Sejak pertemuan Davanka dengan Putri, kini Davanka tak pernah lagi mencari Putri. Ia benar-benar memutuskan untuk mundur.
Walau kadang Davanka masih sering memperhatikan Putri diam-diam untuk memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja.
Sementara Putri pun mulai bisa menjalani kehidupannya dengan tenang, ia fokus menyelesaikan kuliahnya agar bisa segera pergi sejauh mungkin dari Davanka.
Sejujurnya Putri masih merasa rindu pada lelaki yang selama ini di panggil nya dengan sebutan 'Abang' itu. Putri juga kadang sulit mengendalikan diri ketika berpapasan dengan Davanka. Davanka yang berubah menjadi dingin seakan tak pernah menganggap keberadaan Putri. Hal itu membuat hati Putri terasa sakit.
*
"Ya ampyuuuunn, Farah! Lo belum juga tamat kuliah udah mau nikah ajah," Apit berceloteh saat Farah menyebarkan surat undangannya di atas meja.
"Iya ihh, masa tiba-tiba nikah ajah sih? Padahal kan kalian baru sebulan pacaran." timpal Alice.
"Sebenarnya selama ini kita tidak pernah pacaran. Cuma semacam proses taaruf ajah, terus Rio juga berkomitmen untuk menjalin hubungan ke jenjang pernikahan. Rio bilang, dia mau membuktikan kalau selama ini dia serius sama aku bukan sekedar main-main doang." tutur Farah bercerita.
"Terharu banget sih gue ama senior satu itu, perjuangan kak Rio buat ambil hati lo bener-bener gak main-main. Far, lo inget kan dulu lo cuekin dia sampe menjauh dari kita cuma biar enggak ketemu dia? Di situ gue pikir kak Rio udah lupain lo dan cari target baru. Eh, ternyata dia masih nungguin lo, dong. Keren banget tau ada cowok kaya gitu." Kali ini Alice berpanjang lebar.
"Iya, lice. Aku tidak mau membuat perjuangan Rio menjadi sia-sia, dia sudah menunggu aku, menemani aku, dan selalu ada di samping aku di saat aku membutuhan nya. Aku tidak ingin perjuangan nya selama ini hancur begitu saja jika aku pergi memilih lelaki lain, aku pasti sangat egois jika seperti itu."
Putri terenyuh mendengar pertuturan Farah, hatinya terasa sesak mengingat bagaimana perjuangan Davanka selama ini, Davanka yang selalu ada di samping Putri, membantunya dan selalu melindunginya.
Apakah Putri telah menjadi wanita egois karna menyia-nyiakan perjuangan Davanka? Apakah Putri egois telah meninggalkan Davanka demi lelaki lain? Putri selalu merasa ingin menangis setiap mengingat Davanka.
"Temen-temen, aku mau ke toilet sebentar ya," pamit Putri.
"Mau gue temenin?" Alice menawarkan diri takut jika sesuatu yang buruk terjadi lagi pada Putri.
"Tidak perlu, aku tidak lama kok."
Alice pun mengangguk mempersilahkan Putri pergi sendiri.
*
Di dalam toilet Putri langsung memandangi dirinya di depan cermin. Kini air matanya luluh, segeralah Putri menyekanya.
"Aku tidak boleh seperti ini.
Aku harus siap melepaskan siapapun yang menjadi milik orang lain meski dia adalah orang yang paling aku sayangi. Aku yakin takdir Allah tak pernah salah, aku percaya Allah telah menyiapkan semua yang terbaik untuk ku dan kak Davanka. Untuk saat ini aku harus fokus pada hijrah ku, aku tak boleh goyah lagi hanya karna rasa cinta yang salah."*
Putri keluar dari toilet hendak kembali pada temannya, di perjalanan ia kembali berpapasan dengan Davanka.
Putri terdiam mematung ketika Davanka berjalan ke arahnya sambil tersenyum, senyuman yang begitu Putri rindukan.
Davanka semakin mendekat membuat Putri tak bisa memalingkan pandangannya, namun saat jaraknya sudah sangat dekat Davanka terus berjalan bahkan melewati Putri.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Story With You
General FictionHijrah itu mudah kok. Yang sulit itu Rasa Siap nya, Rasa Malu nya, dan Rasa gengsi nya. "Arif melamar aku, kak." Ucap Putri sembari menunduk. Davanca terkejut kontan menatap Putri yang sudah menunduk dalam. Ada rasa sesak yang tiba-tiba saja menusuk...