Seperti halnya rasa, kini aku terkunci di sebuah pagar besi.
***
Melan dan Dinda sudah tiba di klinik. Dengan bantuan tetangga Dinda, Melan berhasil membawa Dinda tepat pada waktunya.
"Enak juga punya tetangga kaya kamu." Melan takjub dengan kebaikan ibu-ibu yang tidak sengaja berpapasan dengan Melan di jalan.
Sifat ketelatenannya cukup membuat Melan teringat dengan ibunya, Refina. Seorang ibu yang tidak pernah memikirkan keadaanya sendiri, tetapi lebih memilih untuk mengurus semua putra dan putrinya.
Ibu-ibu itu rela meninggalkan belanjaannya demi membantu Melan mengantarkan Dinda dengan selamat.
"Kenapa?" tanya Dinda seusai diperiksa.
Melan tersentak kaget ia mengatakan, "Apa? Udah?"
"Udah." Jawaban singkat itu cukup membuat Melan merasa lega. Ia berterima kasih kepada Dokter karena telah membantu Dinda.
"Lain kali jangan hujan-hujanan!" Melan memperingati Dinda. Ajaran Rian memang benar karena melarang Melan untuk bermain hujan.
Rintik yang selalu menetesi bumi itu adalah rahmat yang diberikan-Nya. Meskipun begitu, tidak boleh untuk mencela hujan karena itu sama halnya dengan mencela sang pencipta. Jika menurutmu hujan itu adalah penghalang, tetapi itu adalah sesuatu yang sudah dinanti-nantikan oleh yang lainnya.
"Aku suka hujan, Din. Tapi aku ngga suka hujan-hujanan." Melan duduk di samping Dinda. Matanya masih pokus ke depan.
Dinda mengernyitkan dahi bingung. "Kenapa?"
Tatapan Melan langsung otomatis ke arah Dinda. "Kenapa-kenapa! Ini buktinya kamu sakit gara-gara main hujan!"
Dinda mengekpresikan wajah kebisingan. Ia menampilkan deretan giginya sambil memejamkan matanya paksa. "Bawet banget lo, jomblo."
"Dinda!"
Melihat raut wajah Melan seperti itu, Dinda langsung tertawa. Meskipun dalam hatinya masih bermonolog, "Fa, aku sakit. Kamu di mana?"
***
Melan sudah tiba di kediaman rumah Rian. Ia mengembuskan napas lega diakhiri dengan senyuman khasnya. Namun, ia juga sedih karena lagi-lagi Faisal mengecewakan Dinda.
Faisal yang tidak pernah berkata tentang statusnya dengan April membuatnya selalu berbohong kepada Dinda. Selalu saja akan ada celah yang Faisal dapatkan untuk membohonginya. Mungkin, kali ini juga sama.
Melan baru saja merebahkan tubuhnya di ranjangnya. Akan tetapi, pintu kamar Melan tiba-tiba terbuka dengan menimbulkan suara yang cukup keras. Melan terlonjat kaget, ia langsung melihat siapa sang pelakunya dia adalah Rian, ayahnya.
Jantung Melan berdegup dengan sangat kencang, keringat dingin mulai bermunculan. Daksanya terasa gemetar karena terlalu takut dengan Rian. Sudah beberapa hari Rian tidak mengganggunya, tetapi kali ini Rian datang dengan sorot mata yang tajam sama seperti dulu ketika selalu menganiaya dirinya berkali-kali.
"Sini kamu!" Suara itu langsung menyambar ke telinga Melan. Dengan langkah ragu, Melan tetap menurut apa perintah Rian.
Rian langsung menarik kasar tangan Melan, ia membawa Melan ke tepi kolam renang yang ada di samping rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi KAMU [Selesai]
Novela Juvenil>> SAD + ROMANCE << "Kalo itu keinginan Ayah ... Melan bakal turutin." Aku atau adikku yang dikorbankan? Melan-itu adalah panggilanku. Akan tetapi, tidak untuk keluargaku. Aku kira aku adalah anak bungsu, tapi ternyata aku salah. Cemoohan setiap har...