"Ily, apa Gravi selalu begini, pulang larut malam?"
Gadis itu menolehkan pada ibu mertua yang ada di samping kiri. Suara televisi menyamarkan keheningan sejenak. Keduanya saat ini sedang berada di ruang tamu. Bahkan sudah sejak pukul sembilan malam tadi, Nura mengajak Ily untuk duduk di sini. Meninggalkan Rajendra sendiri di ruang tamu.
"Selama Gravi bekerja, Ily emang gak pernah melihat dia pulang jam delapan."
Tatapan Ily kembali terfokus pada televisi di depannya. Melirik sekilas pada jam yang sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Hari sudah berganti.
"Gravi kerja apa, Ly?"
Inilah satu dari sekian banyak hal yang tidak Ily ketahui. Perempuan itu rerdiam, ah, malu rasanya jika ia menjawab tidak tahu. Namun, mau bagaimana lagi. Ia tak bisa berbohong bukan.
Kepala berambut coklatnya menggeleng sekali. "Gravi gak pernah cerita soal kerjaannya, Ma. Dan lagi, setiap kali Ily nanya, dia gak pernah mau ngaku."
"Udah berapa lama dia kerja?"
"Sekitar dua bulan lebih, Ma. Hampir tiga bulan."
Satu tangan Nura menghampiri bahu kiri Ily. Perempuan itu tersenyum dengan sorot mata sendu. "Kamu pasti kesepian, kan? Mama tau, berat rasanya kalau menghadapi keluhan hamil sendirian."
Ily menatap lurus ke bawah pada kakinya yang sedikit membengkak.
"Maafin mama ya, Ly, karena mama gak punya kuasa untuk bisa datang ke sini. Rajendra, ayahmu itu melarang mama datang. Dia mau mama gak ikut campur urusan rumah tangga kalian."
Perempuan dengan setelan coklat itu juga ikut menundukkan kepala. "Maafin ayahmu juga. Ayahmu memang sangat kecewa dengan kelakuan Gravi yang menghamili kamu, Ly. Karenanya dia berhenti mengirimkan uang bulanan, ingin memberikan hukuman sekaligus ingin melihat reaksi Gravi. Apakah dia bisa bertanggung jawab menghidupi kamu."
"Dan ternyata, Gravi memang sanggup melakukan itu tanpa memohon belas kasihan dari ayahnya sendiri. Ayahmu itu bahkan sempat bangga padanya."
Ily terdiam, lalu apa tujuan ayah dan ibu mertuanya kemari. Apakah, mereka sudah memaafkan Gravi dan ingin memberikan sebuah penghargaan pada lelaki itu karena mampu hidup mandiri selama empat bulan ini. Atau ... kedatangan Rajendra ingin mengabulkan permintaan ibu Nura, mengajak Gravi dan Ily tinggal di rumah megahnya.
Ya Tuhan mulut Ily gatal sekali ingin bertanya, tapi tidak bisa. Ily tidak mempunyai keberanian sebesar itu.
"Apa dia udah tidur, Ly?"
Ily menunduk, melihat tangan ibu mertuanya di atas perut Ily. "Kayanya iya Ma, dari tadi diem aja."
"Sudah USG? Cek jenis kelamin?"
Wajah antusias ibu mertuanya, menularkan sebuah kebahagiaan tersendiri bagi Ily. Ternyata rasanya sesenang ini, melihat ada orang yang juga begitu senang atas kehamilan Ily.
"Perempuan, Ma."
"Aaa, ya ampun." Nura tersenyum sanhat lebar. "Nanti akan ada cewe kecil yang lari-lari pake rok mini, dikuncir dua." Ah, Ily jadi ikut tersenyum sendiri membayangkannya.
"Kamu ngantuk, Ly? tidur aja gapapa."
Ily menggeleng, "Enggak, Ma. Ily sesekali juga mau nunggu Gravi pulang."
"Calon cucu Mama mau dikasih nama apa?"
Ily, kali ini menatap penuh pada ibu mertuanya. "Kalo aku maunya dikasih nama Zahra, Ma. Tapi Gravi maunya Elsa."
Nura mengangguk pelan. "Gapapa dong."
"Tapi Ily bingung, Ma. Elsa sama Zahra itu susah dijadiin satu nama. Udah Ily coba rangkai-rangkai tapi tetep kurang pas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gravihati
RomanceCowo baik tapi sialan. Pernah nemu jenis cowo kaya gini? Berarti kamu satu nasib sama Ily. Ily ini 18 tahun, baru lulus SMA, gagal kuliah, padahal udah lolos SBM tinggal go kampus aja. Sayangnya, tiba-tiba Gravi datang ingin bertanggung jawab atas k...