Gak tau, gak ngerti, gak pahaaam.
***
Fahri berlari menyusul Moza, hujan yang deras itu cukup membuat dirinya menggigil. Ia menarik kasar tangan Moza dan membawanya di sebuah pohon beringin yang dekat dengan cafe.
"Kenapa di sini, sih?! Ngga ada tempat lain apa." Moza tentu saja heran dengan sikap Fahri. Bila dipikir, raut wajah Fahri bukannya sedih kinj malah terlihat sumringah. "Kenapa?"
Fahri mengeluarkan ponselnya. Ia juga meminta Moza untuk meminjamkan ponsel Moza padanya. Kening Moza mengerut, tidak paham dengan jalan pikiran Fahri.
Namun, Fahri tidak menanggapi. Ia sibuk menyalin sebuah video kepada ponsel Moza. Kini Moza semakin dibuat bingung dengan tingkah Fahri. "Apa dia udah gila?" Moza bermonolog sembari menggigit ujung jari telunjuknya.
Matanya masih penasaran dengan yang dilakukan Fahri. Akan tetapi, ia belum mendapatkan jawaban dari Fahri.
Moza menghela napas panjang, ia kemudian akhirnya duduk. "Lo ngapain sih, anj—astaghfirullah."
Moza masih mengingat dengan perkataan kasarnya minggu lalu pada Zian. Zian pun akhirnya marah kepadanya sampai tidak mau berbicara dengannya selama sembilan puluh detik.
Fahri memberikan senyum miring, tatapannya kini beralih ke Moza. "Gue habis nyalin video."
Moza masih saja tidak paham, apakah otaknya lemot karena kehujanan. "Apa, sih?!"
"Barusan gue udah ngedit video Maesah pelukan sama Alfin, tapi gue edit biar jadi konten dewasa."
Moza menutup mulutnya tak percaya, matanya membulat sempurna. "Lo berlebihan, bego. Kalo mereka tau lo yang buat itu gimana? Otak lo itu mikirny--"
"Mereka ngga bakal tau, tunggu aja. Gue udah nyebarin video ini ke sosmed. Bentar lagi mereka berdua bakal malu," ungkap Fahri penuh percaya diri. Sedangkan Moza masih merasa syok berat karena tingkah Fahri yang begitu berbahaya untuk dirinya.
***
Hujan sudah reda akhirnya Maesah bisa bernapas lega. Ia menyelipkan sebagian surainya ke belakang telinganya. Wajahnya merah merona mengingat kejadian yang baru saja terjadi.
Semesta nampaknya juga menginginkan Maesah kembali bersama Alfin. Suasana Cafe kini terlihat menegangkan. Mereka semua melihat ke arah Maesah dan juga Alfin. Tatapan tajam kini menyoroti mereka.
Alfin sadar akan perubahan semua pengunjung Cafe sekarang. Ia mengerutkan keningnya kebingungan.
"Apa mereka semua tadi melihat kita?" Pertanyaan Alfin justru membuat Maesah menganga. Tatapan Alfin kepada pengunjung Cafe membuat Maesah mengikuti arah pandangannya.
"Mereka semua kenapa, sih? Ngiri kali." Maesah mendengkus sebal. Acara romantisnya terhenti karena sorotan tajam dari para pengunjung cafe.
Salah satu ibu ruma tangga yang ada di sana berkata, "Kalian ini ngga punya malu. Di tempat umum kalian melakukan hal yang tidak senonoh."
Maesah dan Alfin saling bersitatap sejenak. Mereka tidak paham dengan ucapan dari ibu-ibu itu.
"Maksud Anda bagaimana, ya? Kami tidak paham." Alfin mencoba bertanya kembali perihal maksud dari yang dikatakan ibu rumah tangga tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi KAMU [Selesai]
Teen Fiction>> SAD + ROMANCE << "Kalo itu keinginan Ayah ... Melan bakal turutin." Aku atau adikku yang dikorbankan? Melan-itu adalah panggilanku. Akan tetapi, tidak untuk keluargaku. Aku kira aku adalah anak bungsu, tapi ternyata aku salah. Cemoohan setiap har...