Ily membuka mata, potongan kejadian kemarin kembali berputar. Ternyata bukan mimpi, kemarin itu nyata. Pakaiannya, kemana mereka semua, tak satu pun lembar kain yang bisa Ily rasakan. Jadi, semalaman ia tidur hanya tertutup selimut ini. Dadanya berdegup kencang, kembali teringat akan hal yang telah ia dan Gravi lakukan.
Deru napas Ily semakin tak karuan seiring dadanya yang bertalu karena cemas. Telapak kakinya berkeringat dingin. Iris Ily memandang kosong ke arah tirai yang sedikit terbuka. Diluar masih gelap. Jam berapa sekarang. Ily terpejam, menarik keluar tangan kirinya dari selimut.
"Kamu udah bangun, Ly."
Gravi menyentuh bahunya yang bebas kain. Ily menegang, pergerakannya terhenti seketika. Padahal ia berharap Gravi masih terlelap. Ia ingin keluar dari apartment Gravi tanpa perlu berbicara apa pun dengan dia.
Disingkirkannya tangan Gravi. Ily bangkit dari pembaringan, menahan selimut tebal agar tetap membalut tubuh, lalu melilitkan kain putih itu. Seperti ada sesuatu yang berbeda dari biasanya, terasa seperti ada yang mengganjal di pangkal paha. Ia merutuk menyesal, bahkan berjalan saja Ily tidak senormal biasanya, sedikit tertatih. Bagaimana ini, bagaimana jika orang rumah tau keanehan itu. Ily akan menjawab bagaimana.
Di kaki ranjang, Ily membawa semua pakaian yang tergeletak di sana. Malu rasanya membayangkan Gravi yang memungut satu-persatu pakaian Ily dari lantai. Dan tubuh ini, bahkan Gravi sudah melihat setiap incinya. Seperti kehilangan harga dan kepercayan diri, entah kenapa Ily merasa hina bahkan di depan Gravi sekali pun. Dia malu.
"Aku bantu kamu ke kamar mandi."
Tubuh Ily bergeser selangkah menjauh dari Gravi. "Aku bisa sendiri."
Berlalu dari kamar Gravi. Ily tersenyum hambar. Lelaki itu sudah berpakaian lengkap, bercelana panjang dan memakai hoodie.
Jadi, dia berniat meninggalkan aku sendiri di apartnya, batin Ily menebak.
"Aku antar pulang, Ly."
"Aku bisa pulang sendiri." Ily menjawab tanpa melihat wajah Gravi.
"Kalo gitu aku udah pesen Grab buat kamu. Kabari aku kalo kamu udah sampe rumah."
Ily keluar begitu saja tanpa menyahut. Derai air mata berlomba-lomba melintasi pipi Ily. Bagaimana jika sesuatu terjadi padanya. Ily takut, sangat takut jika perbuatannya semalam akan membuahkan sebuah kehidupan di dalam rahimnya.
Pukul 04.25 WIB
Ily keluar dari mobil, pintu rumah terbuka. Ia yakin ayah dan ibunya masih di masjid sekarang. Di ruang tamu, ia berpapasan dengan Disti yang sedang menyapu lantai.
"Loh Ly, dah pulang."
"Iya, mbak. Mega ada acara, subuh-subuh langsung ke puncak. Yaudah maraton filmnya buyar. Aku pulang ajalah." Disti mengangguk paham.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gravihati
RomanceCowo baik tapi sialan. Pernah nemu jenis cowo kaya gini? Berarti kamu satu nasib sama Ily. Ily ini 18 tahun, baru lulus SMA, gagal kuliah, padahal udah lolos SBM tinggal go kampus aja. Sayangnya, tiba-tiba Gravi datang ingin bertanggung jawab atas k...