Selikur💔

766 67 8
                                    

Hujan deras kembali turun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hujan deras kembali turun. Karena Melan tidak tahu akan turun hujan, Melan tidak membawa payung ataupun jas hujan untuk melindungi dirinya.

Ingin rasanya Melan bermain hujan, tetapi rasa-rasanya tidak mungkin. Apa yang akan ayahnya katakan nanti jika Melan bermain hujan di usia sebesar ini?

Melan memandang lekat tetesan hujan yang turun itu, angin yang berhembus kencang cukup membuat dirinya menggigil.

"Nih!" ucap seseorang sembari menyodorkan sebuah jaket kepada Melan.

Melan langsung melihat siapa orang yang memberikan jaket itu kepadanya.

"Kak Dion?"

Dion mengangguk. "Nih, pake!"

"Buat apa? Nyatanya pake jaket ataupun ngga tetep kehujanan," ungkap Melan.

Dion sudah tahu Melan pasti akan menolaknya. Ia berkata, "Emang bener lo bakal tetep kehujanan. Tapi, seenggaknya jaket ini bisa melindungi lo dari dingin."

Melan hanya tersenyum mendengar jawaban dari Dion. Menakjubkan!

"Makasih," ucap Melan. Melan pun menerima jaket itu dan langsung memakainya.

"Sama-sama. Gue pergi dulu, mau jemput Naura."

"Iya, Kak."

April yang melihat kejadian itu tidak lupa untuk memotretnya. "Dasar, nggak tau malu!"

***

Hari ini SMA Merpati mengadakan pengambilan raport untuk kelas X. Kemeja hitam yang dipakai oleh Rian sungguh membuat teman-teman Melan takjub termasuk Naura.

Kemejanya sungguh lah bagus, dengan celana jeans yang pas untuk Rian membuat tampilannya begitu luar biasa.

"Gila itu Bokap Melan? Keren bener anjir," bisik April tepat di telinga Naura.

Senyum yang ada di bibir Rian tidak memudar sedikit pun ketika di sana, tetapi ketika nama Melan dipanggil dan guru menjelaskan betapa buruknya nilai Melan langsung membuat Rian naik pitam.

"Sebenarnya guru lain pun kebingungan dengan nilai Melan yang tiba-tiba turun drastis, Pak. Tapi, kami sepakat untuk menaikkan Melan meskipun nilainya di bawah rata-rata," ucap Bu Andin.

"Maaf, Bu. Akhir-akhir ini anak saya memang malas," tutur Rian sembari melirik Melan sinis. "Boleh saya izin pulang bersama anak saya? Sepertinya anak saya sedang banyak pikiran, Bu."

Bu Andin mengangguk. Rian dan Melan pun pergi dari kelas X IPS 2.

***

Setibanya di rumah, Rian langsung melempar raport yang tadi ia pegang. Melan yang tidak tahu akan terjadi seperti itu, tubuhnya terhuyung hingga jatuh ke lantai.

"Awh!" rintih Melan.

Dengan waktu yang cukup tepat, sepatu hitam yang baru Rian beli, ia gunakan untuk menginjak telapak tangan Melan.

"A-YAH!" teriak Melan kesakitan.

Lima kali injakan Rian berikan kepada Melan. Bulir air mata itu masih setia di pelupuk mata Melan.

"Sakit, kan? Rasain! Ini balasan buat kamu karena sudah mempermalukan saya!" ungkap Rian tanpa jeda.

Melan memejamkan matanya sebentar, menahan rasa sakit yang sedang ia rasakan. Tangannya mengeluarkan darah yang cukup menyakitkan untuknya. "Kenapa Ayah gitu?" tanya Melan.

Rian menaikkan satu sudut bibirnya. "Kenapa gitu? Kenapa?!" jerit Rian. Rian memegang kedua pipi Melan bersamaan menggunakan satu tangannya. "Kamu sudah mempermalukan saya."

"Maksud Ayah?" tanya Melan ketika pegangan Rian sudah terlepas darinya.

"Nilaimu di bawah rata-rata, bodoh!" jelas Rian dengan nada sengit.

Melan masih mencoba menahan air matanya. "Bu-kannya dulu Ayah yang nyuruh Melan ngerjainnya asal-asalan? Terus Melan harus apa?" tanya Melan sembari berniat bangkit.

"Udah-udah, ngga usah ngelakuin apa-apa. Apapun yang kamu lakuin itu cuma malu-maluin!" tutur Rian. Rian pun langsung ke atas menuju kamar Maesah.

Deg!

Mendengar kalimat itu Melan langsung tersenyum getir. Ingin rasanya Melan mati di situ juga.

"Melan? Melan cuma orang yang terasingi di rumah besar ini. Seperti besi yang begitu berat, Melan pun beban untuk keluarga ini," ujar Melan dengan sedikit serak.

"Melan ikhlas diperlakukan seperti ini. Asalkan cuma Melan doang yang diginiin, yang lain jangan!" Melan pun mengambil raportnya yang dilempar Rian tadi. Tangan kanannya terluka, luka itu cukup perih untuk Melan.

***

Melan sudah berada di kamarnya. Dia mencoba untuk mengobati lukanya sendiri. Karena lukanya di tangan sebelah kanan membuat Melan tak bisa apa-apa.

Karena kesulitan, Melan tidak sengaja menjatuhkan plester dan menggelinding sampai ke sudut kamarnya.

"Tuhkan, malah jatoh." Melan kemudian mengambil plester bulat tersebut. Ketika Melan berniat untuk pergi, ada suara dari bawah lantainya yang langsung membuat perhatian Melan terfokuskan ke lantainya.

Krekek!

"Lantainya keknya udah rusak, deh." Melan pun mencoba membuka lantai kamarnya.

Tanpa sengaja, Melan mendengar suara tangis yang langsung membuat Melan keheranan. "Ada orang nangis? Kok lantainya kaya dalem, ya?"

Benar saja, ketika Melan menyelidiki itu, Melan menemukan sebuah anak tangga yang terhubung dengan sebuah kamar.

Dengan pelan, Melan menelusuri kamar itu. Tiba-tiba sorot matanya bertatapan dengan gadis yang usianya lebih muda dari pada Melan.

"Siapa dia?" tanya Melan dalam benaknya.

Gimana nilai kalian? Semoga memuaskan, ya☺️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gimana nilai kalian? Semoga memuaskan, ya☺️

Makin penasaran ngga sih sama ceritanya?😂

Komen next kuyyy💙

Menjadi KAMU [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang