Melan menaruh motornya di gudang. Padahal ada bagasi, tetapi ayahnya melarangnya untuk itu.
Sebelum mengetuk pintu utama, Melan mengerjapkan matanya berulang kali. Jantung dia berdetak dengan kencang. Bulir air mata mulai turun dari tempatnya. Secepat mungkin Melan mendongakkan matanya sembari mengepalkan tangannya.
Tok! Tok!
"Assalamu'alaikum," ujar Melan kemudian langsung berlalu masuk. Percuma saja dia mengucapkan salam, toh, semuanya tidak pernah membalas do'anya.
ayahnya---Rian menatapnya dengan penuh benci. Ia memandang lekat putrinya dari atas hingga bawah, sungguh menjijikkan. "Berdarah?" tanyanya dengan wajah yang terlihat datar.
Melan mengangguk pelan. "I--ya, Yah. Ta--di Me--lan--"
"Apa susahnya berbicara dengan jelas?!" potong Rian dengan cepat. Dia benci dengan orang yang selalu ragu dengan jawabannya sendiri.
Napas Melan memburu, keringat dingin mulai bercucuran. "Iya, Yah."
Rian berdecih, "Masalah lagi? Sudah berapa kali saya bilang? Lawan mereka yang menginjak kamu!"
"Melan nggak mau masalahnya jadi--"
"Berani sekali kamu membantah perintah saya!" ucap Rian dengan bersungut-sungut. Dia kemudian menampar pipi Melan dengan keras.
Plak!
"Sudah berapa kali saya bilang? Jangan pernah membantah ucapan saya!"
Dengan memegangi pipinya, Melan berkata, "Ayah ... izinin Melan ngeluh!"
"Mengeluh? Mengeluh itu untuk orang yang lemah! Kamu saya didik dengan keras agar menjadi contoh yang baik buat kakak-kakak kamu!" Rian kemudian membalikkan badannya berniat untuk pergi.
Dengan gemetar Melan mengatakan, "Tapi Ayah ... kenapa Melan yang harus jadi contoh buat kakak-kakak Melan? Bukannya itu berbanding balik?"
Rian tersenyum miring, dia kemudian membalikkan badannya kembali ke arah Melan. "Rupanya kamu mulai besar," ujarnya sembari mengelus puncak kepala Melan. "Tapi, bukan berarti kamu menjadi pembangkang seperti ini!" tambahnya kemudian mendorong Melan sampai jatuh tersungkur.
Melan dengan sekuat tenaga menahan tangisnya.
"Sakit?" Rian berdecak, "lebih sakit saya yang sudah dipertanyakan itu oleh kamu! Gadis bodoh, jelek, dan ...."
"Menjijikkan!" lanjut Rian. Kemudian langsung menaiki anak tangga dengan cepat untuk pergi ke ruang kerjanya.
Deg!
Hati Melan teriris, dia langsung berlari ke kamarnya yang letaknya berdekatan dengan kamar pembantu. Ia tak perlu susah payah untuk menaiki anak tangga.
Dengan secepat kilat Melan menutup pintu kamarnya dengan pelan. Ia kemudian merosotkan badannya di ambang pintu yang ia tutup tadi.
"Tuhan, kenapa Melan jadi anak menjijikkan? Apakah Melan terlalu jelek di mata semua orang?" Ia kemudian mengambil sebuah cermin. Melan memandang wajahnya sekilas. Kemudian langsung melempar cermin itu di atas kasur.
"Apa Melan harus cantik biar dapet perhatian semuanya?"
*
Naura sedang bersama dengan kekasihnya---Dion. Dion menjelaskan bahwa hubungan Melan dengannya hanyalah sebatas teman. Tidak kurang dan tidak lebih.
Namun, Naura tetap kekeuh untuk menghancurkan Melan. Ia sengaja menghasut temannya atas nama pelakor. Sebenarnya, dia sudah tahu, bahwa Melan tidaklah tertarik dengan kekasihnya.
Tapi, apa boleh buat?
"Kamu nggak usah membela Melan, deh! Percuma!" ujar Naura sembari memberikan senyum smirk.
"Kenapa kamu nggak percaya sama aku, Ra? Aku udah jujur sama kamu!" pekik Dion. Benar-benar sudah kehilangan kesabaran dengan gadis pencemburu seperti Naura.
"Buat apa percaya sama kamu? Nyatanya, semua laki-laki sama!" kelit Naura dengan cepat.
Dion mengerutkan keningnya bingung. "Maksud kamu gimana?"
Naura mencopot kacamata andalannya. "Kamu dan Melan memang sebenarnya cocok!" ungkapnya yang membuat Dion melotot.
"Aku nggak suka sama Melan!" tegas Dion dengan cepat. Naura kemudian tersenyum. "Aku tau, yang kamu cintai cuma aku."
Tinggalin jejaknya di sini, ayo♥️
Tebar kebaikan dengan merekomendasikan cerita ini, skuy lah!
See you next part!
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi KAMU [Selesai]
Teen Fiction>> SAD + ROMANCE << "Kalo itu keinginan Ayah ... Melan bakal turutin." Aku atau adikku yang dikorbankan? Melan-itu adalah panggilanku. Akan tetapi, tidak untuk keluargaku. Aku kira aku adalah anak bungsu, tapi ternyata aku salah. Cemoohan setiap har...