Syila menatap lilin yang sedang menyala itu dengan heran. Kenapa lilin bisa kuat menahan lelehannya sendiri? Padahal, jika manusia terkena lelehan itu, manusia pasti akan langsung menjerit kepanasan.
Api itu tiba-tiba padam, suasana kamar Syila langsung gelap gulita. Kamarnya selalu dalam keadaan sepi, itu adalah perintah ayahnya.
Dalam kegelapan itu, air mata turun dari pelupuk mata Syila. Kenapa takdirnya begitu buruk? Ia seperti burung yang ada di dalam sangkar. Berada di rumah yang mewah, tetapi tidak bisa pergi kemanapun.
Satu lagi pertanyaan yang masih belum terjawabkan. Kenapa Syila disembunyikan?
"Kak Melan," panggil Syila tanpa suara.
***
Melan seperti merasakan ada yang memanggilnya sekarang ini. Dengan rasa takut dan juga cemas, ia memanggil Melan dengan begitu takut.
Melan berlarian ke sana dan ke sini, mencari sosok yang memanggilnya tadi. Melan melihat ke luar jendela, cuaca hari ini begitu mendung.
"Mungkin cuma perasaan Melan doang," batin Melan.
Melan kembali dengan aktivitasnya tadi, belajar. Suara teriakan dari luar kamar membuat Melan langsung terperanjat kaget dari duduknya.
Melan mengerjapkan matanya berulang kali, mencoba menguatkan hatinya. Ia harus siap untuk menghadapi ujian yang baru.
"MELAN KELUAR!" suruh Maesah sembari mengetuk pintu kamar Melan berulang kali.
"Iya, Kak?" tanya Melan ketika pintu kamar sudah dibuka.
Maesah langsung mencengkeram tangan Melan dengan begitu kuat. Ia kemudian menarik Melan sampai ke ruang utama keluarga Rian.
Maesah langsung saja melepaskan cengkramannya dengan kasar. Melan hanya meringis kesakitan ketika diperlakukan seperti itu oleh Maesah.
"Lo pelakor tingkat akut, ya!" pekik Maesah sembari menelik Melan tajam.
Melan tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh kakaknya---Maesah. "Maksud kakak gimana?" tanya Melan.
"Wih, menarik. Mana ada maling ngaku ya, kan?" sindir Maesah. "Lo udah ngebuat hubungan gue sama Alfin hancur!"
Netra Melan membulat sempurna. Bagaimana bisa dia menjadi penyebab hubungan Alfin dan Maesah hancur? Bukankah Alfin hanya mencintai Maesah saja?
"Kak Alfin cuma cinta sama Kak Mae," ucap Melan mencoba meyakinkan.
Maesah menaikkan satu alisnya. Ia kemudian memperlihatkan foto Melan ketika bersama dengan Alfin. "Terus ini apa?!"
"Kak! Melan bisa jelasin!"
"Gue benci sama lo, Trasi. Gue pengen lo mati!" tutur Maesah sembari mencengkeram tangan Melan kuat.
"Kak sakit ...," rintih Melan.
***
Zian akhir-akhir ini sedikit perduli kepada Melan. Berkat Melan dan Jer hubungan Zian dengan Moza akhirnya membaik.
Zian mendengar teriakan dari Maesah. Zian langsung saja turun ke lantai bawah untuk melihat apa yang sedang terjadi.
"Maesah!" teriak Zian.
Maesah langsung melepas kasar tangannya dari rambut Melan. "Apa?!" tanya Maesah.
"Lo gila?" tanya Zian yang langsung membuat Maesah terlihat marah.
"Brengsek, lo!" umpat Maesah. Maesah langsung pergi ke kamarnya tanpa memperdulikan keadaan Melan yang kini sudah berlumuran darah.
Melan tersenyum, dalam sekejap pemandangan itu langsung hilang. Melan jatuh pingsan.
***
Zian yang khawatir dengan keadaan Melan langsung menghubungi Rian agar secepat mungkin pulang. Setelah diperiksa, ternyata Melan hanya mendapatkan luka kecil saja.
"Lain kali jangan mempersulit saya!" tutur Rian sembari menatap Melan tajam.
"Ma-af," ucap Melan langsung menundukkan kepalanya.
Rian bersedekap dada. "Besok kamu jalan kaki, jangan pake motor!" pinta Rian.
Zian menggeleng kuat. "Nggak! Melan lagi sakit, kenapa dia harus jalan kaki, Yah?" tanya Zian.
"Itu keputusan Ayah, Nak. Keputusan Ayah bersifat mutlak. Dan jangan coba-coba ngebantu Trasi!" tegas Rian. Setelah itu, Rian langsung pergi ke rumah sakit untuk memeriksa pasiennya yang ternyata adalah Ayah Yasmin.
"Besok lo berangkat sama gue!" suruh Zian.
Melan menggeleng pelan. "Nggak, Kak. Melan nggak mau jadi anak durhaka, Melan jalan aja." Melan kemudian tersenyum lebar.
"Serah, lo!" Zian langsung pergi begitu saja setelah berkata begitu.
***
Melan menuruti apa perintah ayahnya. Dia berjalan kaki untuk ke SMA Merpati, suara klakson motor mengejutkannya. Ia langsung saja melihat ke arah di mana klakson motor itu dibunyikan.
"Kak Nazar?"
"Ayo bareng gue!" pinta Nazar terlihat memaksa.
Melan menggeleng. "Nggak usah, Kak. Melan jalan aja." Melan langsung saja berjalan meninggalkan Nazar.
Namun, Nazar tidak langsung mengalah. Ia kemudian mengendarai motornya agar sejajar dengan Melan.
"Kenapa ngga mau? Kan gue cuma bantu lo doang," ucap Nazar terlihat berpikir.
"Melan lagi pengen jalan, Kak."
"Jalan ke mana? Ayo gue anterin." Nazar terlihat antusias untuk mengajak Melan jalan.
"Bukan jalan itu maksudnya, Kak." Melan kemudian terkekeh kecil dengan tingkah Nazar. Ada-ada saja.
Nazar yang salah mengerti langsung menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
Sesampainya di depan gerbang sekolah, Nazar berkata, "Minta no WA lo dong."
Melan mengerutkan keningnya bingung. "Emang Kak Nazar ngga punya?"
"Punya," balas Nazar.
"Ya udah ngapain minta," ucap Melan. Setelah itu Melan meminta izin untuk masuk ke kelasnya.
"Astaga! Bener-bener cewe idaman!" pekik Nazar sembari geleng-geleng kepala.
Akhirnya bisa update 😍
Ada yang nungguin? Semoga aja ada;')
Gimana kabar kalian? Ujiannya lancar?
Do'ain juga semoga tryout Wibi berjalan lancar, dan mendapat nilai yang memuaskan. Aamiin
Skuy mampir ke Ranselku!
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi KAMU [Selesai]
Подростковая литература>> SAD + ROMANCE << "Kalo itu keinginan Ayah ... Melan bakal turutin." Aku atau adikku yang dikorbankan? Melan-itu adalah panggilanku. Akan tetapi, tidak untuk keluargaku. Aku kira aku adalah anak bungsu, tapi ternyata aku salah. Cemoohan setiap har...