Chapter 1

22.9K 868 12
                                    

"Papa ada pengumuman."

Satu kalimat itu berhasil membuat Jeana Tandiono menyelesaikan pekerjaan lebih cepat di kantor. Kalau Papa sudah bersabda, maka semua anggota keluarga wajib menurutinya.

Tidak seperti hari-hari yang biasanya mereka lalui tanpa bertatap muka karena terlalu sibuk di kantor, malam ini kepala keluarga Tandiono, istri, serta kedua anaknya berkumpul untuk makan malam bersama. Sesuatu yang sungguh langka.

Jeana bahkan tidak ingat kapan terakhir kali mereka makan malam dengan anggota lengkap seperti ini. Mungkin sewaktu Natal tahun lalu?

Walaupun Hendrik Tandiono sudah mengatakan bahwa ia memiliki pengumuman, hingga saat ini sang kepala keluarga belum juga menyampaikannya, padahal mereka sudah sampai di menu terakhir, yaitu pencuci mulut.

Meski sama-sama penasaran, tidak ada satupun dari Jeana maupun kakaknya, Joshua, yang berani menanyakan pengumuman yang hendak disampaikan sang ayah.

Setelah melempar tatapan penuh kode, memilih siapa yang akan mulai bertanya, akhirnya Joshua membuka topik pembicaraan.

"Jadi, apa yang mau Papa umumkan?"

Papa menaruh sendok dan garpunya di atas meja, seolah menantikan pertanyaan itu keluar dari mulut salah satu anaknya. Pria yang rambutnya sudah memutih itu lalu berdeham sambil menatap ke arah putri bungsunya, "Jeana..."

Astaga, Jeana langsung mendapatkan firasat buruk. Melihat dari ekspresi Papa, perasaan gadis itu mengatakan akan ada sesuatu yang menimpanya.

Berusaha untuk tidak berprasangka buruk terhadap orang tua sendiri, Jeana lalu menjawab Papa sambil melempar senyum manis, "Ya, Pa?"

"Kamu ingat Om Anton?"

"Anton... Wiraatmadja? Dari Nusantara Group?" jawabnya berusaha mengingat. Papa memiliki terlalu banyak teman untuk bisa ia hapalkan semuanya.

"Minggu depan kita akan malam dengan keluarganya Om Anton. Kamu akan Papa kenalkan dengan anaknya. Ingat Wilfred? Will?"

"Kenapa harus dikenalkan?" jawab Jeana pura-pura tidak tahu dengan mata membulat.

Sesungguhnya, Jeana tahu persis arah pembicaraan ini dan ia tidak menyukainya. Kalau hanya sekadar berkenalan, tidak mungkin Papa sampai mengajak mereka makan malam bersama untuk membicarakan hal ini dan membuang waktunya yang berharga.

"Jea sayang... Kamu kan sekarang sudah dua puluh enam tahun... Papa dan Mama ingin mencarikan kamu pendamping yang sesuai," timpal Mama lembut sambil mengelus lengan putrinya yang duduk di sebelahnya.

Mama tampaknya sedang berusaha membujuk Jeana dengan nada yang manis agar emosi gadis itu tidak meledak. Mama jelas sudah tahu perangainya. Jeana yang keras kepala mewarisi sebagian besar sifat Papa, sementara Joshua yang sabar dan lembut mewarisi sifat Mama.

"Papa dan Mama sudah ketemu Om Anton dan istrinya. Kami sepakat mengatur perjodohan kamu dengan Wilfred."

Benar dugaan Jeana.

Pembicaraan malam ini ternyata memang sangat penting, tentu saja karena terkait dengan perjodohan antara dirinya dan pewaris tunggal Nusantara Grup yang kekayaannya tidak akan habis selama tujuh turunan walau seluruh keturunan mereka hanya duduk diam dan tidak bekerja.

"Aku nggak mau," jawab Jeana singkat sambil menatap mata Papa lekat-lekat, tidak mau kalah dengan auranya yang mengintimidasi. "Papa sama Mama bercanda, ya? Kenapa nggak ngomong dulu sama aku? Kenapa diputuskan begitu saja secara sepihak?"

Mendengar nada bicara sang adik yang meninggi serta melihat Papa yang sedang berusaha menahan emosinya hingga rahangnya mengeras, Joshua langsung berusaha menengahi.

Poison [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang