“Ada banyak orang yang berharap bisa memutar ulang waktu untuk mengakiri rasa penyesalannya.”
~~•~~
“Bapak berangkat, Bu. Assalamualaikum.”
Shinta menjawab salam suaminya, pun begitu Ily. Mengunyah perlahan makanan di mulut, pikiran Ily melayang jauh. Ia tidak lagi bisa menikmati semua, hidupnya, bahkan keluarganya.
“Bu, Ratna bantuin jagain warung, ya.”
“Gak usah, istirahat saja sana.”
“Tapi, Bu, Ratna capek tiduran mulu. Pokoknya nanti Ratna mau bantuin.”
Shinta berlalu begitu saja, tak menanggapi kalimat Ily. Hampir dua minggu ini selalu begitu. Keadaan keluarganya berbeda, tak sehangat dulu. Bahkan ibunya pun sudah tidak banyak bicara padanya, seolah-olah tidak peduli lagi.
Mengusap air dari sudut mata. Ily meraup udara sebanyak-banyaknya, mencoba tersenyum, berusaha bersikap tegar. Ily membereskan meja makan. Mengumpulkan semua piring kotor lalu mencucinya.
Hoeek
Meletakkan tumpukan piring. Ily bergegas memasuki kamar mandi, memuntahkan semua isi perutnya. Tak ada support atau apa pun, diabaikan dan dianggap tidak ada. Walau sudah berusaha melakukan yang tebaik di rumah ini, tetap saja tak berarti apa-apa.
.
“Oh, Ratna ini yang mau nikah besok lusa itu, kan?”Celetukan seorang pembeli, menarik perhatian Ily. Tangannya yang semula cekatan melipat kertas minyak kini malah bergerak lambat. Ibu-ibu yang lain ikut menyahut. Dari mana orang-orang tahu.
“Udah berapa bulan hamilnya?”
Menoleh ke samping. Ibunya diam saja, sibuk membungkus nasi. Jadi, Ily yang harus menjawab pertanyaan ibu-ibu pembeli di sini.
“Sembilan minggu, Bu.”
“Hamil muda pasti banyak ngidamnya, ‘hoek-hoek’ juga pasti.” Ily cuma tersenyum menanggapi.
“Mbak Sin, emang bener, ya. Calon mantunya orang kaya, ganteng lagi ya?”
“Iya,” jawab Shinta singkat.
“Yang pas itu bawa mobil, nganterin Ratna pulang kerja itu?” tanya ibu-ibu lain yang berkerudung.
“Udah bawa mobil sendiri?”
“Iya, saya kebetulan abis beli rawonnya Mbak Sin.”
Ily tercengang, berapa banyak waktu yang mereka gunakan untuk memerhatikan kehidupan orang lain.
“Pinter dong Ratna milih suami dapet, orang kaya.”
“Iya, Ratna bejo.”
Menundukkan kepala, Ily mendadak tidak nyaman. Ibu-ibu di sini terlalu banyak bicara bahkan terang-terangan bertanya ini dan itu. Tidakkah mereka merasa, kalau mereka terlalu banyak ingin tahu.
“Kenapa ndak dirame-ramein, Mbak? Toh hamilnya juga masih dua bulan, belum keliatan ini.” Suasana hening, Shinta tak menjawab pertanyaan itu.
“Mbak Rin ini gimana, sih. Itukan beda cerita. Kalau kasusnya gini, memang ijab qobul saja sudah cukup.”
“Monggo, ibu-ibu pesanannya.” Shinta menyerahkan bungkusan plastik kesek, membubarkan percakapan.
“Uangnya pas ya, Mbak Sin.”
Ily hanya bisa menunduk lagi. sepeninggal ibu-ibu tadi, Shinta mendekat, memegang bahu Ily.
“Kamu sedih? setiap hari, ibu menghadapi pertanyaan-pertannyaan itu dari orang yang berbeda setiap hari.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Gravihati
RomanceCowo baik tapi sialan. Pernah nemu jenis cowo kaya gini? Berarti kamu satu nasib sama Ily. Ily ini 18 tahun, baru lulus SMA, gagal kuliah, padahal udah lolos SBM tinggal go kampus aja. Sayangnya, tiba-tiba Gravi datang ingin bertanggung jawab atas k...