berdusta. Gravi benar-benar membuat Ily jengkel setengah mati.
“Setelah seminggu menghilang. Kamu bikin aku ketakutan, cemas, gelisah. Terus dateng-dateng kamu nyuruh aku tes ulang. Maksud kamu aku bohong gitu?”
Dada Ily naik-turun kasar, nafasnya terengah karena emosi. Ily mengeluarkan dua testpack biru dari tasnya, melempar kasar benda tipis itu pada Gravi. Terjatuh ke tanah, lelaki itu memungut keduanya. Melihat dua strip di sana.
“Gravi, ini.” Bianca datang menyerahkan satu kantong plastik kecil pada lelaki itu.
Mengambil kantung plastiknya, lantas Gravi mendekati Ily. Gadis itu mundur selangkah. Gravi maju selangkah lagi.
Ily juga mundur selangkah lagi lalu berteriak geram, “Aku gak suka bau kamu, jangan deket-deket.”
Helaan napas Gravi terdengar jelas. “Besok aku jemput, kita tes lagi di apart aku.”
Entah kenapa, perasaan kesalnya begitu bergejolak. Gravi terlihat tenang-tenang saja. Sedangkan Ily mati-matian menahan gelisah. Bodoh sekali dirinya. Ily terdiam sejenak, tersenyum sinis.
“Udahlah, udah ga ada gunanya. Aku udah capek, kecewa berharap sama kamu.” Ily berbalik, hendak berlalu tapi Gravi menahannya.
Lelaki ity, menghadang jalan Ily. “Gak bisa gitu, Ly. Aku juga harus tau.”
Mendelik kesal, Ily menjawabnya dengan nada timggi. “Terus kemana kamu selama seminggu ini? Kamu selalu menghilang kabar.”
“Maaf.”
Ily tersenyum sekilas. “Aku berharap kata itu cukup buat mengganti semua ketakutan dan kegelisahan aku selama ini.”
“Seminggu itu, aku pake buat berpikir. Aku gak mau salah ambil keputusan lagi.” Lelaki di depan Ily menundukkan kepala.
“Ya ... di sini aku yang bodoh. Malam itu terjadi juga karena aku.”
Gravi menggeleng, “Jangan bilang begitu.”
Ily mengakui bahwa malam itu juga salahnya. Ia menyambut keinginan Gravi. Kalau saja malam itu dirinya menolak, sudah pasti tak akan ada yang terjadi di apart Gravi.
Gravi meraih telapak Ily, mengusapnya pelan. “Aku akan berusaha sebaik mungkin.”
Ily diam, menghapus air matanya. Sekarang apa yang membuat Ily sedih. Sebentar marah, sebentar pundung. Moody-an sekali dirinya.
***
“Bu, Ily mau main sama Mega sama Bita. Pulangnya siang, tapi Ily lanjut kerja.” Ilu menemui ibunya di teras rumah.
“Harus berangkat sepagi ini? Masih jam enam loh.”
Tersenyum lebar, Ily menjawab, “Janjiannya jam segini, Bu.”
![](https://img.wattpad.com/cover/232665389-288-k598748.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Gravihati
RomanceCowo baik tapi sialan. Pernah nemu jenis cowo kaya gini? Berarti kamu satu nasib sama Ily. Ily ini 18 tahun, baru lulus SMA, gagal kuliah, padahal udah lolos SBM tinggal go kampus aja. Sayangnya, tiba-tiba Gravi datang ingin bertanggung jawab atas k...