Sekolah sekali lagi ramai karena adanya pembullyan atas Melan Cahyani. Mereka semua beramai-ramai memaki nama Melan untuk dijadikan candaan.
Suara isak tangis pun tak mereka hiraukan. Apa untungnya perduli kepada anak seorang Dokter ternama yang jelek.
Apalagi dengan Yasmin gadis tomboy yang tidak memiliki belas kasihan sama sekali. Ia menginjak tangan Melan yang sudah duduk dengan ketidakberdayaan, membuat tangan Melan menjadi memar.
Yasmin mengapit kedua pipi Melan seraya mengatakan, "Makanya, jangan sok jadi pelakor!" Ia kemudian melepaskan apitannya dengan kasar.
Seorang pria datang memberi tahu bahwa guru sosiologi akan segera masuk. Mereka pun dengan segera langsung memaksa Melan kembali ke tempatnya.
Dengan netra yang seperti sudah di rundung api. Yasmin mengancam Melan. "Jangan ngaduin kita!"
*
Dion sedang asik menikmati semilir angin di ambang pintu. Ia tidak sengaja bertemu dengan Melan yang sepertinya sedang merasa kesakitan.
Dion tidak bisa menahan diri untuk bertanya, "Kenapa, lo?"
Melan dengan secepat kilat menggelengkan kepalanya. "Aku ngga apa-apa," ucapnya seraya tersenyum kemudian berlalu pergi dari pandangan Dion.
Dion memandang lekat punggung yang semakin menjauh itu. Ada rasa kasihan yang menyelimuti dirinya untuk membantu seorang Melan. Namun, ia juga tak mau jika Naura kembali marah kepadanya.
"Lo kuat, Mel!" gumamnya pelan.
Nazar datang dengan mengejutkan Dion. "Eaaa!" ujarnya yang membuat Dion ingin langsung menggeplak Nazar.
"Ngapain liatin Melan mulu? Suka?" goda Nazar yang langsung dibalas tatapan tak suka.
*
Melan berniat untuk memasak hari ini. Karena tidak adanya Jer, Melan berinisiatif membuat makanan untuk Rian, Maesah, dan juga Zian.
Dengan sigap Melan memakai celemek bergambar Doraemon itu, dan langsung memulai aksinya. Setelah cukup lama ia memasak, akhirnya semuanya selesai.
Namun, baru saja Melan menyiapkan semua yang ada di sana tiba-tiba Rian datang dengan wajah yang sumringah. Melan langsung bersembunyi di balik dinding dapur.
"Wah, Bi ... tumben masaknya banyak banget hari ini?" tanya Rian yang sedikit merasa curiga. Kira-kira ada acara apa?
Bi Siska menelan salivanya berat. Ia bingung harus bicara apa kepada Rian. Karena ini bukan masakannya, tetapi bagaimana kalau nantinya Melan dimarahi?
Rian yang sedang asik menyendok makanan ke mulutnya pun menundanya. "Ada apa, Bi?"
"I-itu a-a-nu," ucapnya gagap yang langsung membuat Rian menggkerutkan keningnya. "Ada apa, Bi?!"
"Yang masak bukan Bibi," jawabnya jujur.
Melan langsung mengatur napasnya yang mulai tak beraturan. Bagaimana jika Rian marah padanya? Bagaimana? Hanya itu yang dipikirkan Melan.
"Siapa yang masak ini semua?!" Rian langsung berdiri dengan tegak. Mencoba mencari tahu kebenaran yang ada di sana.
Melan dengan raut wajah yang sulit diartikan langsung keluar dari persembunyiannya. "Me-lan yang ma-sak."
Mendengar semua itu, Rian langsung membanting semua yang ada di sana. "Untung saya belum makan!" ujarnya merasa bersyukur.
"Bukannya sudah saya bilang?! Jangan pernah sentuh apapun milik saya! Apalagi nyoba-nyoba masak kaya gitu, kamu mau ngeracunin saya?!" ucapnya dengan bersungut-sungut.
"Kamu nggak berhak buat ngelakuin apa yang kamu mau! Kamu pikir saya nggak jijik liat muka kamu? Masih mending saya nggak mempekerjakan kamu layaknya pembantu, tapi kenapa kamu malah bersikap seperti ini? Mau jadi pembantu beneran?!" tambahnya.
Melan hanya menahan semua teriakan Rian. Ia mencoba bersabar dengan sikap Ayahnya itu.
"Mau nggak?!" teriaknya tepat di samping Melan.
Melan menggeleng kuat. Mengerjapkan matanya berulang kali agar bisa lebih terlihat kuat.
"Ingat! Jangan pernah menyentuh kepunyaan saya! Termasuk ... semua anak-anakku!" tegasnya kemudian menaiki anak tangga.
Namun, sebelum sampai di ruang kantornya Rian berbalik. "Jangan pernah biarin dia nyoba-nyoba masak lagi, enak nggak bikin mual iya!"
Jejaknya kamu, iya kamu♥️
Rekomendasiin cerita ini ya sayang, biar mereka baca juga♥️
See you next part!
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi KAMU [Selesai]
Teen Fiction>> SAD + ROMANCE << "Kalo itu keinginan Ayah ... Melan bakal turutin." Aku atau adikku yang dikorbankan? Melan-itu adalah panggilanku. Akan tetapi, tidak untuk keluargaku. Aku kira aku adalah anak bungsu, tapi ternyata aku salah. Cemoohan setiap har...