Naura tersenyum smirk. Ia takjub dengan pacarnya---Dion yang begitu tergila-gila dengannya. Bagaimana seseorang yang terobsesi dengan dirinya bisa jatuh cinta dengan gadis dekil yang bernama Melan?
Dion mengedarkan pandangannya. Mencari sosok gadis yang sudah janji akan bertemu dengannya siang ini. Naura Salsabila, gadis kesayangannya yang sudah lima tahun ini menjalin hubungan dengannya.
Dion menangkap sosok gadis yang begitu ia kenal. Gadis itu duduk sembari memainkan ponselnya, tanpa memperhatikan keadaan sekitar.
"Dasar Naura!" gumamnya.
Dion kemudian menghampiri Naura. Earphone yang terpasang di kedua telinganya langsung Dion cabut. "Astaga!" ucap Naura spontan.
Dion tertawa terbahak-bahak, tidak perduli dengan sorot mata yang menatapnya tajam. "Dion!"
"I'm sorry, Baby."
Naura memalingkan wajahnya, kebiasaan Dion yang sering usil membuat Naura sering naik pitam.
"Maaf," lirih Dion benar-benar merasa bersalah.
Naura tersenyum, ia kemudian tertawa. "Cie, ketipu ...," goda Naura. Mereka berdua pun tertawa bersama.
Dari balik semak-semak ada orang yang mengintai mereka. Dalam hitungan tiga detik, orang itu pun langsung ke tempat yang ia tuju---Dion dan Naura.
"Enggak!" teriak Dion dan Naura secara serentak.
***
Yasmin sedang di rumah sakit bersama dengan ayahnya---Firgi. Semalam Firgi muntah darah, tetapi enggan untuk diajak ke rumah sakit.
Yasmin begitu khawatir dengan keadaan ayahnya, maka dari itu, tadi pagi Yasmin tidak berangkat ke sekolah. Biarlah Naura memarahinya.
"Bapak nggak kenapa-napa, Nak," ungkap Firgi serak.
Yasmin menggeleng kuat. "Iya Bapak ngga kenapa-napa, tapi bapak harus tetep diperiksa," kekeh Yasmin.
Nama Firgi pun dipanggil dan yang memeriksa Firgi adalah Rian. Yasmin tidak tahu bahwa dokter yang sedang memeriksa ayahnya adalah ayah dari orang yang biasa ia bully.
"Gimana, Dok?" tanya Yasmin khawatir.
Raut wajah Rian terlihat bersedih. "Ayah kamu terkena penyakit gagal ginjal."
"Gagal ginjal?!"
***
Wali kelas mengumumkan bahwa mulai besok akan PAS. Banyak yang mengeluh karena baru diberi tahu pengumuman sepenting ini.
Melan pulang dengan peluh yang sudah bercucuran. Sentakan Rian langsung membuatnya gemetar.
"BERHENTI DI SANA!" suruh Rian.
Langkah Melan terhenti sesuai dengan permintaan ayahnya---Rian. Ia membalikkan badannya menghadap ke arah di mana Rian berada.
"Besok PAS?" tanya Rian.
Melan mengangguk. "Iya, Yah."
Rian terlihat berpikir. Ia kemudian berkata, "Nilaimu harus di bawah rata-rata."
Melan langsung membulatkan matanya. Bagaimana bisa Rian menyuruhnya begitu?
"Bukannya dulu Ayah nyuruh Melan biar dapet nilai di atas rata-rata?" tanya Melan hati-hati.
Rian tersenyum miring. "Dulu emang begitu, tapi sekarang sudah berbeda," ungkapnya.
"Kenapa?" ulang Melan.
"Karena saya nggak mau kalo nilai anak saya lebih rendah dari pada kamu!" pekik Rian di akhiri dengan menunjuk Melan menggunakan jarinya.
"Melan juga anak Ayah!" tegur Melan mengingatkan.
Rian bersedekap dada seraya menatap tajam netra Melan. "Sejak kapan saya menganggap kamu sebagai anak saya?"
Deg!
Dari atas tangga ada seorang gadis yang tersenyum miring. Ya, gadis itu adalah Maesah yang meminta itu kepada ayahnya---Rian.
Bagaimana seorang Ayah bisa berkata begitu? Bagaimana seorang Ayah tidak bahagia dengan nilai anaknya? Bagaimana seorang Ayah bisa setega itu kepada anaknya?
Melan kembali merenung di kamarnya. Menatap langit yang di penuhi dengan bintang dari jendela kamarnya.
"Melan ini siapa, Yah?" tanya Melan.
Melan menggeleng sembari tersenyum getir. Ia harus kuat menghadapi kenyataan ini.
"Kalo itu keinginan Ayah ... Melan bakal turutin!"
"Kakak jangan sedih terus ...," monolog seorang gadis yang usianya lebih muda dari Melan.
Haduh gajelas banget 👎🏿
Jelas, kok👍🏿
Komen next, skuy!😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi KAMU [Selesai]
Ficção Adolescente>> SAD + ROMANCE << "Kalo itu keinginan Ayah ... Melan bakal turutin." Aku atau adikku yang dikorbankan? Melan-itu adalah panggilanku. Akan tetapi, tidak untuk keluargaku. Aku kira aku adalah anak bungsu, tapi ternyata aku salah. Cemoohan setiap har...