Apakah cantik saja cukup untuk membuat hidup seseorang bahagia?
***"You're the beast!"
"YOU'RE THE BEAST!"
"BEAST!"
"HAHAH ... CEWEK BURUK RUPA!"
"BURUK RUPA!"
"Enggak!"
Cewek itu seketika terduduk dengan nafas menderu. Mimpi yang sama dan selalu menghantui malam-malamnya, seolah tak membiarkan dirinya melupakan kenangan menyakitkan beberapa tahun silam.
Ia meraih gelas dari atas nakas dan meneguknya sampai tak tersisa. Tangannya yang bergetar mengusap keringat di dahi. Mulutnya berkali-kali merapalkan kalimat sama sebagai penenang.
"Semua udah berlalu, Ra. Semua udah berlalu," ucapnya kemudian menghembuskan nafas perlahan. Nama lengkapnya Aqueena Savara. Namun, ia sangat benci ketika seseorang memanggilnya Queen. Panggilan tersebut hanya mengingatkan pada kenangan menyakitkan. Tubuhnya selalu otomatis bergetar, diikuti suara-suara yang berdengung keras di telingannya hingga rasa percaya dirinya seketika jatuh berceceran.
"Queen? Lo gak malu punya nama kayak gitu?"
"Mama sama Papa lo salah ngasih nama ya?"
"Ratu itu gambaran dari cewek cantik dan sempurna. Gak kayak lo yang- hahaha, gak perlu gue jelasin, kan?"
Mengusap wajahnya kasar, Savara melangkah terhuyung menuju meja rias, menatap pantulan dirinya dalam cermin. Kini, cewek dengan bobot tubuh gemuk serta jerawat yang bertebaran di wajahnya sudah tidak ada lagi. Ratu berwajah buruk rupa itu telah bermetamorfosis menjadi sosok yang berbeda. Yang ada hanya gadis bertubuh ramping berkulit mulus tanpa cela.
Seperti yang orang bilang bahwa pengalaman adalah guru terbaik. Savara belajar dari itu. Kesakitan yang diterimanya menciptakan sosok baru. Tidak ada lagi Savara, si cewek buruk rupa yang lemah. Setidaknya ia akan membuat Ardana Tirtayasa menyesali ucapannya. Cowok itu harus bertekuk lutut dan memohon pengampunan atas luka yang ia derita.
***
Sebuah lagu bergenre k-pop mengalun di dalam ruangan berukuran sedang. Cewek dengan balutan seragam putih abu itu ikut bersenandung dengan sesekali menggerakan badannya. Cara seperti itu kerap ia lakukan agar suasana hatinya baik.
Selesai mengoleskan lipstik ke bibir, ia tersenyum puas melihat penampilannya. Setelahnya, cewek dengan rambut yang sengaja digerai itu mengambil tas, keluar dari kamar dan menuruni tangga. Langkahnya terdengar menggema. Jangan berharap ia akan mendapati sang papa sedang membaca koran dan teriakan sang mama yang memanggilnya untuk sarapan. Semua hanyalah harapan yang mungkin takan pernah terwujud.
Savara berjalan menuju meja makan. Saat membuka tutup saji, ia mendapati sepiring nasi goreng yang masih hangat. Di sebelahnya terdapat secarik kertas dengan tulisan yang berderet rapi.
Selamat makan, Sayang.
Mama hari ini ada dinas ke luar kota selama tiga hari. Kamu baik-baik di rumah ya.Mama sayang kamu.
Savara tersenyum miris. Ia tidak percaya dengan ucapan sang mama. Jika wanita itu menyayanginya, Savara tidak akan dibiarkan hidup sendirian seperti ini. Mamanya selalu lebih mementingkan pekerjaannya. Sekeras apa pun berusaha berpikiran positif, pada akhirnya Savara tak bisa menyangkal kalau dirinya tak pernah bisa menjadi prioritas.
Cewek itu menandaskan makanannya dengan cepat lalu berjalan menuju pintu utama setelah mendengar suara klakson. Di sana kedua cewek cantik sudah melambaikan tangan, menyuruhnya masuk ke mobil. Mereka ... Savara tidak tahu apakah harus memanggilnya teman atau bukan. Kedekatan mereka berawal dari sebuah kesepakatan. Tentu dengan dirinya yang memohon-mohon pada si cantik Larasati, meminta dijadikan pelengkap. Tepatnya ia mencari sebuah perlindungan serta sebagai pembuktian bahwa Aqueena Savara sudah tidak bisa dikalahkan, termasuk ditindas sesuka hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M (NOT) THE QUEEN ✔️
Teen Fiction(Pemenang dalam event #WWC2020) Aqueena Savara bukanlah seorang ratu selayaknya nama yang ia miliki. Kata sempurna begitu jauh dari jangkauannya. Baik di sekolah, maupun di rumah, ia tak pernah mampu menjadi yang nomor satu. Savara tidak pernah men...