Dalam keadaan wajah menunduk, Ily mengangguk samar. Sedangkan Shinta terdiam kaget, melepaskan tangan dari bahu anaknya. Rasa bersalah, takut, kecewa dan khawatir bercampur jadi satu di dada Ily. Setetes air meluncur dengan bebas di pipi. Punggung Ily bergetar, suara isak tangisnya menggema di ruangan yang mendadak menjadi hening.
"Ratna, siapa laki-laki itu?" tanya Dipta memecah keheningan.
Detik bertambah menjadi menit, suasana masih benar-benar sunyi. Ily tak mengangkat kepala atau pun menjawab pertanyaan ayahnya. Sekadar bicara saja Ily tak kuat, bibirnya terus beregetar.
"Jawab! jangan diem aja!"
"Sebelumnya maaf, Om." Pada akhirnya Gravi angkat bicara.
"Nama saya Gravi, temen semasa SMA juga pacarnya Ily. Saya yang akan bertanggung jawab dengan menikahi Ily."
"Pacar ya," geram Dipta.
Ily yakin amarah ayahnya itu sebentar lagi pasti akan memuncak. Ia sampai tak berani hanya untuk sekedar mengangkat kepala menatap wajah ayahnya. Tiba-tiba, Dipta menarik paksa Ily untuk berdiri. Menarik putrinya menjauh dari sofa.
Plaak
Satu tamparan mendarat mulus di pipi kiri Ily. Tubuhnya membatu seakan semua syarafnya berhenti bekerja. Ily tak menyangka akan mendapat tamparan itu.
"Kamu penipu," celetuk Dipta sambil memegang kedua sisi bahu Ily. Derai air mata dengan deras lolos dari pelupuk matanya.
"Anak tidak tahu diri, bikin malu orang tua. Kuliah kamu batal. Besok gak akan ada yang akan mengantar kamu buat daftar ulang."
Rasanya seperti ada sebuah pisau menancap di dada Ily dengan sangat dalamnya. Satu impian yang sudah ia perjuangkan hancur begitu saja, tak akan ada kuliah. Lalu apalagi setelah ini.
"Gak, saya gak sudi nguliahin anak kaya kamu." Tubuh Ily di dorong, untung Disti sigap menahan tubuh terhuyung adiknya dari belakang.
Ily menangis terisak dengan kepala tertunduk. Ia hanya berharap semoga nasibnya tidak sama seperti Nada. Bukankah ayah dan ibunya sangat sayang pada Ily. Untuk sesaat hanya ada suara tangis dia dan ibunya.
"Dan kamu," Dipta melangkah ke arah Gravi.
Telunjuk lelaki hampir separuh abad itu mengacung di depan wajah Gravi. "Laki-laki kurang ajar. Berani sekali kamu menghamili anak saya," maki Dipta kemudian menarik kasar kerah baju Gravi.
Kepalan tangannya yang besar, meninju berulang kali perut dan wajah Gravi. Pemuda 20 tahun itu hanya terdiam tak melawan. Ily yang melihat itu memalingkan wajah. Terisak lagi.
"Saya terima pertanggung jawaban kamu," ujar Dipta lalu mendorong pemuda itu hingga ia terhuyung keluar dari pintu.
Dengan langkah lebar juga tergesa, Dipta masuk ke kamar Ily. Dari pintu tang terbuka, Manik Ily melihat ayahnya membuka lemari memasukkan baju ke dalam tas Ily. Lalu Dipta menarik paksa Ily keluar bersama tasnya.
"Pak, maafin Ratna, hiks." Ily memohon sambil berusaha mempertahankan posisinya agar tidak beranjak.
"Pak, ampun, hiks. Ratna minta maaf."
Seakan tuli Dipta tetap menyeret putrinya lalu mendorong kuat tubuh kecil Ily ke arah Gravi. Melempar juga tas Ily keluar dari pintu rumah. Ily tentu memaksa untuk melesak masuk. Namun Dipta berdiri menjulang di ambang pintu, menghangi Ily.
"Pak, Ratna minta maaf." Air mata kian mengalir membanjiri pipi. Ily bersimpuh, memegang punggung kaki ayahnya. "Maafin, Ratna, Pak."
Ily mendongakkan kepala, Dipta sama sekali tak melihat ke arahnya. Mengintip ke dalam, ibunya di sana duduk dengan berlinang air nata. Terisak menangis melihat ke arah Ily.

KAMU SEDANG MEMBACA
Gravihati
Roman d'amourCowo baik tapi sialan. Pernah nemu jenis cowo kaya gini? Berarti kamu satu nasib sama Ily. Ily ini 18 tahun, baru lulus SMA, gagal kuliah, padahal udah lolos SBM tinggal go kampus aja. Sayangnya, tiba-tiba Gravi datang ingin bertanggung jawab atas k...