Empat pasang mata tertuju pada seseorang di dekat tangga. Di pojok sana, Halim menjatuhkan toples kaca berisi kripik yang dibawanya. Lelaki berumur dua puluh tahun itu tersenyum kikuk.
“Maaf, maaf,” ujarnya seraya memunguti pecahan toples kaca.
“Gak usah, Lim. Nanti biar, Bu Inah aja yang beresin semuanya.” Nura memperingati putranya. “Lain kali hati-hati,” sambung Nura lagi.
“Iya, Ma. Kalo gitu ... semuanya, saya permisi dulu, maaf mengganggu.”
Ily memejamkan mata sejenak. Pecahan kaca tadi membuat suasana menjadi jauh lebih menegangkan. Rajendra berdehem pelan, kontan mata Ily terbuka lebar detik itu juga.
“Kalau dia hamil, lantas apa urusannya dengan saya?”
Dada Iy berdetak sangat cepat saat ini. Respon ayah Gravi ... apa maksudnya. Sinyal macam apa itu, pertanda burukkah.
“Saya ingin bertanggung jawab dengan menikahinya.”
Tak ada respon apa pun dari Rajendra. Pria dengan kulit tan itu masih menatap ke bawah. Wajahnya pun terlihat biasa saja. Apa ini, Ily tak mengerti.
“Lalu?” tanyanya singkat saat Gravi tak kunjung mengutarakan kalimat lainnya.
“Tujuan saya ke sini. Ingin minta restu dan dukungannya untuk menyakinkan kedua orang tua Ily.”
Menit-menit berlalu dengan keheningan. Ily masih menundukkan wajah. Ia tak berani memperihatkan wajah di depan orang tua Gravi.
“Usaha apa yang sudah kamu lakukan?”
Apa maksudnya? Aku sama sekali tak paham dengan kalimat itu, batin Ily.
“Saya sudah lebih dulu mengakui ini pada orang tua Ily,” ujar Gravi.
“Berapa umur kandungannya?” kali ini Nura yang bertanya.
Menyibak surai hitamnya, Ily mengakat wajah lalu menjawab, “Hampir tujuh minggu tante.”
“Gravi, ceritakan semuanya,” titah Rajendra.
Menoleh pada Ily sekilas, Gravi mengangguk meyakinkan gadis itu. “Kemarin malam Ily diusir dari rumah setelah mendengar pengakuan itu. Terpaksa Ily tinggal di apartment semalam. Dan hari ini kami sepakat untuk datang ke sini juga.”
Rajendra tersenyum miring. “Berani kamu, ya. Nekat.”
Seluruh bulu kuduk leher Ily meremang. Suasana di ruangan ini mulai tidak enak. Rajendra mulai memperlihatkan gelagat lain. Tak ada satu dari empat orang pun yang membuka suara.
Sampai tiba-tiba, Ily terlonjak kaget karena suara pecahan keramik sebesar tabung gas biru yang baru saja Rajendra gulingkan. Detik itu pula, pria setengah abad bertubuh bugar itu bangkit dan langsung menyahut kerah sweater neck turtle hitam putranya.
“Beraninya kamu menghamili putri orang, punya apa kamu untuk merawat seorang istri dan anak? Hah!”
Tinjuan mendarat bertubi-tubi di perut Gravi. Ily hanya bisa terisak tanpa daya untuk menghentikann. Sama halnya dengan tante Nura yang saat ini juga tengah menangisi Gravi.
“Apa yang kamu punya untuk menghidupi keluarga kecilmu nanti? Jawab!”
“Niat, usaha, dan keberanian,” ringis Gravi.
Rajendra tersenyum sinis, kali ini ia melayangkan bogeman ke wajah Gravi. “Sakit karena pukulan ini tak sebanding dengan sengsaranya seorang wanita hamil.”
“Kamu mungkin seorang anak yang kurang ajar juga seorang lelaki yang bengsek. Tapi saya harap, kamu bukanlah seorang suami yang pengecut nantinya.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Gravihati
RomanceCowo baik tapi sialan. Pernah nemu jenis cowo kaya gini? Berarti kamu satu nasib sama Ily. Ily ini 18 tahun, baru lulus SMA, gagal kuliah, padahal udah lolos SBM tinggal go kampus aja. Sayangnya, tiba-tiba Gravi datang ingin bertanggung jawab atas k...