Rolikur💔

720 64 8
                                    

Melan perlahan mendekat ke gadis kecil itu, dengan jantung yang cukup berdebar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Melan perlahan mendekat ke gadis kecil itu, dengan jantung yang cukup berdebar. Sungguh, ia sebenarnya takut akan kegelapan, tetapi apa boleh buat?

Gadis itu kemudian membuang mukanya, ia sangat kecewa dengan pertolongan yang sangat terlambat ini. Ketika dirinya mulai menyerah akan semangat untuk hidup, ketika dirinya mulai menyerah akan identitasnya sebagai keluarga Rian.

"Kamu siapa?" tanya Melan pelan.

Syila hanya bisa menarik kedua sudut bibirnya sembari memandang lekat kakaknya yang sedang kebingungan. Mungkin, ini adalah awal untuk kehidupan seorang Syila.

Bulu kuduk Melan mendadak merinding, kenapa gadis yang ada di depannya ini hanya tersenyum? Kenapa dia tidak menjawab pertanyaannya? Apakah dia bukan manusia?

Syila tahu apa yang sedang kakaknya pikirkan sekarang ini. Ia langsung mengambil selembar kertas dan juga bolpoin yang sengaja disediakan Rian untuk berkomunikasi bersama dengannya.

Syila Arsyfiana
Aku adikmu

Tulisan tangan dari Syila sungguh membuat Melan keheranan. Apa arti semua ini? Kenapa gadis yang ada di hadapannya ini mengaku sebagai adiknya?

"Adikku?" tanya Melan. "Aku ngga punya ade," lanjut Melan.

"A-ku a-dik-mu." Syila menggunakan jari-jari tangannya untuk memberikan isyarat tersebut.

Syila melihat luka yang ada di tangan Melan, dengan cepat Syila mengambil alih plester yang Melan pegang tadi. Ia kemudian menyuruh Melan untuk duduk dengan isyarat, sedangkan Melan hanya mengangguk setuju.

"Argh! Pelan-pelan, ya," pinta Melan sembari meringis.

Syila yang paham dengan permintaan kakaknya itu pun mengangguk. Ia mencoba lebih hati-hati untuk mengobati luka sang kakak.

"Siapa dia? Ada hubungan apa Melan sama anak ini? Rasa-rasanya Melan ngga asing sama anak ini. Kenapa dia sendirian di sini dengan penampilan yang cukup memprihatinkan? Ada apa sebenarnya?" tanya Melan dalam hati. Ia sangat kebingungan dengan apa yang dilihatnya sekarang.

"MELAN!" teriak Rian dari atas kamar.

"Ayah nyari Melan, nanti kapan-kapan Melan ke sini lagi buat ketemu kamu." Melan sesegera mungkin pergi dari sana. Ia sudah berjanji, maka ia harus menepatinya. Sebelum pergi, Melan berbalik dan berkata, "jangan cemas, Melan bakal selalu ada buat kamu, Syila."

Syila yang mendengar itu langsung memberikan jempolnya. Syila akan selalu menunggu kedatangan Melan. Kedatangan seorang kakak yang akan menjemputnya dari sangkar ayahnya sendiri.

"Kenapa Ayah ngelukain Kakak?" monolog Syila.

***

Melan bersusah payah untuk naik ke kamarnya karena luka yang sudah diberikan oleh ayahnya. Namun, ini adalah hal yang lumrah untuk Melan.

Mungkin, Melan masih lupa untuk caranya bersyukur. Merasa dirinya paling tersiksa di dunia ini, merasa dirinya terlalu menjadi bahan gunjingan di dunia. Melan pikir, orang-orang tidak pernah mendapat penderitaan sebesar Melan.

"Melan lupa caranya bersyukur, seharusnya Melan inget kalo Melan diberikan keluarga yang utuh. Kepergian Ibu emang ngga disengaja, itu semua salah Melan, tapi dengan begitu Melan janji akan menjadi anak yang sholeha," jelas Melan.

Dengan rasa simpatik yang benar-benar besar, Melan melihat ke lantai bawah. "Melan bakalan ngungkap siapa kamu."

"MELAN!" jerit Rian.

Melan terkejut bukan main. "I-ya, Yah."

Teriakan itu, selalu terngiang jelas di otak Melan, penuh nada sumbang yang membuat Melan ingin sekali menutup telinganya. Namun, Melan tidak bisa melakukan itu, karena nada sumbang itu berasal dari teriakan ayah kandungnya sendiri.

"Dari mana aja kamu?" tanya Rian penuh tanda tanya.

"Melan cum--" Belum juga Melan mengakhiri kalimatnya, Rian sudah memotongnya terlebih dahulu.

"Udah-udah, jangan banyak alasan. Temanmu Nisa mau ketemu katanya." Rian langsung pergi begitu saja setelah menyampaikan informasi itu.

Melan yang mendengarnya langsung terkejut bukan main. "Nisa ke sini? Temen SD? Wah ...."

***

Faisal, Minley dan Nazar sudah tiba di rumah Dion. Mereka bertiga melihat kemesraan Dion dan juga Naura. Menyadari hal itu, Naura meminta izin untuk pamit karena wajahnya sekarang sudah seperti kepiting rebus.

"Balik dulu ya, Hany." Naura melambaikan tangannya lewat kaca mobilnya.

Dion mengangguk. "By, jantung-jantung."

Naura yang niatnya langsung ingin pergi menundanya sembari mengerutkan kening bingung. "Jantung-jantung?" tanya Naura.

"Kalo yang lain kan hati-hati, kalo aku sama kamu jantung-jantung, biar makin romantis," ucap Dion tak tahu malu. Naura pun langsung tersipu malu oleh ucapan kekasihnya itu.

Sedangkan teman-teman Dion yang berada di sana langsung bergidik ngeri. "Anjim!" seru mereka kompak.

Dion berkata, "Iri? Bilang Markonah!"

Makasih yang masih setia nungguin cerita ini🤗

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Makasih yang masih setia nungguin cerita ini🤗

Jangan lupa vote dan komen yuhu

Menjadi KAMU [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang