Bab 29. Diguncang Gunjingan

1.6K 106 3
                                    

‍‍‍‍‍‍‍‍‍"Enggak, Gra. Aku juga tau mana cowo yang tertarik sama aku, mana yang biasa aja." Gravi masih diam mendengarkan.

"Dan saudara tiri kamu itu, gak ada perasaan apa pun sama aku."

Gravi tersenyum miring, dia kembali duduk di meja belajarnya. Tidak melakukan apa pun. Hanya menatap Ily dalam diam.

Tuduhan yang Gravi layangkan pada Halim sama sekali tak berdasar. Dari mana ceritanya Halim mencintai Ily. Kalau memang benar, kenapa Halim tidak merebut dirinya dari Gravi sejak dulu.

Halim itu lumayan keren, tajir, dan wajahnya juga gak jelek-jelek amat. Kenapa lelaki itu harus capek-capek mengejar wanita yang sudah bersuami seperti Ily. Benar-benar gak masuk diakal. Astaga, kemana perginya Gravi yang jenius dan penuh dengan logika di kepalanya.

"Gra, boleh kan?" Gravi masih membisu dengan mata yang tak lepas dari Ily sejak tadi.

"Kamu takut aku jatuh cinta sama dia? Berarti kamu gak percaya sama aku?"

"Aku percaya sama kamu."

Satu kalimat datar yang keuar dari bibir Gravi, mengundang sebuah senyuman di wajah Ily. Apa ini pertanda kalau Gravi memberikan izinnya. Namun, rupanya perbincangan belum mencapai kesimpulan.

"Tapi aku gak percaya sama dia."

Gravi kembali menghadap laptop. Membuka lembaran-lembaran satu bendel kertas di mejanya. Ily menghembuskan napas pelan, mendekat pada Gravi. Kemudian menyentuh satu bahu lelaki itu dan berkata, "Kamu cuma perlu percaya aja sama aku. Jadi ... boleh kan?"

"Hm."

"Hm apa?"

"Iya, boleh. Tapi inget, cuma belajar, jaga jarak sama dia. Jangan terlalu deket," pungkas Gravi.

Ily berjingkat senang, mengiyakan ucapan Gravi. Sebenarnya Ily ingin mengatakan, kalau sejak SMA dulu ia dan Halim memang sudah dekat. Namun, ah peduli amat. Yang terpenting mulai pekan depan, setiap hari minggu setidaknya Ily punya teman mengobrol.

***

Malam menyergap, semua orang terlelap dengan pulas. Begitu juga dengan Ily. Ketika itu sangat sunyi, entah jam berapa, Ily tak tahu pastinya. Ia tiba-tiba terbangun dari tidur, satu tangannya meraba ke kasur yang biasa Gravi tiduri.

Kosong. Gravi tak ada di sampingnya. Mungkinkah lelaki itu masih berkutat dengan tugas kuliah. Ily berbalik menghadap ke meja Gravi yang tepat berada di sisi kirinya. Bersih dan rapi, tak ada siapa pun.

Mengumpulkan seluruh tenaganya, Ily bangun dan berjalan keluar kamar. Ketika Ily membuka pintu, sorot cahaya membantu menerangi sebagian ruang tengah yang gelap gulita. Menyalakan lampu ruang tengah, Ily lantas masuk ke kamar mandi untuk buang air kecil.

Tidak seperti minggu-minggu di kehamilan trimester pertama. Di usia kandungan yang sudah memasuki empat bulan ini, keluhan mual, nyeri payudara, dan juga beser yang biasa Ily alami perlahan-lahan berkurang.

Ternyata benar, apa yang Ily baca di artikel hari itu terbukti. Keluhan seperti mual, nyeri payudara, beser biasanya hanya terjadi di kehamilan trimester pertama dan akan menghilang dengan sendirinya di trimester kedua. Meski memang tak menutup kemungkinan, ada beberapa ibu hamil yang bisa merasakan ketiganya sepanjang masa kehamilan sembilan bulan.

Keluar dari kamar mandi, Ily baru menyadari sesuatu. Gravi ada di sana, terlelap dengan posisi tengkurap di sofa. Satu guling digunakan lelaki itu sebagai bantalnya.

Gravi ini kenapa, sih.

Telapak kaki Ily yang sedikit basah melangkah pelan, mendekati suaminya. Ia duduk tepat di depan wajah Gravi yang dimiringkan ke arah televisi.

GravihatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang